21. Break?

1.3K 131 4
                                    

“Waah, ada drama apa ya? Hahaha, asik.”

Orang itu tertawa bahagia, kemudian menuju gantungan baju yang tertempel di belakang pintu kamarnya, mengambil hoodie berwarna abu dan headphone putihnya dari atas meja komputer.

***

“Zoy...?”

Mata Adel tertuju pada dua wanita yang sedang berpelukan di tepi danau. Salah satunya wanita yang paling ia cintai.

Zee spontan melepaskan pelukannya. Hati Adel sedikit teriris, tapi masih dapat menahannya.

“Kenapa Del? Kok tau aku di sini?” Emosi Zee sudah mulai stabil. Ia tidak mengeluarkan kata-kata kasar lagi.

“Lain kali kalo butuh rumah ke aku aja ya.”

Zee meneguk air liurnya, merasa bersalah.

“Waduh, ada pawangnya. Sori deh...” Freya bangkit dari posisi duduknya dan membersihkan tanah kering di bagian belakang celananya dengan cara menepuk-nepuk.

Adel hanya menatap datar pada Freya. Tapi, tatapan itu sebenarnya memiliki arti yang sangat dalam. Namun hanya Freya yang dapat menerjemahkannya.

Freya berjalan menjauh, sedangkan Adel menghampiri Zee dan duduk di sebelah kirinya karena sebelumnya Freya menduduki sebelah kanannya.

“Maaf...” Ucap Zee sembari terus mengusap pipinya yang penuh air mata, tapi terus mengalir.

“Kamu rumah aku, aku rumah kamu. Aku ga mau ada orang lain yang numpang di rumah aku, aku juga ga mau kalo kamu keluyuran terus tapi ga pulang ke rumah. Apalagi kalo malah ke rumah orang lain...” Adel mulai berbicara.

“Rumah aku harus direnovasi karena agak rusak. Tapi, aku ga mau orang lain yang benerin rumah kesayangan aku.” Air mata Zee seolah berpindah pada Adel, karena matanya sudah mebendung cukup banyal air mata.

“Kamu cemburu?” Pertanyaan bodoh, tapi ia tetap melontarkannya.

Abis aku ngomong banyak, cuma ini yang bisa kamu ambil kesimpulannya? Memang, nggak salah. Baik pemikiran Adel, atau Zee. Keduanya sama-sama benar. Namun, dengan adanya perbedaan bahasa dan intonasi suara, itu membuat seolah Zee tidak menghargai Adel sebagai kekasihnya. Adel mulai mempertanyakan dirinya di hidup Azizi.

Sebenarnya aku ini apa?

Mungkin, sedikit sulit bagi Azizi. Dia yang harus menempatkan dirinya sebagai anak, sebagai kakak yang seharusnya menjadi panutan sang adik, dan sebagai kekasih yang harus mengerti dan terus mendukung pasangannya.

Banyak yang terjadi, Zee cukup runyam dengan segala hal yang terjadi di waktu yang berdekatan. Jasmaninya lebam, rohaninya teriris. Ini jelas bukan waktu yang tepat untuk Adel meminta kepastian dan memintanya menjawab semua yang berputar di dalam kepalanya.

Setelah berpikir matang, Adel mulai membuka kembali mulutnya.

“Mau break?”

HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang