"Ok, aku minta maaf jangan marah," kata Hali menenangkan. Terlambat Syifa tetap diam. Wanita itu lebih fokus dengan teleponnya menunggu Axelle menghubungi.
Perjalanan mereka dilanjutkan dengan Syifa yang sibuk beradu argumen sementara Hali fokus menyetir. Mereka tiba di apartemen, Hali lebih cepat mengangkat koper begitu memarkirkan mobil.
Syifa sendiri sambil menggandeng tangan Rey, keduanya masuk tak mau peduli. Hali pun hanya melihat punggung Syifa yang menjauh. Tidak memberikan pilihan selain membawa koper-koper sendiri.
Bahkan sampai di sana, pintu apartemen Syifa tertutup rapat. Hali mengetuk pintu beserta memencet bel beberapa kali. "Taruh saja di depan pintu, aku akan ambil setelah kau pergi." Syifa berucap dari kamera pengawas yang terpasang di pintu.
"Ayolah Syifa, aku tahu aku salah tapi bukan berarti...."
"Silakan pergi," potong Syifa kemudian menutup obrolan secepat mungkin. Hali ingin sekali berteriak kesal. Rasanya muak harus mengalah kepada wanita kepala batu seperti Syifa.
"Untung di sayang," gumam Hali lalu masuk ke dalam apartemennya sendiri. Tepat saat itu juga panggilan masuk dari telepon miliknya. Nama Axelle tertera di layar. Jelas temannya akan curhat.
"Halo," ucap Hali setelah menerima panggilan.
"Hali, Syifa marah padaku lagi. Dia bilang tak mau memberikan Rey katamya kita yang tega membuat rencana supaya kau dan dia bisa liburan berdua. Itu niat baik, kenapa dia marah-marah? Syifa lagi PMS ya?" Axelle pun agak kesal dengan Syifa seenaknya menolak rencana yang telah disiapkan jauh-jauh hari.
"Biasalah wanita, sering emosi. Kamu sudah bujuk dia dengan minta Tiara bicara sama dia?" tanya Hali mengusulkan.
"Mereka lagi bicara tapi dari raut muka Tiara, tidak mempan. Kau juga harus lebih kerja keras, kalau cuma Tiara Syifa nggak akan berubah pikiran. Sudah cukup istriku yang sering mengomel aku tak mau berurusan dengan Syifa."
"Iya, iya aku akan membujuknya. Tapi butuh waktu lama, aku hanya tahu Syifa suka berbelanja dengan situasi sekarang aku yakin Syifa tidak mau pergi bersamaku. Aku harus memikirkan cara lain." Hali menerangkan panjang lebar.
"Terserah apa yang kau lakukan, nanti aku menelepon Syifa lagi setelah moodnya membaik." Telepon ditutup secara sepihak oleh Axelle. Hali mengembuskan napas panjang. Kelihatannya untuk ke depan tak akan berjalan mulus.
***
"Rey mainanmu ayo kumpulkan, lalu kau bisa tidur." Syifa kini sibuk membersihkan meja makan sementara Rey sibuk memasukkan beberapa mainannya dalam keranjang. Dering telepon kembali terdengar dan ini sudah kesekian kalinya Axelle terus menghubungi.
"Bunda, papa telepon!" ucap Rey setelah melihat layar ponsel.
"Biarkan saja, nanti juga mati sendiri." Syifa membalas malas.
"Tapi Bunda, papa sudah telpon, boleh Ley angkat telponnya? Ley kangen Papa." Gerakan Syifa menjadi terhenti, menatap Rey yang tampak membuat mimik sedih. Masalahnya hanya bersama Axelle. Rey tidak memiliki salah tentang ini.
"Apa sudah merapikan mainanmu?"
"Sudah!" seru Rey sambil menunjuk keranjang sudah terisi mainan. Syifa lantas mengangguk memberi izin.
Rey segera mengangkat telepon, berbicara banyak dengan Axelle tentang keseharian yang dia lewati. Sedang Syifa mengangkat keranjang ke dalam kamar Rey.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dilema (SELESAI)
Chick-LitSyifa seorang ibu tunggal yang hidup bersama dengan putranya bernama Rey merantau ke Kuala Lumpur guna mencari peruntungan. Sebab suatu insiden, Syifa mendapat rumah dan juga pekerjaan dari seorang pria paruh baya. Dari situlah dia dan juga anaknya...