22. Kita...

1.4K 119 5
                                    

"Mau break?"

Zee sontak memindahkan seluruh tubuhnya untuk menghadap pada kekasihnya, menatap dan mengerutkan dahinya.

"Nggak! Maksud kamu apa? Maaf, maaf. Aku emang salah. Aku nakal ya? Aku jahat? Maaf bikin kamu salah paham. Maksud aku-"

Adel tidak membiarkan Zee menyelesaikan kalimatnya. Ia menyosor bibir merah miliknya lebih dulu.

"Kayaknya di sini kamu yang salah paham. Maksud aku, kalo misalnya kamu perlu waktu buat nyelesain semuanya bertahap, aku tungguin. Biar peran kamu nggak terlalu banyak. Aku tetep di sini, kok. Nunggu kamu." Senyuman manis Adel dan kata-katanya yang sangat lembut membuat Zee terdiam seribu bahasa. Mulutnya ternganga sedikit. Selain karena Adel yang ternyata dapat mengerti akan dirinya lebih dari dirinya sendiri, karena Zee kira Adel sedang marah padanya. Tapi, Adel justru menciumnya dengan pergerakan yang sedikit agresif.

Zee berpikiran seharusnya di hubungan ini ialah yang sebaiknya memimpin. Namun, pikiran itu ia kesampingkan. Selain dari semua itu, perkataan Adel tidak sia-sia. Berhasil menembus jantung sekaligus otaknya. Itu sangat make sense.

Di saat itu juga, Zee membuat keputusan.

"Kita nggak perlu break. Aku jago, aku bisa nyelesain semua tanpa terkecuali. Kamu jangan ngeremehin pacarmu ini!"

Mereka tertawa ria di tengah udara dingin yang menyelimutinya. Tanpa sadar saat Zee melirik arlojinya di tangan kiri, jarum jam sudah menunjukkan ke angka delapan.

"Zoy... Kamu nggak mungkin mau nyelesain semuanya sekarang, kan...?"

Zee berpikir sejenak, kali ini bersungguh-sungguh dalam menebak dugaan.

"Iya, nggak hari ini, tapi secepatnya. Aku boleh nginep di rumah kamu, nggak...?"

Adel hanya mengangguk kegirangan. Sepertinya kali ini Zee berhasil menebak teka-teki dari sang kekasih.

***

"Aku tidur di sofa aja."

"Jangan! Nanti sakit badan. Kenapa nggak mau tidur sama aku aja?"

Zee terkekeh dengan pertanyaan pacarnya tersebut.

"Kalo aku tidur bareng kamu, malah kamu yang sakit badan."

Adel jelas merasa malu mendengarnya walau tidak ada siapapun selain mereka di sana. Adel memukul-mukul pelan bahu Zee untuk menahan malu.

Zee menarik satu tangan Adel yang kerap memukulinya, lalu ia mulai mendekatkan wajahnya.

"Kamu tahu? Christy kayaknya udah cinta berat sama kamu. Aku nggak suka dia kegatelan nyari attention kamu." Ujar Zee dengan berterus terang tanpa berbasa-basi.

"Terus kamu maunya apa?"

"Kita..."

***

"Aku pulang~~"

Freya mengetuk pintu rumah dan saat masuk sudah disambut ibunya, Chika. Tapi anehnya ia tidak melihat keberadaannya ayahnya, Ara.

"Mamii, papi mana?"

"Biasalah, paling ngurus bocah bocah lagi. Kamu beli apa aja sayang?" Tanya sang ibu kepada putri semata wayangnya. Karena tadi Freya izin keluar dengan alasan pergi membeli sesuatu di minimarket.

"Stok mi instan, roti, sama persusuan gitu deh."

Tepat setelah Freya bicara, seseorang terdengar mengetuk pintu rumah. Freya tertegun, Oh iya anjir kan tadi gue ga sengaja muter kuncinya!

"Bentar!" Teriak Freya dari tempat yang tidak begitu jauh dari pintu, tapi harus berjalan beberapa langkah. Ia memutar kunci dan menarik pintu untuk melihat siapa yang datang.

HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang