"Halo, tumben ka telfon minggu-minggu gini. Ada apa?" Ucap Jaka kepada seseorang di balik telfon genggam-nya.
"Sorry ya gua ganggu, lu sibuk gak?" Ucap Naka di sebrang sana.
"Kebetulan enggak." Balas Jaka.
"Ke markas sekarang bisa? Bang Wonu mau ngomong nih sama lu."
Jaka mengerutkan dahi-nya sebentar, sebelum akhirnya ia menyetujui permintaan Naka tersebut.
"Bisa, gua otw habis ini."
"Oke, di tunggu."
Tanpa berlama-lama, Jaka segera bersiap-siap menuju markas 95. Terhitung sudah beberapa hari ia tidak menyambangi tempat tersebut.
Butuh sekitar 20 menit hingga akhirnya Jaka sampai di markas 95. Entah hanya perasaan Jaka saja, orang-orang menatap-nya dengan aneh.
"Bang." Panggil Jaka saat sudah memasuki markas 95, hanya ada inti 95 di dalam ruangan tersebut.
"Lu ngapain tadi malem jak?" Tanya Wonu tanpa menyapa Jaka terlebih dahulu.
"Kenapa bang?"
"Gua nanya. Lu ngapain tadi malem?" Wonu berkata dengan nada yang cukup tajam.
"Oh, cuma ngelakuin hal yang harus di lakuin aja." Jawab Jaka penuh makna.
"Lu bisa gak sih jak, jangan gegabah. Cukup lu buat masalah di 95!" Bukan Wonu, namun Aming yang berbicara.
"Maksud lu ngehajar ketua Jjakpri apaan anjing? Dia bukan pelaku-nya!" Seru Aming.
"Ming, lu tenang dulu. Diem." Perintah Wonu.
"Sorry jak, lu bisa duduk dulu." Lanjut Wonu lalu Jaka pun menduduki salah satu kursi di dalam ruangan tersebut.
"Kemarin gua, Aming, sama Naka udah ketemu sama anak Jjakpri. Kita nanya soal ini dan jawaban mereka, mereka gatau."
"Dan lu percaya gitu aja?" Potong Jaka.
"Jak! Dengerin gua dulu. Gua juga awal-nya enggak percaya tapi gua kenal mereka jak. Gua paham cara mereka nyerang gimana. Itu bukan ulah anak Jjakrpi."
"Kemungkinan besar ulah mantan anak Jjakpri."
"Bang lu se-percaya itu sama mereka?" Tanya Jaka namun Wonu hanya diam.
"Cuma orang bego yang langsung percaya gitu aja sama omongan mereka." Lanjut Jaka.
"Jak! Harus-nya lu akuin kesalahan lu, bukan malah kayak gini anjing. Gua sama yang lain percaya juga bukan karena hal sepele, karena kita udah paham cara mereka nyerang dan itu emang bukan Jjakpri."
Aming berbicara dengan nada yang tinggi." Logika-nya, kalo mereka pelaku-nya pasti lu tadi malem udah habis sama Radit jak. Lu inti 95, udah pasti jadi inceran besar, kalo emang mereka pelaku-nya!"
"Anjing, lu ngeremehin gua? Gua gak selemah itu buat di habisin." Balas Jaka dengan nada yang sama tinggi-nya. Bahkan sekarang ia sudah mencengkram kerah jaket Aming.
"Woi, lu berdua apa-apaan sih!" Ucap Naka.
"Apa? Hahaha. Kenyataan-nya gitu jak, Radit cuma ngalah biar 95 sama Jjakpri gak ribut, dia bisa aja bales lu lebih." Ucap Aming yang membuat Jaka semakin emosi.
"Ming? Lu serius bilang gitu ke gua? Demi mereka? Di kasih apaan ming sama mereka?" Balas Jaka.
"Gua gak harus selalu bela temen gua kan, bagi gua
Lu emang salah. Dan harus-nya lu berterima kasih ke Jjakpri, mereka gak bales apapun ke kita." Ucap Aming lalu melepaskan cengkraman Jaka dari Jaket-nya.Lalu dengan segera Aming pergi meninggalkan markas.
"Jak, gua cuma mau bilang. Lain kali kalo mau ambil langkah di pikir-pikir dulu." Ucap Wonu lalu segera pergi meninggalkan Jaka dan Naka.
"Ka, lu percaya ke mereka?" Tanya Jaka.
"Gatau lah jak, gua cuma ngikutin alur doang." Ucap Naka.
"Gua salah ya, ka?"
"Lu cuma gatau jak, kalo lu tau gua yakin lu gak akan ngelakuin hal ini. Mereka tensi-nya lagi tinggi jadi gitu. Wajarin aja, 95 lagi chaos." Balas Naka sembari menepuk pundak Jaka guna memberi semangat.
"Gua bingung ka, langkah gua dari awal selalu di anggep salah. Gua dari awal diem juga salah, gua gerak sesuai kemauan anak-anak pas itu juga salah."
"Iya jak, gua paham. Udah, mending sekarang lu ikutin alur-nya aja. Gua juga gak terlalu percaya, gua selalu waspada."
"Gua harap lu juga hati-hati." Jaka mengangguk setuju dengan ucapan Naka.
Di sisi lain, Aming sedang menunggu seseorang di sebuah cafe.
"Hai, udah lama?" Tanya seseorang yang baru datang tersebut.
"Engga, baru sampe kok gua." Jawab Aming.
"Pesen dulu na." Una menganggukan segera memesan minuman dan makanan.
"Kamu keliatan banyak pikiran, kenapa?" Tanya Una setelah selesai memesan.
"Masa? Padahal cuma satu pikiran doang sih di otak. Susah ilang tapi." Jawab Aming.
"Apa?"
"Lu." Una salah tingkah mendengar jawaban Aming, dan itu terlihat lucu.
"Eh, kamu gak pesen?" Tanya Una mengalihkan pembicaraan.
"Udah duluan tadi na." Jawab Aming.
"Ohh, tapi serius deh. Kamu keliatan banyak hal yang di pikirin, cerita aja dari pada jadi beban pikiran." Ucap Una.
"Engga na, di bilang cuma mikirin lu doang."
"Stop gak?" Sebal Una.
"Gak ah, rem-nya blong."
"Cape ah ngomong sama kamu, gak pernah serius." Una menghembuskan nafasnya kasar.
"Mau serius langsung? Gapapa nih kalo masih sekolah?"
"Stop gaaaaakk?????" Aming tertawa lepas melihat Una saat kesal, itu sangat lucu.
"Lu pernah ribut sama Yuju gak?" Tanya Aming sesaat setelah ia berhenti tertawa.
"Pernah lah, tapi habis itu baikan." Jawab Una.
"Pernah marah gak sama Yuju?" Tanya Aming lagi.
"Pernah."
"Gara-gara apa?"
"Rahasia lah. Intinya pernah semua, lagian itu wajar gak sih kak? Lagian aku sama dia juga sama-sama sering ilangin ego kita buat baikan. Aku dengerin alasan dia, dia juga dengerin aku. Itu kunci-nya."
Aming mengangguk mendengar ucapan Una." Lucu ya lu berdua."
"Oh, jadi kamu bilang Yuju lucu?" Tanya Una.
"Oh, jadi lu cemburu?" Goda Aming.
"Enggak, deketin aja gih." Terlihat jelas raut kesal di wajah Una.
"Males, enak juga deketan sama lu."
"Gak mau ah, kamu nyebelin banget." Balas Una.
"Orang ganteng gini." Timpal Aming dengan kepercayaan diri yang tinggi.
"Ih, diem gak!" Sebal Una.
"Iya-iya, tuh udah dateng pesenan-nya." Ucap Aming saat melihat pelayan sudah menuju ke meja mereka.
"Kayaknya gua harus ngobrol berdua sama Jaka." Ucap Aming dalam hati.
"Kak? Ayo makan." Ucap Una melihat Aming hanya diam."
"Iya anak kecil." Una hanya mengabaikan ucapan Aming, ia sangat lapar sekarang.
___________________
Oh gitu Na? Ming???!