Keduanya punya hobi yang sama yaitu melukis.
Meski Rini tahu jika lukisannya tidak sebagus Nino, tapi ia tetap ingin mengikuti kursus sehingga lambat laun lukisannya menjadi cukup bagus.
Nino lebih muda empat tahun dari Rini tapi ia tidak ingin memanggil Rini dengan embel-embel Kak atau Mbak.
"Rin, aku capek. Lukisanmu gimana? Udah selesai?" tanya Nino tanpa berbalik melihat Rini yang masih menatap lukisan yang baru hendak dia warnai.
"Belum, ini juga baru aja selesai gambarnya. Jadi, sekarang mau istirahat dulu sebelum diwarnai." Rini bangkit dari duduknya dan berjalan menuju tasnya di loker.
"No, mau nitip sesuatu?" tawar Rini.
"Nggak usah, biar kamu cepat balik." Nino menjawab tapi ia masih fokus mewarnai lukisannya.
"Ih, apaan sih. Aku mau makan seblak dan itu pasti lama karena aku nggak cukup kalau cuma satu mangkok." Rini sudah memakai tasnya dan ia hendak beranjak pergi meninggalkan ruangan.
"Iya, bercanda. Pergi sana, perut kamu udah bunyi tuh." ucap Nino karena sejak tadi memang benar perut Rini terus berbunyi tanpa kompromi.
Beruntung Nino sudah terbiasa mendengarnya, jadi ia tidak merasa ilfiel karena semua orang juga begitu, kan?
Jadi menurutnya sangat tidak etis menghina dan menertawakan bunyi perut orang yang lapar.
Itulah yang Rini suka dari Nino, lelaki itu bisa menerima kebiasan Rini saat lapar tanpa menjelekkan.
"Ya udah aku pergi ya, jika dalam dua jam aku nggak balik ke sini, itu artinya aku udah pulang."
"Hem" jawab Nino dengan satu anggukan.
Rini langsung pergi meninggalkan ruangan itu dan tak lama kemudian seseorang masuk ke dalam ruangan dan berjalan mendekati Nino.
"No, boleh minta tolong nggak?"
Nino berbalik dan mendapati sang kakak kelas yang berdiri tepat di hadapannya.
"Mau minta tolong apa, Bang Surya?" Nino ingin tahu dulu apakah ia bisa melakukannya atau tidak.
"Bilang sama Rini kalau aku suka sama dia."
Nino menghela nafas pelan.
"Bilang sendiri aja, Bang. Aku juga tidak terlalu dekat sama dia. Mending kasi tahu sendiri biar dia bisa lihat ekspresi ketulusan dan cinta Abang."
Surya mengangguk setuju.
"Inginnya sih begitu, tapi saya belum siap untuk ditolak. Lagipula seumur hidup saya terbiasa mendapat apa yang saya mau. Jadi kalau nggak dapat Rini, jadi takut kecewa."
Nino berdiri dan menepuk pelan bahu Surya.
"Berjuang dulu, Bang. Jangan pikirin hasil, pokoknya diterima atau tidak itu urusan terakhir. Intinya Abang sampaikan dulu perasaan Abang biar dia tahu dan bisa menyikapi rasa suka Abang ke dia."
Surya tersenyum dan balik menepuk bahu Nino.
"Terimakasih untuk sarannya, nanti saya akan coba."
Nino tersenyum dan mengangguk.
Sejak hari itu ia sudah tidak ikut kursus melukis dan pergi bak hilang ditelan bumi.
Semua orang tidak tahu kemana Nino pergi bahkan statusnya sebagai anak yatim piatu membuat Rini tak tahu harus mencari lelaki itu kemana.
Keluarga bahkan tidak punya, rumah sewa sudah ditinggal tanpa meninggalkan informasi ia akan pergi ke mana.
Rini kehilangan jejak Nino sejak pergi dari ruang kursus untuk beli seblak karena perutnya lapar.
Sedikit menyalahkan seblak dan laparnya hari itu karena ia jadi kehilangan Nino.
"Pergi ke mana dia?" lirih Rini.
*
*
*
6 tahun kemudian
Rini menjadi seorang model dan kini ia mendapat tawaran untuk menjadi model video klip salah satu penyanyi pendatang baru.
Rini yang tidak terlalu suka musik tidak tahu jika produser, penulis lagu, dan sang penyanyi adalah orang yang selama ini telah ia cari.
"Nino? Ini beneran kamu?"
"Eh, Rini? Kok bisa ada di sini?"
"Jawab pertanyaanku dulu, kamu beneran Nino, kan?
Lelaki itu mengangguk.
"Akhirnya kita ketemu juga, aku kangen banget tau sama kamu." ucap Rini sambil meninju lengan Nino.
"Kamu kemana aja sih? Kok tiba-tiba pergi tanpa kasi tahu aku?" tangisnya kini pecah dan Nino langsung mengambil tisu tak jauh dari posisi mereka berdiri.
"Rini, maafin aku." ucapnya sambil menyerahkan beberapa lembar tisu.
Rini mengambilnya lalu menatap Nino dengan tatapan tajam.
"No, aku nggak mau menyia-nyiakan kesempatan ini. Pokoknya kamu harus tahu kalau aku suka kamu, aku cinta sama kamu. Jadi, tolong jawab dulu perasaanku biar aku tahu."
Nino menatap Rini dengan tatapan sendu.
"Terimakasih sudah menyukaiku, Rin. Aku minta maaf pergi tanpa bilang dan buat kamu kebingungan. Tapi, aku ingin kamu bahagia sama orang yang bisa bahagiakan kamu."
"No, gimana aku bisa bahagia kalau kamu pergi? Aku nggak suka, aku nggak mau kehilangan kamu."
"Rin, kamu benar-benar suka aku?"
Rini mengangguk.
"Tapi aku tidak semapan itu untuk bisa bahagiakan kamu, aku masih merintis dan pekerjaan ini juga penghasilannya tidak selalu stabil."
"Kita bisa mulai sama-sama, No. Aku dan kamu menjadi kita."
~
~
~
END
KAMU SEDANG MEMBACA
BLACK-VELVET FAMILY ✔️
FanfictionCerita keluarga Black-Velvet Yuk, langsung dibaca aja setiap chapternya. #Blackpink & #RedVelvet Note: Foto dari Google