31. Adel

439 58 2
                                    

Adel tertegun. Seluruh momen berharga bersamanya seketika melintas dengan cepat.

“Waktu itu aku udah pernah nanya, tapi aku cuma nanya break... bukan putus, Zoy...”

“Aku nggak bisa nyakitin kamu lebih jauh lagi. Mungkin takdir aku emang jadi orang brengsek.”

Jika kalian pikir Adel dipenuhi dengan rasa sedih, salah. Ia dipenuhi dengan rasa kesal dan amarah.

“Zee, hubungan itu dimulai dengan persetujuan dari kedua belah pihak. Jadi, kalo mau mengakhiri hubungan juga perlu disetujui keduanya. Dan, aku nggak setuju.”

“Terus, kamu maunya apa? Bukannya tadi kamu nolak aku karena udah muak sama aku?”

“Hah? Nolak apa, sih? Konteksnya apa?”

Dan kini ruangan itu diisi dengan kebingungan. Di satu sisi Zee sangat takut Adel memutuskannya, jadi ia memilih untuk memutuskannya lebih dulu. Di sisi lain Adel tidak merasa melakukan kesalahan apapun dan sama sekali tidak mengerti maksud Zee.

“Komunikasi, Zee! Bukan telepati. Aku nggak ngerti.”

***

Hari ini adalah hari pertama MPLS SMAN 48 angkatan 23. Perempuan itu memiliki tinggi 162cm dengan rambut pendek sebahu. Ia terburu-buru melewati gerbang sekolah karena ia hampir telat melaksanakan upacara di hari pertama.

Benar saja, begitu ia masuk, upacara telah dimulai. Pengurus OSIS memberi teguran dan hukuman ringan.

“Kak, saya kan baru masuk, maafin dong!”

“Udah tahu baru masuk, kok telat? Ini mana lagi papan nama yang harus dibawanya?”

KETINGGALAN DI MOBIL, ANJINGG

“Hehe... Kak... Ketinggalan...”

“Lo juga sama aja! Mana papannya? Dasi aja nggak dipake, lho, piye iki!”

Kakak kelas cowok yang kedua itu menyebalkan baginya. Ia sudah seperti melecehkan siswi di sampingnya yang sama-sama tidak membawa papan nama karena menunjuk-nunjuk dada dan hanya tersisa beberapa senti.

Siswi di sampingnya itu lebih pendek darinya, sekitar 159cm. Ia bungkam saja dan menunduk. Rambutnya digerai panjang dengan wajahnya yang mungil.

“Hmm, siapa namanya? Reva Fidela-?”

Kakak kelas itu menarik bagian nametag di sebelah kanan baju putih biru. Itu jelas pelecehan. Sebelum ia hendak bertindak, siswi yang bernama Reva Fidela itu tadi menendang testisnya dengan tepat sasaran dan kurang dari hitungan detik.

“ARRGHH!!” Cowok itu mengerang kesakitan. Pengurus lainnya segera mendatangi sumber suara dan mempertanyakan kronologinya. Siswi bernama Reva di sebelahnya itu hanya bersikap tenang dan mengatakan bahwa kakak kelas itu keterlaluan. Lalu akhirnya ia membuka mulut.

“Dia ngelakuin pelecehan, saya saksinya!!”

***

“Lo... Biar apa, sih? Main ikut campur aja.”

“Ya... Maaf, deh...”

Mana ada yang percaya? Mereka berdua yang sebelumnya dihukum ringan kini mendapatkan hukuman berat. Keliling lapang sepuluh kali setelah upacara selesai.

“Lo Reva? Gua Azizi, kenalin.”

“Nggak perlu, gua nggak minat temenan sama orang yang bikin gua harus lari sepuluh keliling. Lagian lo gila, ya? Ngajak kenalan di jogging track.

Mereka bercengkrama sembari berlari. Azizi cukup sulit mengimbangi kecepatannya, tapi di putaran ke enam Azizi lebih unggul. Hanya dia memelankan lajunya agar dapat selaras dengan siswi itu.

Sepuluh putaran selesai. Tenggorokannya sudah sangat kering. Mereka selesai saat peserta MPLS lainnya bubar dari aula, sedang mobilisasi menuju kelasnya masing-masing. Saat itu seseorang menghampirinya.

“Kan! Gua udah bilang buat nyiapin dari kemaren, Azizi Shafa Asadel!!” Ucap teman masa kecilnya, Ashel yang kemudian menyentil kening Zee.

“Aw! Udah, kok! Cuma ketinggalan di mobil aja...”

Siswi bernama Reva dan Azizi itu sudah terkapar di pinggir lapang. Matahari mulai terik. Ashel memberi sebotol air mineral di tangannya.

“Kok nggak dingin?”

“Bukannya berterima kasih lo! Lagian air dingin pagi-pagi nggak baik, tau!”

“Iyadah, si paling jaga kesehatan.”

Ashel meninggalkannya. Zee hanya menatap kemasan botol itu dan melirik siswi di sampingnya.

“Buat kamu aja.” Zee memberi air pemberian temannya pada Adel sebelum ia menyegarkan dirinya kembali.

“Gue anggap ini permintaan maaf, jadi gua nggak perlu bilang makasih.” Adel langsung menyentuh botol dari tangan Zee, tapi tidak bisa mengambilnya karena Zee menahannya.

“Gua Azizi.”

Adel mendecakkan lidahnya.

“Adel.” Lalu menarik botol air tersebut dan meneguknya.

HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang