6. Symbol Tattoo

13 3 0
                                    

∆∆∆

"Setidaknya beritahu aku kemana sepagi ini?"

"Tempat sakral kaumku."

∆

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sena mengerjap. Matanya menyapu sekeliling. Dirinya tengah duduk di sebuah bangku taman yang indah. Pepohonan hijau berdaun rimbun menutupi sinar mentari yang tengah terik bersinar. Bangku-bangku taman berjejer rapi menghadap danau hijau nan luas. Memperlihatkan betapa tenang air di dalamnya. Entah mengapa, perasaan nyaman dan asing menyergap bersamaan.

Taman ini terasa asing. Seperti tempat imajiner sekaligus tempat yang Sena kenali. Sesuatu yang hangat meluruh dari hatinya. Perasaan nyaman hinggap bersamaan angin sejuk menerpa wajah Sena yang damai.

"Aksena!"

Tiba-tiba satu suara gadis terdengar. Sena menoleh lalu mendapati Rella tengah berjalan menghampiri seorang lelaki di sudut taman. Seketika jantung Sena berdegup kencang.

Dia siapa?

Sena mengerutkan dahi, meneliti dengan jelas lelaki yang sedang dihampiri Rella. Kendati posisinya duduk menyamping, ada bagian dari sudut itu yang terlihat dan tentu dirinya jelas mengetahui siapa lelaki itu.

Benar. Lelaki yang Rella panggil adalah dirinya... Aksena. Bagaimana Rella tau nama panjangnya? Di pertemuan terakhir dirinya menyebut nama Sena saja. Bukan Aksena.

Dan lagi... Mengapa dirinya ada di sana?

Senyum yang merekah dari bibir Rella semakin membuat debar Sena menggila. Dia berdiri, berniat menghampiri Rella. Memastikan apakah ini nyata atau... ilusi dari bunga tidurnya? Aatau yang lebih parah, apakah mungkin ini adalah keping kenangan masa lalunya?

Belum sempat dirinya melangkah, rasa sakit di kepala Sena menyengat hebat. Langkahnya limbung. Dirinya kemudian terjatuh. Tapi tidak seperti keterjatuhan yang sudah dia kira. Jatuh kali ini malah tidak berdasar. Tanah yang semula dipijaknya berubah menjadi jurang hitam yang terus menelannya. Hingga seluruh cahaya memudar seiring dengan kesadarannya yang menghilang.

"AKSENA!!"

Segera setelah teriakan itu terdengar, Sena terperanjat dari tidurnya. Napasnya terengah-engah seakan baru saja melakukan lari marathon. Di depannya, kepala Esha yang masih berbentuk kucing oren itu meliuk kebingungan.

Resiliensi |Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang