∆∆∆
Kenapa dirinya memilih untuk kembali? Apa yang dirinya sesali di masa menjadi manusia?
∆∆∆
Awalnya gelap lalu lama kelamaan menjadi putih dan perlahan, Sena bisa melihat keadaan sekitarnya. Saat ini dia berdiri di depan sebuah cafe yang amat dia kenali. Cafe yang selama berbulan-bulan dirinya tinggali selagi menunggu masa transisi kehidupannya. Bedanya adalah tempat itu kini terlihat selayaknya sebuah cafe yang hidup. Kendati sekarang sudah memasuki waktu malam, lampu temaram dari dalam mengesankan atmosfer kehangatan. Beberapa orang tengah duduk di dalamnya, bercengkrama sambil sesekali menyantap kudapan di meja.
Sena dibuat linglung sejenak sebelum meneliti penampilannya sendiri di kaca pintu masuk cafe yang memantulkan bayangnya. Celana pendek dan kaos berwarna hitam melekat di tubuhnya disertai sepasang sendal jepit. Kedua tangannya memegang dua galon kosong. Rambutnya panjang sebahu, agak ikal di ujungnya.
Aneh. Gaya macam apa ini?
Belum lagi sempat menertawakan dirinya sendiri, tiba-tiba pintu terkuak dari dalam, menampilkan satu sosok lelaki dengan celemek hitam yang setengahnya sudah memutih karena dikotori oleh tepung. "Bang, lo mau diem aja di situ?"
Sena mengerjap, tersadar dari lamunannya sendiri, "iya gimana?"
"Lo mau kapan isi galonnya? Gue liat-liat udah hampir sepuluh menit lo diem bae. Gue takut lo kesambet."
Sena melirik pada nametag di baju lelaki di depannya, "Sandi?"
"Bang?"
"Sandi?"
"Ahelah, Bang. Buruan. Gue lagi ngadonin pastry nih." Sandi sudah balik badan, berniat kembali memasuki cafe sebelum Sena buru-buru mencegatnya.
"Sandi!"
"Kenapa lagi, Bang?"
"Beli galonnya dimana?"
"Hah?" Sandi mengernyit heran.
"Iya dimana?"
"Di tukang galon, Bang." Sandi melirik takut-takut lalu berjalan mendekati Sena. Tangannya terangkat menyentuh dahi. "Masih aman. Dah ah bisa-bisa overcooked pastry gue. Oiya jangan lupa baliknya beli bye-bye fever. Gws, Bang!"
Belum sempat Sena berbicara, Sandi sudah menghilang di balik pintu. Menyisakan Sena yang lagi-lagi menumpuk sejuta tanya.
Ini dimana?
Aku siapa?
Aku kembali sebagai apa?
Ah ya, dimana Esha?
Katanya dia akan menemaniku?
Beberapa detik kemudian, Sena bisa merasakan hawa menusuk dari arah kanannya. Dia dibuat kaget karena ternyata Sandi tengah memperhatikan dirinya dari belakang meja pantry disertai kedua mata yang menyipit tajam. Sena buru-buru berjalan, mencoba keluar dari jangkaun mata mematikan itu. Setelah beberapa langkah, dirinya menengadah, memandang langit gelap yang purna. Seluruhnya hitam bahkan bulan pun ikut tersaput awan.
Kapan terakhir kali dirinya memiliki waktu untuk berjalan-jalan begini?
Di masa transisinya, Sena sangat ingat bahwa dirinya hanyalah seonggok daging bernyawa. Satu-satunya hal yang dia lakukan dengan benar adalah bernapas. Sisanya dipenuhi banyak tanya dan pergolakan batin. Dia juga sesekali merampas beberapa bungkus rokok dari makhluk lain yang secara kebetulan melewati cafe yang ditempatinya. Pikirannya kosong. Tidak ada satupun memori yang dia ingat. Semua terbasuh dan hilang begitu saja, membuatnya semakin kacau.
Kenapa dirinya memilih untuk kembali? Apa yang dirinya sesali di masa menjadi manusia?
Seberkas cahaya terang tiba-tiba menyilaukan matanya. Satu motor dari belokan pertigaan melaju ke arah Sena dengan kecepatan tinggi. Lelaki itu terkesiap, sigap memeluk erat galon-galon di tangannya. Naas satu galon tidak berhasil dia selamatkan, terpental ke sisi lain jalan menyebabkan suara gaduh seketika terdengar. Sedangkan sang pengemudi cepat berhenti.
Sesosok gadis tertampil dibalik helm dengan wajah garang, "Jalan pake mata!"
Sena baru akan melontarkan kalimat pembelaan namun gadis itu keburu pergi sembari menarik pedal gas dalam-dalam. Memecah keheningan dengan suara deru mesin motornya.
"Jalan kan pakai kaki!" Sena berseru kesal. Dirinyaa menatap ke bawah, memungut galon yang terjatuh dan memastikannya baik-baik saja. Lalu dalam sekerlip pandang, dirinya mendapati sesuatu yang berkilau tergeletak di sudut jalan. Ragu-ragu dia mendekat dan menarik seuntai kalung berwarna perak dengan liontin mawar yang indah.
Berbekal firasatnya yang mengatakan bahwa kalung tersebut adalah milk gadis tadi, Sena mengantonginya dengan apik. Dia melanjutkan langkah dalam misi mengisi galon sampai akhirnya menemukan tempat isi ulang yang dimaksud Sandi. Tidak terlalu sulit karena dari pertigaan tadi, Sena hanya perlu menengok kanan kiri dan dengan tulisan besar 'galon isi ulang' nya itu, langsung dikenali dengan mudah.
Setelah melakukan isi ulang dan meminta pemiliknya untuk mengantarkan dua galon itu langsung ke cafe, Sena balik badan, melewati jalan tadi. Dia bersenandung kecil, mengirup udara malam dalam-dalam. Langkahnya tiba-tiba terhenti ketika satu kelebat bayangan keluar dari dinding samping dan mendarat tepat di depannya. Dirinya mengernyit heran lalu dari bentuk kepala botaknya, Sena bisa mengenali dia sebagai Esha.
"Kamu di sini rupanya."
"Kamu telat. Aku sudah berada di sini lebih lama." Sena menatap sewot.
"Yah. Setidaknya hal yang pertama kamu lakukan adalah menjadi tukang isi galon dengan penampilan..." Esha memandang penuh cemooh. "Buruk."
Sena mengibaskan rambut sebahunya. "Setidaknya aku punya rambut."
"Aku punya rambut." Kedua tangan Esha menyala, api biru berkobar penuh semangat. "Aku hanya memilih untuk memangkasnya habis."
Sena hanya acuh. "Dan tidak akan pernah tumbuh lagi."
Belum sempat membalas Sena, cahaya terang keburu melingkupi seluruh tubuh Esha. Menyilaukan pandangan Aksena sampai lelaku itu perlu mengahalaunya dengan kedua lengan. Sehabis terang itu musnah, Sena menurunkan lengannya dan dibuat terkejut parah.
"ESHA?!"
"Apa? Kamu terkejut? Aku baru saja memperlihatkan kehebatanku yang lain. Tidak perlu bereaksi berlebihan. Aku bisa lebih dari ini."
Sena saat ini benar-benar tidak bisa mempercayai penglihatannya. Lelaki itu membuka fitur kamera di ponsel, mengambil sebuah potret dan menyodorkannya pada Esha. Tatapan Esha setlahnya benar-benar mengerikan.
"APA?! KENAPA AKU BERUBAH MENJADI KUCING?!"
Sena menahan gelaknya mati-matian, "Perlu ku ingatkan, kamu berubah menjadi kucing oren."
"APA YANG TERJADI?"
"Entahlah. Mungkin azab karena kamu selalu mencemoohku." Sena dengan jahil mencolek ekor Esha dan ngakak habis-habisan.
-
Author's note,
Hi, thanks for enjoy~
See you!
KAMU SEDANG MEMBACA
Resiliensi |
Fantasy[ Follow sebelum membaca ] "The capacity to withstand or to recover quickly from difficulties; toughness." Aksena sungguh tahu bahwa selalu ada batas untuk segala hal yang ada di dunia ini pun di dunia-nya. Tapi dia tidak pernah terpikir sedikitpun...