Seperti rencana, aku berada jauh memperhatikan dua rekanku di sebuah ruangan. Jika sebelum ada Luna aku akan memerangkap target dengan mengirimi pesan anonim, sekarang Luna mengambil bagian itu.
Ia sudah berada di dekat target, mengubah wajahnya untuk menutupi identitas dan berusaha memperdayai target.
Aku mendengarkan mereka dari jarak jauh. Berada di rooftop apartemen tempat tinggal target dan bersembunyi di gudang. Aku mengutak-atik komputer ini lagi, memastikan sudah meng-hack sistem keamanan gedung.
Luna sudah berhasil membawa target keluar dari apartemen dan lanjut ke rencana selanjutnya. Di mana Ellya sudah siap menunggu untuk melancarkan serangannya.
Dari kamera pengawas, terlihat seorang ibu-ibu bersama dua anaknya ingin memasuki kawasan tersebut. Aku langsung menutup akses dan mengunci gerbang yang seharuanya tak pernah ditutup.
Di sisi lain, Ellya sudah berhasil menjatuhkan lawannya. Menusuk-nusuk pinggang korban berkali-kali dengan belati, lalu pergi menjauh setelah mencabut dan membersihkan cipratan darah di tubuhnya.
"Darah pria tua itu bau amis." Suara Ellya terdengar dari earpiece. Aku memaklumi perkataannya, sebagai orang yang juga nenyukai pertumpahan darah. Untukku hanya berlaku jika itu menghasilkan uang.
Aku mengarahkan mereka untuk mencari jalan aman, selain jalan yang dilalui banyak orang dan gerbang yang ada ibu-ibu tadi.
Karena tidak memiliki jalan lain, aku mengirim flying board untuk mereka. Ukurannya sudah kuperbesar agar bisa ditumpangi dua orang.
Menggerakkan flying board itu dari jarak jauh melalui komputer, aku sengaja membuat mereka terlihat seperti berjalan-jalan tanpa tujuan. Mungkin akan ada protesan, tapi sayangnya itulah yang kulakukan dan mereka tidak bisa mengatakannya secara langsung saat ini.
Menutup komputer ini kembali menjadi koper, aku keluar dari gudang dan menemui Ellya serta Luna yang tampak kesal. Kami turun menggunakan eskalator untuk keluar dari gedung apartemen ini.
Banyak orang sudah berkerumun di sekitar tempat mayat itu. Aku hanya berhenti sebentar dan melihat-lihat seolah penasaran dengan apa yang terjadi di sana.
Ada seorang wanita dewasa yang sedang menutup mata kedua anaknya, wajah wanita itu pucat pasi setelah melihat mayat korban pembunuhan di kawasan apartemen tempat tinggalnya.
Satu anak dalam pelukannya itu tetap diam, kebingungan karena tidak diberitahu kejadian yang sedang terjadi. Sementara anak lainnya menangis degan keras.
"Kamu tidak menutup pinta dari sebelah sana, Ren?" Tanya Luna, membuatku menoleh padanya.
Memilih bungkam dan menggelen pelan, kembali melanjutkan berjalan kaki menuju gudang.
▪︎▪︎▪︎
Di gudang tempat persembunyian sementara kami ini, hanya diterangin satu lampu sorot besar yang cahayanya kian meredup. Aku tidak membeli, justru kutemukan beberapa hari lalu di tumpukan barang-barang di pinggiran jalan.
Mataku menatap kosong dengan kesadaran penuh, pikiranku melayang pada dua anak yang menyaksikan korban pembunuhan terencana kami.
Anak yang menangis itu seperti aku, ketika masih kecil dan lemah terhadap dunia yang keras. Sedangkan anak yang diam itu, juga sepertiku saat melihat teman-temanku mati satu per satu. Ah, tidak. Mereka hanya anak-anak seumuranku, bukan seorang teman.
Entah kenapa aku merasa yakin anak yang diam itu melihat korban siang tadi. Target kami yang keadaannya dibuat Ellya mengenaskan dengan tusukan di punggung hingga menembus perut dan organ dalam pria tua itu ada yang keluar dari tempatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
METANOIA
Ciencia FicciónMetanoia. [ᴍᴇʜ-ᴛᴀ-ɴᴏʏ-ᴀʜ] • ɢʀᴇᴇᴋ (ɴ.) ᴛʜᴇ ᴊᴏᴜʀɴᴇʏ ᴏꜰ ᴄʜᴀɴɢɪɴɢ ᴏɴᴇ'ꜱ ᴍɪɴᴅ, ʜᴇᴀʀᴛ, ꜱᴇʟꜰ, ᴏʀ ᴡᴀʏ ᴏꜰ ʟɪꜰᴇ; ꜱᴘɪʀɪᴛᴜᴀʟ ᴄᴏɴᴠᴇʀꜱɪᴏɴ. Saat semua orang mengabaikanku, kupilih untuk pergi dan meninggalkan mereka. Mereka menganggapku bodoh, namun mereka mati k...