1

408 40 3
                                    


"Ah! Seul-ha! Kau di sini ternyata." Ujar Jandi saat melihat Seul-Ha yang sedang berada tidak jauh dari kerumunan siswa-siswi yang berkumpul. Seul-Ha membalas dengan mengangkat tangan kanannya. Jandi menanggapi dengan lambaian tangan yang sama, lalu mengayuh sepedanya mendekat ke arah Seul-Ha.

"Ha, sepertinya Lee Min-Ha tidak tahan," seorang anak laki-laki menggoda, berteriak keras ‘lemah’ pada sosok yang dimaksud.

"Wow, itu tidak bertahan lama. Baru beberapa hari," seorang gadis berkomentar, suaranya hampir terdengar kecewa.

"Aku selalu tahu dia lemah," tambah gadis lainnya sambil mengacak-acak rambutnya.

'Lemah... Lee Min-Ha? Tidak bertahan lama...? Tidak tahan...? Berdiri di pembatas gedung...? Bunuh diri! Lee Min-Ha bunuh diri!' pikir Seul-Ha, akhirnya menyadari apa yang sedang terjadi dan, lebih penting lagi, apa yang kemungkinan besar akan terjadi.

'Tunggu! Shinhwa? Bunuh diri...? Jandi... Lee Min-Ha... Adegan ini... Aku tahu adegan ini!' batin Seul-Ha, mendapati kenangan dari kehidupan pertamanya mulai kembali. Ini adalah titik awal yang mengubah segalanya. Kenangan tentang bagaimana Jandi, seorang gadis dari kalangan bawah, bisa bersekolah di Shinhwa dan akhirnya dekat dengan F4.

Tapi apapun yang terjadi, di kehidupan pertama atau kedua, Seul-Ha tidak bisa membiarkan seseorang mati di depan matanya... lagi, apalagi jika itu bunuh diri.

"Yang kalah seharusnya tidak bermulut buruk—" Sebelum seorang gadis dalam kerumunan itu selesai berbicara, Seul-Ha sudah memotongnya.

"Jandi! Orang yang berdiri di atas gedung itu Lee Min-Ha, si pemilik baju laundry!" ujar Seul-Ha, suaranya tegas dan penuh urgensi. Tanpa ragu, ia melompat turun dari sepedanya, tetapi sebelum berlari ke arah gedung, ia harus memastikan akses menuju tempat itu tidak terhalang.

Dengan gerakan cepat, ia mendekati seorang siswa yang tampak ragu-ragu di pinggir kerumunan. Tanpa kehilangan momentum, Seul-Ha mengajukan pertanyaan dengan nada yang tegas namun tidak mengintimidasi. "Hei, tangga ke atap ada di mana?"

Siswa itu terkejut sejenak, lalu menunjuk ke sisi gedung tanpa berkata banyak. Seul-Ha hanya mengangguk dengan percaya diri dan langsung berlari menuju arah yang ditunjuk, di susul jandi dibelakang nya sambil membawa pakaian seragam Shinhwa milik Lee Min-ha yang di laundry di tempatnya. 

Saat berjalan cepat menuju gedung, pikirannya terus berputar. Skenario terbaik: ia bisa bicara dengan Lee Min-Ha sebelum dia benar-benar melakukan nekat. Skenario terburuk: ia harus ada di sana jika anak itu kehilangan keseimbangan. Tidak ada waktu untuk ragu.

Seul-Ha memikirkan cara terbaik untuk mendekati situasi ini. Jika aku terlalu memaksa, dia bisa semakin defensif dan menutup diri. Tapi jika aku terlalu lembut, dia mungkin tidak akan menganggap serius ancaman yang ada di depan matanya. Semua strategi yang ia miliki dipertimbangkan dalam hitungan detik, otaknya yang tajam tidak berhenti mencari solusi. Ia harus memilih pendekatan yang bisa mengatasi situasi ini tanpa memperburuknya.

=====
Ajaibnya, keduanya menemukan atap dengan mudah.

Terlalu banyak orang, dan mereka membawa stik golf. Pembully-an, pikir Seul-Ha. Ia dan Jandi berusaha menerobos kerumunan siswa-siswi Shinhwa yang berkumpul di atas atap.

“Ini yang kamu mau, kan?” suara Lee Min-Ha terdengar lemah, menggigil di telinga Jandi, dan Seul-Ha merasakan keputusasaan yang dalam. Tanpa ragu, ia melangkah maju, siap bertindak.

Tak ada yang berbicara di atap, hanya kerumunan di bawah yang berteriak nyaring, meneriakkan ‘lompat, lompat, lompat.’

"Oke, aku akan memberikan apa yang kamu inginkan," Lee Min-Ha berbalik untuk melihat ke bawah.

Seul Ha_ [Slow Up]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang