Mata Kamaniya mengerjap pelan kala cahaya mentari menyelinap dari celah tirai jendela yang mengusik lelapnya. Tubuh Kamaniya terasa lelah luar biasa. Pun area di antara paha masih nyeri akibat kegiatan semalam. Seketika wajah Kamaniya panas disusul warna merah di dua pipi saat persatuan dengan Narendra terlintas di benak.
Ia mengeratkan selimut yang menutupi tubuh telanjangnya. Lantas mendapati Narendra yang berdiri memunggungi. Pria itu tampak sedang mengancingkan kemeja putih yang dipakai semalam sambil sesekali menyugar rambutnya.
"Aduh," lirih Kamaniya ketika nyeri semakin terasa ketika kakinya akan mengayun dari ranjang.
Sejauh Kamaniya mengingat, setelah melewatkan pertanyaan Narendra, mereka kembali melanjutkan penyatuan inti tubuh penuh gairah. Seolah sama-sama lupa diri. Hingga kemudian ia terkulai lemas dan tertidur di dalam gendongan Narendra. Well, begitulah cara Kamaniya berpindah dari meja bundar ke ranjang empuk itu.
Mendengar rintihan Kamaniya, Narendra menoleh sembari menyatukan kancing di lengan. Ia bisa bernapas lega setelah tidak menemukan kamera tersembunyi di dalam kamar tersebut. Setidaknya tingkah Narendra yang seperti binatang semalam hanya cukup terekam dalam ingatan saja.
"Kamu bisa ambil bayaranmu," kata Narendra sambil menunjuk ke nakas samping ranjang dengan ujung dagu. Beberapa gepok uang seratus ribu tersusun manis di sana.
Hati Kamaniya seakan tertusuk sembilu ketika mendengarkan kalimat itu. Ia baru sadar ternyata semalam penyatuan mereka hanya sekedar transaksi jual beli. Ah, lagipula Kamaniya cukup gila jika mengira Narendra melakukannya karena tertarik. Jelas-jelas hanya terpancar nafsu belaka dari sepasang mata beriris sepekat malam itu.
Ia semakin mengeratkan selimut untuk menutupi tubuh diikuti air mata yang terjatuh tiba-tiba. Sangat menyedihkan. Ternyata ia berakhir seperti sang ibu, menjadi wanita penghangat ranjang karena putus asa dengan tekanan tekanan kehidupan.
Rintihan Kamaniya yang semakin keras membuat Narendra menoleh. "Kamu menangis?"
"Ah, tidak. Tidak apa-apa," jawab Kamaniya sambil mengusap air matanya kasar. "A-aku baik-baik saja."
Kembali memalingkan wajah, Narendra mulai penasaran dengan wanita itu. Sebab semalam bukanlah pertemuan pertama mereka. Narendra sempat melihat wanita itu memberi makan kucing liar di depan The Moon Hotel. Kebiasaan yang selalu dilakukan sang pujaan hati.
"Siapa yang menyuruhmu?" tanya Narendra ingin memastikan dugaannya.
"E...." Kamaniya bangkit dari tidurnya perlahan. Sedikit ragu untuk menyebut nama Madam Lola. "Ma-Madam Lola."
Dahi Narendra mengerut, menyatukan kedua alisnya yang tebal. Nama itu terdengar asing baginya.
"Madam Lola bilang, anda adalah klien terpenting The Paradise. Maka, saya berusaha semaksimal mungkin," lanjut Kamaniya sedikit malu-malu. Ia masih mengeratkan selimut untuk menutupi tubuhnya yang polos.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Billionaire's Sexy Admirer
RomantizmTidak ingin menjadi PSK seperti sang ibu, Kamaniya menerima tawaran Narendra Aditama sebagai istri kontrak sekaligus ibu sambung. Narendra merupakan pewaris kekayaan Aditama grup yang diam- diam dicintai Kamaniya sejak remaja. Memiliki bekas luka d...