"Syifa? Kau masih ada di sana?" tanya Axelle dari balik telepon. Sebab hal itu Syifa kaget dan seakan menggumam wanita itu membalas.
"Ya?"
"Kau dengar ucapanku dari tadi, aku akan datang dan kita akan membahas tentang Rey. Tidak apa-apa, kan?"
"Iya. Kau datanglah secepatnya, aku akan menunggu. Sampai jumpa." telepon ditutup dan Syifa cuma diam.
"Syifa." panggilan Hali membuat wanita itu menoleh kepadanya. Tersirat dari pandangan Hali tengah mencemaskan Syifa.
"Kau tak apa-apa?"
"Iya aku baik-baik saja." Hali hendak membuka suara kembali namun suara Rey menginterupsi mereka berdua.
"Paman! Ley suka mainan ini." sontak keduanya menatap Rey dan sama-sama memberikan senyuman untuk anak kecil itu. Hali melepas pegangan tangan untuk mendekat pada Rey sementara Syifa kembali berkutat dengan pikirannya sendiri ketika Rey mengalihkan pandangan.
Mulanya Hali berbincang pada si pedagang mainan sambil sesekali melihat ke arah Syifa. Wanita itu sedang termenung lesu dan terlihat makin tak baik saja.
"Rey, setelah ini kita pulang saja ya. Bunda Rey lagi sakit kalau kita di sini terus nanti sakit Bunda Rey makin parah saja." sontak sepasang mata Rey tertuju langsung pada wanita yang telah mengasuh dirinya selama beberapa tahun.
Benar yang dikatakan oleh Hali jika Ibunya tak baik-baik saja. Hal itu membuat Rey merasa bersalah. Apa ini semua karena Rey yang meminta macam-macam?
Kalau itu benar maka Rey sangat menyesal. "Iya Paman." jawab Rey singkat. Begitu mainan dibungkus, Rey dan Hali sama-sama mendekat kepada Syifa yang masih melamun.
Hali memanggil Syifa akan tetapi wanita itu tidak mengatakan sepatah kata pun. Untuk kedua kali Hali memanggil dan dia menyentuh pundak Syifa.
"Syifa." Dia terkejut lalu memandang pada Hali dan Rey. Tatapan Hali menunjukkan kekhawatiran sedang mata Rey kembali berkaca-kaca.
"Ya, ada apa? Kenapa kalian berdua menatapku seperti itu?"
"Ayo kita pulang. Kami mengkhawatirkanmu jadi akan kebih baik kalau kita membawamu pulang."
"Tidak, aku baik-baik saja cuma pusing lagi pula kita baru saja datang masa langsung pulang? Kasihan Rey."
"Tidak apa-apa Syifa, aku sudah bicara dengan Rey dan dia mengerti benar, kan Rey?" anak kecil itu mengangguk dan menggenggam tangan Syifa.
Sepasang mata Rey seakan memohon kepada Syifa agar menuruti permintaan Hali. Syifa membuang napas, membelai rambut Rey.
"Maafkan Bunda sayang, Bunda sudah merusak jalan-jalanmu."
"Ley nggak mau Bunda sakit. Ley sayang sama Bunda."
"Bunda juga sayang sama Rey, terima kasih sudah mengerti." tangan Rey tak pernah dilepas dan sekarang Hali menautkan tangannya juga.
Sontak Syifa melihat pada Hali lalu segera menarik tangannya terlepas dari genggaman tangan itu.
"Kenapa kau menarik tanganmu? Tidak apa-apa aku cuma menuntunmu saja."
"Aku bisa sendiri kok." Hali mendecak. Tanpa meminta izin pria itu kembali menarik tangan Syifa, menggenggam erat lalu menuntun wanita itu berjalan.
Begitu juga Rey, dia mengeratkan pegangan tangannya dan berjalan mengikuti mereka. Tidak butuh waktu lama untuk mereka sampai ke mobil Hali.
Bergegas mereka masuk lalu mobil pun meluncur ke jalan raya. Sama sekali mereka tidak berbincang. Hali lebih fokus mengemudi sedang Rey tetap memandang ke arah Syifa.
Lain halnya dengan Syifa yang sibuk melamun. Mobil milik Hali akhirnya sampai di apartemen, dia tak membiarkan Syifa untuk berjalan bersama Rey berdua.
Dia memarkir mobil dulu lalu masuk. Sama seperti dari tadi, Syifa berada di antara Rey dan Hali sementara kedua lelaki itu menggenggam erat tangan Syifa.
Bukan itu saja setiap kali ada orang yang berada melihat tingkah aneh yang mereka buat Hali akan memberikan tatapan tajam pada orang-orang itu
Rey dan Hali juga berusaha agar genggaman tangan tak terlepas sehingga membuat situasi canggung bagi Syifa. Orang-orang yang melihat ke arahnya hanya dibalas dengan senyuman canggung oleh wanita itu.
Barulah sampai ke apartemen, Syifa merasa lega. Dia langsung duduk sekaligus melepaskan genggaman tangan Hali begitu juga Rey. "Aduh kalian ini, aku cuma pusing saja tak sampai pingsan."
"Tapi tetap saja itu membuat kami berdua khawatir." Rey menyambut anggukan perkataan Hali dan kembali Syifa membuang napas.
"Aku sih bisa mengerti kalau Rey tapi kau Hali, aku tak enak tahu."
"Apa sih yang kau katakan itu? Aku melakukan itu demi balas budi. Kau menemaniku di saat aku sedang sedih jadi kenapa tidak?" perkataan Hali kali ini membuat Syifa agak tersentuh. Pria yang baik.
"Terima kasih dan maafkan aku karena sudah merepotkanmu."
"Tidak apa-apa, aku akan ambil dulu obat pusing dan air minum. Kau tunggu di sini." Syifa mengangguk lemah dan Hali pun pergi sejurus kemudian.
"Bunda," Syifa menoleh, memberikan senyuman pada Rey. Dia lalu menarik Rey untuk duduk di pahanya. Anak kecil itu didekap hangat dan memberikan kecupan di pipi.
"Bunda sakit ya kalena Ley?"
"Loh kenapa Rey mikir begitu,"
"Soalnya dali tadi Ley minta sesuatu yang macam-macam ... Maafin Ley ya Bunda,"
"Tidak bukan karena Rey. Bunda saja yang kelelahan karena bekerja. Rey tak salah." untuk sesaat Syifa dan Rey sama-sama diam, menikmati pelukan hangat satu sama lain.
"Oh ya dari tadi ada telepon dari Ayah Rey. Tak lama dia akan datang dan menjemput Rey,"
"Jemput? Mau ke mana?"
"Bertemu Nenek dan Kakek Rey di Indonesia."
"Kita pulang ya?"
"Iya tapi hanya Rey."
"Bunda tak ikut?"
"Tidak sayang, Bunda di sini banyak pekerjaan. Bunda tak bisa ikut Rey."
❤❤❤❤
See you in the next part!! Bye!!
KAMU SEDANG MEMBACA
Dilema (SELESAI)
Literatura KobiecaSyifa seorang ibu tunggal yang hidup bersama dengan putranya bernama Rey merantau ke Kuala Lumpur guna mencari peruntungan. Sebab suatu insiden, Syifa mendapat rumah dan juga pekerjaan dari seorang pria paruh baya. Dari situlah dia dan juga anaknya...