Bab 3 : trauma???

39 17 17
                                    

"Murid-murid, hari ini adalah hari untuk berolahraga, kita akan melakukan pemanasan," ujar Pak Guru dengan suara yang penuh semangat, mencoba mengajak untuk bersiap siap melakukan pemanasan .

"Panas banget pak, ga tahan disini.saya itu biasanya di ruangan ber-AC bukan di tengah lapangan," keluh salah satu siswi sambil mengelap keringat yang mulai menetes di wajahnya.

"Kalo lo ga mau, kepanasan Alfa aja gausah sekolah," jeer Jeffran sambil mengeluarkan candaan yang agak kasar, mencoba menghibur teman-temannya.

"Yaudah sih Jeff, gausah galak-galak juga," ucap Rizki mencoba menenangkan situasi, sambil menempelkan tangan ke bahu Jeffran.

"Hei hei kalian, ini bukan pemanasan malah berantem," tegur Pak Guru dengan nada yang sedikit berkecamuk, mencoba mengendalikan situasi yang mulai memanas.

Mereka pun akhirnya melanjutkan untuk melakukan pemanasan di lapangan, hari ini sangat panas, dan merupakan kelemahan dari Viorine yang tidak tahan terkena panas.

Tiba-tiba, Viorine merasa pusing yang menghantamnya seperti badai, membingungkan dirinya dan meraba-raba untuk menahan keseimbangannya. Dengan sigap, salah satu siswi,memperhatikan wajahnya yang dipenuhi kekhawatiran, segera mendekati Viorine. Menggenggam erat bahunya, ekspresi cemas terpancar jelas dari matanya yang memandang Viorine dengan perhatian yang tulus. "Lo gapapa Viorine?" ucapnya dengan nada cemas yang terdengar jelas di antara hiruk pikuk lapangan.

"Ya, gua gapapa kok," Viorine menjawab dengan suara yang gemetar, berusaha mempertahankan sikap tegar meski kekuatannya mulai merosot dengan cepat. Sempoyongan, ia mencoba untuk tetap berdiri tegak, tekadnya untuk melanjutkan pemanasan tidak goyah meski badannya mulai terasa rapuh.

Sementara itu, tanpa disadari oleh Viorine, Jeffran memperhatikan dari balik barisan. Matanya menyusuri setiap gerakan Viorine dengan ketelitian yang mencurigakan. Merasa bahwa ada yang tidak beres dengan keadaan Viorine, perasaan khawatir mulai merambat dan menggerogoti pikirannya, membuatnya tidak bisa mengabaikan situasi yang semakin memburuk tersebut.

tak silang beberapa menit tiba-tiba, Viorine jatuh pingsan, tubuhnya limbung sebelum akhirnya roboh tak berdaya di tengah lapangan. Suara gemuruh kekagetan memenuhi udara, dan semua murid terpana, terpaku oleh kejadian mendadak tersebut. Tanpa ragu, guru yang sigap langsung bergerak menuju Viorine dengan langkah cepat yang penuh kekhawatiran.

"Jeffran?!! Bawa Viorine ke uks secepatnya!" ujarnya dengan nada yang khawatir, menugaskan Jeffran dengan tegas.

"Kok saya pak?" Jeffran terdiam sejenak, bingung dengan keputusan guru yang menugaskannya, sedangkan masih banyak siswa lain yang bisa membantu.

"Ya kamu yang nyari gara-gara sama Viorine," jelas guru dengan cepat, menyadarkan Jeffran akan alasan di balik tugas yang diberikan padanya.

"Yaudah deh pak," tanpa banyak pertimbangan, Jeffran segera menuruti perintah guru, bergerak menuju Viorine dengan langkah cepat. Dengan hati yang berdebar, dia menggendong Viorine dengan lembut, membawanya yang tak berdaya ke arah uks dengan kecepatan secepat kilat.

Saat mereka sudah setengah perjalanan, Viorine tiba-tiba kembali sadar dan langsung terkejut ketika menyadari bahwa dirinya sedang digendong oleh Jeffran. "Lepasin, lepasin!" teriak Viorine dengan suara gemetar, tangannya menepuk-nepuk tangan Jeffran dengan panik, mengirimkan sinyal yang jelas bahwa dia ingin segera dilepaskan.

Mendengar teriakan dan melihat ekspresi ketakutan Viorine, Jeffran seketika menjadi panik. "Ha, lepasin? lo lagi sakit." ujarnya dengan nada yang penuh kekhawatiran di tatapan matanya.

"LEPASINNN!!!" teriak Viorine sekali lagi, suaranya penuh dengan kecemasan yang mendalam, mencerminkan trauma yang tersembunyi dalam dirinya. Desakan untuk dilepaskan dari gendongan Jeffran semakin kuat.

Kisah untuk jeffran Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang