Chapter 11

1.1K 143 18
                                    








Kala mengerjapkan matanya menyesuaikan bias cahaya yang berada di kamarnya. Jarum jam sudah menunjukan pukul 07:05, ia melirik ke sampingnya, benar Abim sudah tidak ada disana. Tak menghiraukannya, Kala memilih bersiap untuk hari ini.

Seperti sudah menjadi rutinitas membersihkan rumah adalah hal yang harus dilakukan Kala.

Tangannya cekatan dalam melakukan segala hal. Seperti saat ini, ia tengah membersihkan benda-benda yang menjadi interior di ruang tengah— dari debu halus yang menyelimuti, sesekali bersenandung kecil pertanda ia menikmati kerjanya.

Hingga sebuah suara ketukan pintu menyadarkan Kala yang tenggelam dalam aktivitasnya.

"Mama."

"Hai sayang."  Jawab sang Mama seraya memeluk Kala.

"Masuk dulu, Mah."

"Loh, kamu lagi beres-beres rumah?" Laras tersadar ketika sebuah kemoceng ditangan menantunya.

Tanpa banyak bicara ia segera mengambil benda itu dari tangan sang menantu dan menaruhnya begitu saja diatas meja.

"Kamu kan lagi hamil, jangan banyak aktivitas yang berat. Nanti kalo ada apa-apa sama janinnya, gimana?"

"Aku ngga masalah kok Mah, itung-itung olahraga."

"Mama yang khawatir. Lagian si Abim, udah Mama kasih rekomendasi ART yang bagus tetep aja ngga mau pake."

"Duduk dulu Mah. Mama mau minum apa?" Kala mencoba mengalihkan kekesalan yang melingkupi sang mertua.

"Nanti aja, Mama yang ambil sendiri. Ayo sekarang kamu duduk, pasti cape kan abis beres-beres."

Keduanya duduk di ruang tengah, mengobrol ngalor-ngidul, seperti menanyakan perkembangan si janin, menceritakan kenakalan Abim semasa kecil hingga memberikan saran untuk kehamilan Kala.

"Kamu udah pernah ngidam belum?"

"Udah, paling cuma kepingin makan sesuatu aja. Tapi semalem Abim pengen liat manusia silver, aneh. Apa itu juga ngidam, Mah?"

"Hahaha... Mama jadi keinget, ada yang bilang, katanya kalau suami yang ngidam itu tandanya dia sayang banget sama pasangannya. Artinya, Abim udah mulai sayang sama kamu, Kala."

"Gitu ya? Hehe..." Kala tertawa canggung.

Ada gelenyar aneh ketika Kala mendengarnya. Perasaan senang, sedih satu persatu mulai berdatangan, pikirannya sudah melanglang buana.

"Mama ke toilet dulu, ya."

Meninggalkan Kala dengan pikiran yang menderapnya.

Lagi, lamunan Kala buyar oleh suara ketukan pintu. Pintu yang di ketuk dengan kencang terburu-buru dan bunyi bel bersahutan. Lantas Kala segera membukakan pintu.

Perempuan yang sama. Ia yang bersilih paham dengan Abim di kedai sushi— berdiri dihadapannya dengan mimik wajah marah, alis yang menukik dan tangan yang mengepal.

Tanpa sepatah kata yang di lontarkannya, ia menarik pergelangan tangan Kala, membawanya ke depan teras rumah.

"Ini semua gara-gara lo! karena lo, GUE PUTUS SAMA ABIM! lo kan yang udah ngehasut Abim buat putusin gue!?"

"Kalo kamu kesini cuma buat marah-marah, mending kamu pulang. Lagipula omongan kamu ngga berdasar, gak penting untuk dibahas."

"Jelas omongan gue berdasar! kalo aja lo ngga ada, gue ngga bakalan putus sama Abim! lo itu perusak segalanya!"

"Harusnya kamu sadar diri, Abim itu udah nikah, udah beda prioritas. Selama ini aku diem bukan berarti merestui hubungan kalian. Aku juga perlu pertanggung jawaban Abim untuk nafkahin aku dan calon anak kita, bukan menghamburkan uangnya seperti yang kamu lakuin."

A N A I A || HyuckrenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang