S1 || A suprise

3K 199 0
                                    

***

“Andai Haris tidak buta akan cinta terlarang kalian berdua, maka semua ini tidak akan serumit ini. Saya tidak tahan membiarkan orang luar tak tahu diri seperti kalian tetap berada di keluarga ini. Kedepannya kalian harus menjaga sikap jika tidak ingin saya usir secara tak hormat dari sini!” lanjutnya dengan napas memburu. Pria paruh baya itu bahkan sampai berdiri dari kursi kekuasaannya. Seraya menunjuk-nunjuk kearah dua wanita yang disebut-sebut sebagai jalang tak tahu diri tadi.

Finally. Marvin sangat puas mendengarnya.

“Ceroboh.” gumamnya pelan seraya tersenyum miring dengan posisi yang masih tertunduk sedari tadi. Akan tetapi, hal tersebut masih bisa ditangkap oleh pandangan Arnav yang nampak heran di seberangnya.

***

“Baru dibela sekali seperti tadi, sudah membuatmu bahagia setinggi langit, huh?” sindir Benzo pada Marvin yang masih menempati kursinya.

Makan malam telah berakhir beberapa menit yang lalu. Dan kini tersisa Benzo, Arnav serta Marvin disini.

Tak mendapati balasan seperti biasa, seketika membuat Benzo geram sampai-sampai menggebrak meja mewah dihadapannya hingga berbunyi nyaring.

BRAK!

“Tidakkah kau lelah berpura-pura bisu selama 10 tahun terakhir, Marvin? Sebenarnya, apa tujuan sampahmu selama ini, ha?!” bentak Benzo dengan pandangan menusuk. Sementara Arnav yang menyaksikannya pun terkekeh geli seraya menopang sebelah dagunya.

“Tentu saja melelahkan, Benzo,” terdengar balasan dari pemuda yang disebut-sebut sebagai bisu tadi.

DEG!

“Melelahkan sekali untuk menunggu timing yang tepat agar kau segera angkat kaki dari sini. Dan apa katamu tadi? Sampah?” ejeknya seraya tertawa terbahak-bahak setelahnya. Tidak ada lagi, sikap sok lemah nan penakutnya sedari awal.

Tidak ada lagi, ekspresi menyedihkan seorang Daffindra Marvin Pramudya. Karena yang tersisa, hanyalah Marvin dengan tatapan dan senyum bengisnya. “Sama halnya dengan tak akan ada maling yang mau mengaku, maka tidak akan ada sampah yang mau mengakui bahwa dirinya juga sampah, bukan?”

“Bagus. Perlihatkan semua topengmu, Marvin. Aku sudah menunggunya sejak lama,” tantang Benzo seraya melemparkan sebuah pisau buah ditangannya hingga mengenai permukaan wajah sebelah kanan pemuda itu.

Goresan tidak terlalu panjang, akan tetapi cukup dalam, kini menghiasi wajah Marvin.

Arnav yang menyaksikannya pun terkejut seraya memekik tertahan. “Wow, a surprise, huh?”

Sementara Marvin yang mendapatkan serangan tadi pun, hanya berdecak seraya tersenyum miring. “Terimakasih, Benzo. Karenamu, tetesan darah keturunan asli Pramudya tertampang jelas dihadapan kalian, sekarang. Jadi, kuharap kedepannya kalian sadar diri. Karena aku bukan orang penyabar. Dan sangat menjijikkan bersikap seakan-akan seorang Daffindra Marvin Pramudya adalah orang paling sabar di dunia ini. Apalagi bersabar demi orang luar tak tahu diri seperti kalian,” sarkasnya balik seraya menghunuskan kembali pisau buah yang sempat melukai permukaan wajahnya, hingga kini melukai sudut bibir pria yang dianggap-anggap sebagai sulung Pramudya selama ini.

“Kau terlalu banyak membual selama ini. Dan lihatlah! Meskipun pisau tadi terdapat goresan darah asli keluarga Pramudya, bukan berarti saat melukai balik wajah sampahmu kemudian darahmu juga bercampur menjadi satu, maka bukan berarti semudah itu menghapus fakta bahwa selamanya, kau bukan sulung keluarga Pramudya.”

“Sudah ku peringatkan dari awal. Jika kuberi kursi di tempat ini, jangan sampai lupa diri. Karena kedepannya, semuanya tidak akan sesederhana itu lagi.” lanjutnya seraya tersenyum misterius yang kemudian menegakkan tubuhnya dari kursi yang ditempatinya, setelahnya tanpa sepatah katapun lagi, pemuda itu melangkah meninggalkan dua sampah yang terdiam kaku dengan masing-masing kedua tangannya mengepal menahan amarah.

“Benzo, kau memang ceroboh!” bentak Arnav pada Benzo yang seketika membenturkan kepalanya berkali-kali seraya mengumpat pada meja makan dihadapannya itu.

***

𝐄𝐫𝐢𝐜𝐤𝐚'𝐬 𝐒𝐞𝐜𝐨𝐧𝐝 𝐋𝐢𝐟𝐞: 𝐓𝐫𝐚𝐧𝐬𝐦𝐢𝐠𝐫𝐚𝐭𝐢𝐨𝐧✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang