Abim melirik arloji pada pergelangan tangannya, disana jarum jam menegaskan angka 12. Sudah waktunya makan siang. Ia keluar dari kantornya, mengemudikan mobilnya kearah Cafe terdekat untuk menemui seseorang.
Rupanya seseorang yang Abim temui sudah menunggunya sedari tadi. Secangkir kopi dan kudapan lainnya telah tersaji diatas meja, sebuah sambutan kecil untuknya.
Suasana Cafe cukup sepi, sesuai dengan yang Abim inginkan.
"Hai!"
"Aku kangen kamu, kamu kemana aja?"
Kejadian beberapa hari sebelumnya seolah dianggap angin lalu oleh Ryuki, dengan seenaknya ia memeluk Abim ketika sampai dihadapannya. Bergelayut manja di bahu Abim.
Benar. Memang Abim meminta bertemu dengan perempuan itu. Di hari yang sama paska kejadian dirumahnya, Abim mengirimkan pesan ingin bertemu Ryuki. Senang bukan main ketika membaca pesan dari Abim, pikirnya Abim akan memaafkannya.
Bukan tanpa alasan Abim mengajaknya bertemu, ia berniat untuk menyelesaikan semuanya.
Abim merotasikan bola matanya, jengah dengan akting yang dibuat-buat oleh Ryuki. Secara paksa Ia mendorong perempuan yang tengah memeluknya.
"Kamu kenapa sih, Abim?"
"Gak usah pura-pura ngga tau!"
"Maksudnya apa?"
"Kemarin ngapain ngerusuh dirumah gue?"
Sontak bola mata Ryuki bergulir acak, bingung ia harus memberi jawaban seperti apa. Ketika ia tengah sibuk mencari jawaban, suara Abim kembali menginterupsi.
"Kita udah selesai. Jadi gue minta, jangan pernah ganggu hidup gue lagi."
"Kamu ngga bisa putusin aku gitu aja, Abim! Hubungan kita itu udah lama."
"Lo ngga ngaca?"
"Oke! Aku salah, aku minta maaf. Kita bisa balikan kan, Abim?"
"Jangan harap."
"Pasti karena dia lagi hamil, ya? Karena dia lagi hamil kamu jadi ngga bisa cerein dia? Aku gapapa nunggu kamu pisah setelah dia lahiran— "
"Cukup! Lo ngga sadar? Ini semua karena ulah lo dan gak ada kaitannya sama Kala."
"Kamu bahkan belain dia. Dia udah ngehasut kamu, kan?"
"Pertama, lo ngga ngaca dan sekarang malah nuduh dia. Kita selesai karena ulah lo udah ngga bisa di tolerir, itu konsekuensi yang harus lo terima—
Dan Kala, dia nggak seperti yang lo bicarain. Jadi, kalo lo macem-macem sama dia, gue ngga akan segan buat lebih nyakitin lo, paham!"
Abim beranjak dari tempatnya, meninggalkan Ryuki dengan kalimat terakhirnya yang tersemat. Ucapannya cukup membuat Ryuki bergidik ngeri, pasalnya Abim adalah tipe orang yang selalu menepati ucapannya.
Sebenarnya sedari tadi Abim tengah menahan buncahan emosinya, ia hanya tak ingin menghabiskan energinya demi perempuan itu. Sial! Waktu makan siangnya terbuang cuma-cuma.
=•=•=•=
Abim yang biasanya pulang larut malam, kini ia tengah memarkirkan mobilnya pada garasi. Bahkan matahari belum terbenam Abim sudah menginjakan kaki di kediamannya.
Terkejut, melihat Kala yang baru saja keluar dari pintu dengan setelan baju rapih. Perhatian Abim teralihkan oleh benda yang menggantung ditangan kanan Kala. Tas besar yang entah apa isi didalamnya.
"Lo mau kemana?"
Kala melenggang melewati Abim begitu saja sebelum yang lebih muda mencekal tangan yang lebih tua.
"Gue nanya!"
"Aku mau pergi."
"Kemana?"
"Bukan urusan kamu."
"Gue suami lo, gue berhak atas lo!"
"Sejak kapan? Sejak kapan kamu punya peran sebagai suami? Selama ini peduli aja ngga pernah aku rasain dari kamu."
"Lo ini kenapa sih? Karena Ryuki? Gue udah selesain semuanya, gak usah lah kabur-kaburan kaya gini."
"Aku terlalu cape, Abim. Fisik dan batin aku udah sakit. Memang waktu kita aja yang ngga tepat, maaf Abim aku ngga bisa lagi bertahan."
Kepergian Kala meninggalkan kehampaan pada hidup Abim. Dua hari usai Kala memutuskan meninggalkan rumah, Abim mendapati keheningan di setiap sudut rumahnya. Terasa dingin dan gelap.
Abim perlahan mulai menerima guratan warna yang Kala gores pada hidup kelabunya. Kini, ia harus kembali tersesat dalam labirin yang ia ciptakan sendiri. Hanya ada dirinya, tak ada Kala yang menuntunnya mencari jalan keluar.
Dengan tekad yang kuat, Abim mendatangi kediaman orang tua Kala. Disinilah Abim sekarang, dibawah langit Yogyakarta. Ia dan bapak mertuanya duduk berdampingan diatas kursi kayu usang, menikmati semilir angin yang bertamu di teras rumah bapak.
Kali ini ia harus melawan ego dalam dirinya, sebelum tersesat lebih jauh.
"Bapak senang kalian datang berkunjung, rasanya sudah lama tidak melihat kalian."
Bapak memutus keheningan diantara mereka.
"Kalau punya masalah harus cepat-cepat diselesaikan jangan diulur takut semakin panjang." Tutur bapak, nada bicara yang tenang dan pelan menjadi ciri khas dari bapak yang membuat sesiapa saja betah mengobrol lama.
Abim menoleh halus kearah bapak, terlewat peka dengan situasinya bapak seolah mengerti ada sesuatu diantara anak dan juga menantunya.
"Bapak juga pernah muda, hal semacam ini sering terjadi. Bapak memang tidak tahu ada apa diantara kalian, tapi sebaiknya harus cepat di selesaikan." Jelas bapak.
"Nak Abim. Terimakasih banyak sudah mau menerima Kala meskipun pernikahan kalian tanpa dasar cinta. Bapak amat bersyukur bisa kembali melihat Kala dalam keadaan baik-baik saja—
Meski begitu bapak minta maaf. Bapak minta maaf sudah terlalu banyak merepotkan keluarga nak Abim. Pasti tidak mudah juga untuk nak Abim dipaksa menikah dengan orang yang tidak nak Abim cintai. Bahkan mungkin saja nak Abim telah mengorbankan cintanya dengan orang lain. Bapak minta maaf nak Abim."
Lemas yang Abim rasakan, semua penuturan bapak bak palu godam yang berkali-kali menghantamnya. Kakinya lemas bukan main tak sanggup lagi menopang, Abim berlutut dihadapan bapak.
"Saya yang minta maaf pak. Saya belum bisa memperlakukan Kala dengan baik, saya belum jadi suami dan ayah yang baik untuk Kala dan calon anak kita. Saya menyesal pernah menyakiti Kala, saya minta ampun pak—
Jika ada kesempatan, saya janji tidak akan menyia-nyiakan Kala lagi, saya janji akan memperbaiki semuanya, saya janji akan menjadi suami dan ayah yang baik. Saya minta maaf pak." Lirih Abim.
Ditengah percakapan bapak dan Abim, Kala keluar dari balik pintu masih dengan ekspresi yang sama. Datar, ekspresi terakhir ketika Kala meninggalkan rumah.
Abim yang melihat tujuannya, langsung menghampiri. Tapi ketika ia mendekat, Kala justru kembali melangkah masuk kedalam rumah.
"Kala! Ayo kita bicara."
"Ayo kita perbaiki semuanya. Kita mulai dari awal."
Berdiri didepan pintu, Abim terus berbicara meski Kala sudah dilahap oleh ruangan yang berada didalam rumah.
"Kala!"
"KALA!!"
Tbc
Tebak ending🧐
KAMU SEDANG MEMBACA
A N A I A || Hyuckren
RandomKala yang terjebak dalam lubang yang Abim gali, harus berhadapan dengan pilihan. Bertahan atau menyerah. WARNING‼️ Harsh word, mpreg, cheating, violence.