Chapter 3

801 85 4
                                    








Seminggu setelah perdebatan, bertepatan dengan selesainya masa business trip Hermawan. Akhirnya Kala dan Abim melangsungkan pernikahannya dengan sederhana, hanya menghadirkan sanak saudara saja.

Pernikahan dilangsungkan di Jogjakarta, atas permintaan Kala karena kondisi orangtuanya yang tidak memungkinkan untuk pergi ke Jakarta.

Acara pernikahan telah selesai, semua orang yang berada disana perlahan pamit untuk pulang ke rumah masing-masing. Tak terkecuali Abim yang satu jam setelah mengucapkan janji suci, Abim pergi entah kemana.

Kala pulang kerumahnya beralasan untuk membereskan barang-barangnya. Besok pagi Kala akan diboyong ke Jakarta oleh keluarga Hermawan. Dengan berat hati Kala menyetujuinya bagaimanapun Kala sudah menikah dan harus ikut dengan suaminya.

"Coba dicek lagi, takut ada yang ketinggalan." Ibu yang sibuk membantu Kala memasukan keperluannya kedalam koper. Malam ini adalah malam terakhir Kala menempati kamarnya, meskipun nanti Kala akan sesekali mengunjungi orangtuanya.

Bapak yang duduk di kursi kayu yang berada di kamar Kala—hanya menyimak kegiatan keduanya.

Ibu menepuk ruang kosong pada kasur Kala yang tengah ia duduki, mengisyaratkan Kala duduk disampingnya.

"Kala, nanti di sana jaga diri baik-baik, ya. Ndak usah khawatiriin ibu sama bapak disini, kami akan baik-baik saja." Ibu memberikan senyuman khasnya, tangannya tak henti-henti mengusap bahu kala sebagai segel ucapannya.

"Kala janji akan sering-sering nelpon ibu dan bapak."

"Sini sayang."

Ibu merentangkan tangannya, Kala masuk kedalam dekapan hangat ibunya. Bapak yang melihat kedua orang terkasihnya sedang mengucapkan banyak kata perpisahan hanya bisa tersenyum lebar.

"Loh, bapak ndak diajak pelukan juga toh?" bapak yang pura-pura merajuk agar dapat mencairkan suasana yang tiba-tiba mellow—ikut bergabung dalam pelukan keduanya.

"Ternyata anak semata wayangnya bapak ini sudah gede. Bapak dan ibu cuma bisa bantu mendoakan yang terbaik buatmu, jaga kesehatan yo anak lanang kesayangan bapak."


=•=•=•=


"Saya minta maaf atas sikap Abim yang kemarin tiba-tiba pergi di tengah acara." ucap Hermawan yang sudah sepuluh menit lalu duduk di kursi teras rumah Kala. Kedatangannya kemari untuk menjemput Kala, sekaligus berpamitan.

Dari selesainya acara pernikahan, keluarga Hermawan pulang ke rumah singgahnya. Disana sudah tidak ada barang-barang Abim yang tersisa. Abim meninggalkan orangtuanya, Abim meninggalkan Kala yang baru dinikahinya.

Hermawan sebenarnya malu dengan sikap Abim. Harap-harap keluarga Wijaya bisa memakluminya.

"Ndak apa-apa, kami mengerti. Mungkin nak Abim belum bisa menerimanya. Bagaimanapun pernikahan ini terlalu mendadak untuknya juga Kala." bapak yang selalu menyunggingkan senyumannya setelah berbicara. "Saya titip Kala ya, tolong sayangi dia."

"Tanpa kamu suruh saya akan melakukannya. Kala ini kan juga sudah jadi bagian dari keluarga saya, Kala akan saya anggap sebagai anak kami."

"Kami pamit ya Wijaya. Ngga usah khawatir tentang semua kebutuhan kamu dan Arumi saya yang akan jamin. Fokuskan saja pada kesehatan kamu."

"Terimakasih banyak Hermawan."

Kala yang melihat bapak dan Papa mertuanya berpelukan, hanya bisa tersenyum. Tak jauh dari mereka Laras dan Arumi sama-sama melemparkan senyuman lebarnya.

Sepasang mata lainnya, mata yang dimiliki gadis cantik jelita—hanya bisa menyaksikan tanpa merespon apapun.

"Pak, bu Kala pamit ya."

A N A I A || HyuckrenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang