Kalau ada typo tolong kasih tau di kolom komen ya, biar bisa mudah membantu Nanti untuk ku perbaiki.
=====
Suara telepon masuk membuat Seul-ha, yang hampir selesai dengan nyanyiannya, berhenti. Dia meraih ponsel lipat yang ada di saku jaketnya. Tertera jelas panggilan masuk dari Ha-na.
"Yes, Han. Oh, kau sudah datang? Di depan kelas? Oke, aku sedang ke sana." Seul-ha berdiri, merapikan gitarnya, dan memasukkannya kembali ke dalam tas gitar.
Ji Hoo mundur dari pintu begitu Seul-ha membuka pintunya. Seul-ha berjalan terburu-buru sambil terus berbicara dengan Ha-na yang sudah menunggu di depan kelas. "Aku di mana? Balkon. Iya, nanti aku temani ke ruang guru. Perpustakaan? Untuk apa? Kembalikan buku? Oke. Apa?! 3 bulan!? Sudah selama itu kau pinjam? Wah, tamat sudah." Tanpa sadar, Seul-ha melewati Ji Hoo yang sedang memperhatikannya dengan ekspresi tenang.
---
"Hah!? Jadi, kau benar-benar nggak suka F4?"
Seul-ha duduk di perpustakaan, setelah mendapat omelan dari guru penjaga perpustakaan SMA Shinhwa karena terlambat mengembalikan buku. Sudah tiga bulan, ditambah lagi nggak cuma tiga buku, tapi sebelas buku, semuanya novel. Seul-ha hanya bisa menggeleng. Teman barunya ini memang unik.
Selain menjadi otaku sejati, Ha-na juga seorang penggemar dunia fiksi, terutama fantasi romantis, dan kebanyakan novel barat. Seul-ha baru mengetahui bahwa Ha-na adalah satu-satunya orang yang sama sekali tidak terpengaruh F4. Ha-na tidak suka dengan mereka sejak kecil, bahkan sejak masuk TK Shinhwa.
"Iya, malas aja lihat mereka," jawab Ha-na, mendengus dengan ekspresi cemberut. "Gantengan Neji sama Gara, seksi-an juga Damon Salvatore..." Ha-na terus menyebutkan berbagai tokoh cowok fiksi, baik dari anime maupun novel yang sudah dia baca, sambil membandingkan mereka dengan F4, yang menurutnya tak ada apa-apanya dibanding segudang "husbando" yang dia punya.
Seul-ha merasa senang memiliki teman sekelas seperti Ha-na, bukan seperti teman sekelas Jan-di yang terkesan plastik dari ujung kaki sampai kepala—minus rambut, tentu saja.
Dengan suara pelan, takut dimarahi lagi oleh guru penjaga perpustakaan, namun tetap terdengar bersemangat, Seul-ha berkata, "Kau benar! Mereka nggak ada apa-apanya dibanding ayang kita. Mana mereka suka bullying orang seenaknya, lagi-lagi cuma main belakang."
Ha-na mengangguk semangat. "Setuju! Lebih baik mereka pergi. Tau nggak, tadi malam ada anime baru lho, banyak banget yang seru!"
"Serius!? Sayang banget, aku semalam ketiduran. Apa nama animenya?"
Keduanya pun kembali membicarakan anime dan novel fantasi. Seul-ha lebih suka novel fantasi ilmiah, sementara Ha-na lebih suka fantasi romantis, ditambah komik manga, baik buku maupun online. Percakapan mereka berlanjut, membahas gosip sekolah dan drama TV, hingga akhirnya keluar dari perpustakaan menuju kelas. Tak henti-hentinya, mereka bercanda dan tertawa, menunjukkan keakraban dan kebahagiaan yang khas sahabat lama.
====
Satu hari berlalu seperti biasa. Hanya saja, Ha-na memutuskan untuk mampir ke Hye-cake dan juga ke tempat les latihan taekwondo di mana Seul-ha mengajar.
Keesokan harinya, Seul-ha terkejut saat Ha-na menjemputnya ke sekolah. Kini, keduanya bersandar pada pagar pembatas koridor lantai dua sekolah menengah atas Shinhwa, yang tingginya hanya sepinggang.
Beberapa murid SMA Shinhwa berjalan dan berdiri berkelompok dengan teman-teman dekat mereka, melewati kedua gadis itu.
"Jika ada seseorang yang isekai jiwanya ke sebuah novel atau... misalnya, drama. Heroin cerita itu dibuli awalnya oleh male lead. Si jiwa yang berpindah itu kenal dan berteman dengan si heroin... Keduanya sama-sama dari kalangan biasa." Seul-ha, yang baru menelan kunyahan cemilan rumput laut, menanyakan hal yang sudah mengganjal di hatinya sejak bersekolah di Shinhwa, kepada Ha-na yang sedang membaca komik fantasi-romantis. "Dan jika itu kamu, Han, apa yang akan kamu lakukan? Membantu secara langsung dengan ikut terlibat atau membiarkan saja?"
Ha-na menoleh ke Seul-ha dan dengan polos serta apa adanya menjawab, "Tergantung akhir pembuliannya dan cerita. Apakah pembuliannya berhenti karena si male lead jatuh cinta sama si heroin, apakah keduanya bakal bersama dan bahagia atau tidak di akhir cerita."
Mendengarnya, Seul-ha tertegun sejenak, lalu menoleh dan menatap Ha-na. "Tergantung akhir pembuliannya dan akhir cerita...?"
"Iya," jawab Ha-na. "Jika kedua akhir itu baik, maka tak perlu turun tangan langsung yang mungkin bisa menyebabkan efek kupu-kupu negatif, seperti plotnya kacau dan akhir yang baik berubah buruk. Tapi bukan berarti kamu nggak bisa menolong si heroin, karena sebagai teman, kamu harus menolong temanmu, kan? Salah satu gunanya pertemanan. Kamu bisa menolongnya diam-diam. Dan jika kedua akhirnya bisa buruk, lupakan soal plot, si heroin itu teman si jiwa yang isekai itu, buat plot berakhir bahagia untuk semua tokoh."
Ha-na menjelaskan panjang lebar sambil tersenyum. Jika membahas hal-hal berbau fantasi, otak dan kebijaksanaan Ha-na berjalan dengan sangat baik. "Tapi... kalau itu kamu, Seul-chan, kamu pasti tahu apa yang harus dan sebaiknya kamu lakukan. Lagipula si heroin itu teman si jiwa di dunia barunya, kan?"
Seul-ha tersenyum pada Ha-na. "Kau benar."
"F4!!!" Itu dia. Suara cempreng seorang perempuan yang khas. Sudah jadi hal biasa di telinga Seul-ha ketika F4 memasuki gedung SMA Shinhwa dengan acuh dan cool-nya, dengan pencahayaan yang sesuai di belakang mereka, membuat keempat pemuda SMA itu terlihat semakin tampan dan misterius. Mereka tak mengenakan seragam, hanya pakaian mahal yang sangat bagus. Semua murid lain, kecuali Seul-ha, Ha-na, dan Jan-di, hanya menonton di lorong lantai bawah dekat tangga.
---
Seorang siswi SMA berdiri di depan F4, tepat di depan Goo Jun Pyo, tidak menyingkir seperti yang lain. Di tangannya terulur sebuah kue tart dengan krim putih dan hiasan buah stroberi di atasnya, yang dia serahkan kepada Jun Pyo yang hanya menatapnya.Dapat seul-ha lihat dengan jelas dari atas, kue tersebut jelas buatan tangan sendiri bukan koki.
Semua murid terkejut saat Jun Pyo mengambil kue itu, seolah menerima dengan tidak acuh. Seul-ha bisa melihat dengan jelas dari atas bahwa kue itu jelas buatan tangan, bukan hasil koki. Dirinya hanya bisa memejamkan mata dan meringis, merasa iba, tak sanggup melihat adegan selanjutnya yang sudah bisa dia tebak dengan benar.
Jun Pyo, dengan santai dan tanpa rasa bersalah, langsung menghantamkan kue itu ke muka si siswi, di depan umum.
"Anak setan, tidak bisakah dia menolak dengan baik-baik? Atau sekadar lewat saja tanpa menghiraukan cewek itu? Dikira bikin kue gampang kali," Seul-ha mengutuk Jun Pyo dalam hatinya. Dia membuka matanya dan menatap dengan miris pada si cewek yang usahanya tak dihargai sedikit pun oleh Jun Pyo. "Apa yang kalian harapkan dari tokoh anak mami ini?".
Seul-ha merasa kesal, tapi di dalam hatinya, dia juga merasa sangat kasihan pada si siswi yang telah dianiaya begitu saja di depan umum. Wajahnya dipenuhi kekesalan, namun dia tahu bahwa dirinya tak bisa berbuat banyak dari jauh. Bahkan jika dia bisa, rasanya tak ada yang bisa menghentikan kejadian seperti ini, terutama jika berhubungan dengan F4 yang memiliki status sosial tinggi dan hampir tak terkalahkan di sekolah ini.
"Yah, begitulah mereka," gumam Ha-na, yang masih terfokus pada komiknya, meskipun nada suaranya penuh keprihatinan. "Sepertinya nggak ada yang bisa mengubah mereka. Mereka udah terlanjur merasa di atas segalanya."
Seul-ha mendengus pelan, tak setuju dengan pandangan Ha-na. "Memang, tapi bukan berarti kita harus diam saja. Terkadang, orang yang merasa terkuat justru yang paling rapuh, kan?"
Ha-na menoleh, melihat tatapan serius Seul-ha. "Kamu benar. Tapi aku rasa mereka akan terus seperti itu, sampai mereka dipertemukan dengan seseorang yang benar-benar bisa mengubah mereka... Atau sampai mereka belajar dari pengalaman mereka sendiri."
'Dan orang itu adalah Geum jandi, sang female lead dunia drakor ini', batin choi seulha.
======
