S1 || I know but i won't tell you

3K 168 0
                                    


***

Saat ini, yang mengetahui bahwa bungsu Pramudya itu sebenarnya masih bisa bicara—tidak bisu adalah penghuni mansion-nya, sekaligus dua batu loncatannya.

Sejauh ini, alur berjalan dengan lancar dan membosankan, bagi Marvin.

Tidak bagi Liesha yang masih berambisi mengumpulkan bukti-bukti terkait dimana keberadaannya selama beberapa minggu terakhir.

Huft, sungguh disayangkan. Seharusnya, Marvin memberitahu gadis itu tentang apa yang terjadi sebenarnya, tapi sepertinya...

Ini belum saatnya.

“Aku tahu, tapi aku tidak ingin memberitahumu.” monolognya seraya menatap sebuah nampan berisi makanan kesukaannya yang baru saja diantarkan oleh female asistant nya itu.

Katakanlah, Marvin licik. Karena itu memang benar adanya. Dia tahu, tapi memilih pura-pura tak tahu. Itu semua dilakukannya demi bisa bersama pada Liesha di dunia yang sekarang.

Ingatlah, bahwa kesempatan tidak datang dua kali. Maka inilah yang dilakukannya, sekarang.

Bersikap selayaknya penulis script drama yang akan membuang alur yang sebenarnya kemudian menggantinya dengan alur yang diinginkannya.

Jika adiknya bisa, kenapa ia tidak?

“Seharusnya aku marah padamu, Ayesha. Tapi ini bukan saatnya untuk marah. Untuk sementara, aku akan menyimpan rasa amarahku dan akan sedikit berterimakasih padamu nanti...” racaunya seraya memungut sebuah buku novel dengan sampul yang cukup mewah berwarna hitam keemasan yang sempat dilemparnya ke sembarang arah kemudian meletakkannya kembali ketempat semula.

***

Disisi lain, ada Liesha dengan sebuah notebook yang telah berisi ratusan kata yang ditulisnya. Semua ini pikirannya dituangkannya dalam buku tersebut.

Berusaha mengumpulkan clue-clue yang didapat sekaligus menganalisa hal yang akhir-akhir cukup janggal menurutnya.

“Pertama, gue terbangun layaknya orang bego yang ngga tahu apa-apa, selain identitas awal tubuh ini.”

“Kedua, trauma Marvin makin sering kambuh dan...”

“...Kabar dia yang ternyata bisa bicara lagi, cukup bikin gue shock. Bukannya jelas-jelas orang-orang mansion mengatakan kalau Marvin hampir tidak bicara lagi selama 10 tahun karena trauma-nya, apa iya karena trauma-nya yang terakhir, dia mendadak bisa bicara lagi?”

“Ck. Bangsat! Kayaknya ada beberapa hal yang gue lewatkan.” racaunya seraya mengacak-acak rambutnya sendiri. Habisnya dia Frustasi.

Setidaknya berikan dia sedikit clue yang lebih jelas dikit, kek!

***

“Tuan muda memanggil saya? Anda baik-baik saja, kan?” tanya Liesha yang nampak khawatir. Pasalnya, kala ia sedang frustasi dengan notebook nya tadi, tiba-tiba ia mendapat panggilan oleh sang Tuan muda.

“Kemari.” kata Marvin singkat. Pemuda itu nampaknya masih pucat. Binar matanya yang redup tertampang jelas dibalik kacamata dengan frame kotak yang digunakannya.

Jika sudah seperti ini, berarti Tuan mudanya sudah baik-baik saja, kan?

Liesha pun segera mendekat kearah sang Tuan muda yang berkutat dengan beberapa tumpukan kertas yang sama.

Kertas-kertas yang nampak sama, kala pertemuan pertamanya waktu itu.

Sebenarnya, Liesha masih penasaran. Maka yang dilakukannya sekarang adalah menatap lamat-lamat keadaan sekeliling ruangan pribadi sang Tuan mudanya ini.

Dan Liesha baru menyadari...

Ternyata ada banyak rak buku besar yang menempel pada dinding yang tak kalah mewah. Buku-buku seukuran buku novel dan sepertinya, tuan mudanya ini pecinta buku novel?

“Liesha...,” panggil Marvin seraya melepaskan kacamata yang digunakannya hingga setelahnya, pandangan keduanya pun bertemu.

Iris biru safir yang dingin, bertubrukan dengan iris abu-abunya.

1 detik

2 detik

Masih hening.

Ditatap lamat seperti itu, menbuat Liesha diam-diam ketar-ketir sendiri.

Apa dia membuat kesalahan?

Maka dia akan dihukum, sekarang?

***

𝐄𝐫𝐢𝐜𝐤𝐚'𝐬 𝐒𝐞𝐜𝐨𝐧𝐝 𝐋𝐢𝐟𝐞: 𝐓𝐫𝐚𝐧𝐬𝐦𝐢𝐠𝐫𝐚𝐭𝐢𝐨𝐧✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang