"Maksud lu apaan anjing jak." Satu pukulan lolos ke pipi Jaka saat ia baru memasuki markas 95.
"Bang, tahan bang." Naka menarik Sang Ketua 95, Wonu.
Wonu mengetahui semua yang terjadi di 95, ia marah. Terlebih pada wakil nya, Jaka. Menurut Wonu, Jaka terlalu gegabah dan tidak baik dalam berkomunikasi.
"Kalo dari awal lu gak nahan buat komunikasiin sama gua gini, gak akan jak si Jopan keluar dari 95." Jaka terdiam, menunduk. Jaka tau ia salah membuat keputusan.
"Gua gak suka liat anggota gua luka gara-gata orang lain dan kita cuma bisa diem doang! Kayak orang dongo tau gak lu!"
Wonu menarik Jaka agar menatap ke arah nya.
" Jak, gua masih ketua jak. Mau gua sibuk atau apapun tolong komunikasi sama gua! Lu pikir gua seneng liat anggota gua jadi gini?""Bang gua minta maaf banget. Gua takut banget ganggu kesibukan lu." Sesal Jaka.
"Bang, emang dengan lu minta maaf gini bisa balikin bang Jopan ke 95? Lu sadar dong, lu hancurin 95!" Seru salah satu anggota mereka, Marka.
"Mar! Lu diem, gak usah kacau in keadaan." Tegur Naka.
Salah satu anggota yang lebih tua yaitu, Abian, memberi kode untuk Haikal membawa para anggota yang lebih muda keluar dari markas terlebih dahulu. Abian rasa mereka butuh ruang terlebih dahulu.
Wonu menghela nafas panjang, ia sudah melepaskan cengkraman nya pada Jaka. Mendudukan diri nya pada salah satu sofa di ruangan itu. Markas kini sangat panas walau udara nya dingin, tidak ada obrolan hangat seperti biasa nya.
"Ini bukan pertama kali 95 ribut, bahkan sebelum ada kalian disini udah sering. Tapi gak ada yang pernah keluar dari 95 karena ribut sesama anggota."
"Gua gatau harus gimana, kalo emang Jopan gak bisa balik ke 95, gua terima. Gua pergi dulu, jak tolong buat kedepan nya komunikasi sama gua, tolong banget." Wonu segera menyabet kunci motor nya dan keluar dari markas 95.
"Jak, ayo keluar sama gua." Ajak Naka, karena memang ia sudah membuat janji dengan Jaka untuk mengobrol berdua, ia rasa tidak akan baik jika mengobrol di markas.
Jaka hanya mengikuti langkah Naka keluar dari markas, anggota lain yang berada di situ hanya berdiam. Bingung harus merespon apa atas masalah mereka.
.
.
.
.Kini Jaka dan Naka berada di sebuah warung makan yang masih buka di area Jakarta. Tempat yang ramai tapi tidak terlalu ramai, Naka rasa tempat ini lebih baik dari pada di markas.
"Gua pesenin indomie sama kopi." Ucap Naka dan tidak mendapatkan respon apapun dari laki-laki di depan nya.
"Ka, gua se-salah itu ya?" Kini Jaka membuka obrolan.
"Kalo gua boleh jujur iya, tapi jak lu gak sendirian, ada gua." Naka menenangkan Jaka, Naka paham pasti Jaka sangat merasa terpojokan sekarang.
"Semua orang marah sama gua ka."
"Gak jak, gua, Abian, Bara, Yogi. Kita gak marah sama lu, mungkin ada rasa kecewa tapi kita gak akan pernah mojokin lu." Memang Naka rasa Abian, Bara, Yogi. Mereka tidak memojokan Jaka seperti anggota lain, Naka tidak mau Jaka merasa sendiri.
"Jak, gua boleh tanya?" Jaka mengangguk tanda mengizinkan Naka untuk bertanya.
"Salah satu alesan lu marah sama Jopan, karena Yuju?" Jaka diam, selama 5 menit ia tidak menjawab. Naka anggap bahwa jawaban nya adalah, iya.
"Yuju itu cewe baik-baik jak, tolong jangan libatin dia dalam hal ini."
"Gua gak pernah mau libatin Yuju ka! Tapi pas Jopan sebut dia bisa lebih deket sama Yuju gua marah, gatau kenapa."