7. Cyan Lake

7 3 0
                                    

∆∆∆

Rella berteriak putus asa mendapati tubuh Mamanya yang terkapar mengenaskan di ruang tamu. Mulutnya berbusa, kedua matanya masih terbuka, melotot tajam ke langit-langit rumah.

∆∆∆

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

∆∆∆

Udara pagi berembus menerbangkan helai-helai rambut Sena. Esha berjalan di depan, menuntun langkahnya. Sudah lebih dari 15 menit berlalu sejak mereka turun dari mobil dan memasuki satu kawasan hutan tropis yang terletak di sudut kota. Area ini memang terkenal sebagai destinasi wisata alam yang banyak dikunjungi untuk hiking karena terdapat gunung dan bukit-bukit yang seluruhnya hijau.

Otak Sena yang semraut dari semalam, perlahan menjadi tenang. Pemandangannya sungguh luar biasa indah. Samar-samar terdengar gemericik air yang semakin jelas seiring langkah Sena yang mendekat ke tempat tujuan yang Esha maksud.

"Ada sungai?"

"Kamu mendengarnya?"

"Tentu saja, telingaku masih berfungsi dengan baik." Sena membalas sewot.

"Hanya orang-orang tertentu yang bisa mendengarnya. Berarti benar. Energimu sepenuhnya bukan lagi sebagai manusia. Bukan makhluk dari dimensi ini."

Sena melirik sekilas sebelum dibuat ternganga oleh pemandangan di depannya. Terdapat sebuah danau yang teramat luas dikelilingi oleh pegunungan batu menjulang tinggi. Seluruhnya berwana cyan. Salju yang menutupi puncak gunung membuat Sena yakin bahwa tempat ini bukan lagi ada di bumi. Ditambah di ujung sana, ada air terjun yang mengalir, memberi riak di bawahnya.

Ini pasti dimensi lain! Tidak akan ada tempat yang seindah ini di belahan dunia manapun di dimensi ini!

Bahkan Sena sekilas melihat seperti meteor yang melintas padahal langit masih pagi? Keterkejutan itu benar-benar membungkam Sena seutuhnya.

Esha terus berjalan ke depan, menuju jembatan yang menjorok ke tengah danau. Perlahan, wujudnya berubah kembali menjadi bentuk manusia. Esha kemudian berbalik seraya memberikan seringai menyebalkan pada Sena yang masih terkagum-kagum. "Kami menyebut tempat ini Moraine."

"Esha! Kamu kembali ke wujud manusia? Bagaimana bisa?"

Tatapan sombong itu kembali terlihat. "Karena kita berada di dimensi lain.Wah aku sangat merindukan seluruh otot-ototku ini." Esha membelai bisepnya dengan penuh damba.

Resiliensi |Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang