satu

72 5 0
                                    

Nama gue Ayuna, tapi sebagian dari populasi manusia di bumi yang kenal sama gue manggil dengan sebutan 'Ayu' atau 'Yuna'. Gue tekankan kalo hanya sebagian ya, terkecuali keluarga gue, dan orang yang baru gue kenal satu bulan lalu.

Laki laki yang lagi berdiri diambang pintu rumahnya, memegang segelas kopi hangat di tangan, dan jangan lupa wajah khas bangun tidur itu. Padahal jam sudah menunjukkan pukul sebelas lebih sepuluh!

Oh astaga, sejak kapan dia berubah jadi kelelawar? Ya ga bisa disangkal kalo kemarin malam minggu. Tapi emang wajar ya?

"Abiyan!"

Kali ini bukan cuma Biyan yang menoleh pada sumber suara, gue pun demikian. Menatap seorang wanita paruh baya yang sedang sibuk mengangkat jemuran disamping rumahnya. Biyan dengan rambut acak acakannya itu segera meletakkan kopi di meja.

"Kenapa, Bun?"

"Tolong bantu matiin kompor"

Untuk kesekian kalinya gue tersipu dengan senyuman yang Biyan punya. Gue ngga akan munafik, ga akan jauh berbeda dari cewek cewek yang memuja ketampanan pria itu disekolah. Biyan memang memiliki senyuman yang manis, berbanding terbalik pas waktu lagi sama gue, sok cool!

"Dek Nana"

"Apa?!"

"Kaget begitu, ngeliatin siapa?" Kali ini Bunda clingak clinguk, menatap jalanan yang cukup sepi. Terutama pada rumah Biyan yang berada tepat didepan rumah gue.

"Ngga ngeliatin siapa siapa" ucap gue sedikit gugup. Gue kembali menyantap kudapan makan siang sebelum lauknya dingin.

"Makan di dalem ih, ntar debunya masuk ke makanan"

Gue hanya diam, menikmati makanan tanpa peduli dengan suruhan Bunda. Tak bisa di sangkal dan tidak ada yang bisa menyangkal saat gue makan di teras. Lagian makan sambil ngeliatin pemandangan depan rumah lebih enak dari pada sambil nonton youtube kan?

Huh, tapi engga bagi Jihan! Dan itu juga salah satu alesan gue kenapa lebih suka makan sendiri di teras. Karena ngga mau kebrisikan sama suara dari HP Jihan.

"Bunda ngapain panggil?"

"Cuma mau minta tolong antar makanan ke rumah Abiyan"

"Kenapa ga Jihan?"

"Kakak kamu katanya lagi ngurusin skripsi"

"Skripsi apaan kok main oli?" Selain suka nonton, Jihan juga suka bermain motor. Sejenis modifikasi? Atau apalah itu. Dia bahkan sering ngebuat gue jengkel dengan suara kenalpot setannya itu di pagi hari.

"Bunda juga ga tau, makannya kamu ya?"

"Idih ga mau, lagian bunda ada hajatan pake bagi bagi makanan segala?"

"Masak kebanyakan"

"Sejak kapan?" Kali ini tatapan gue mengintimidasi.

"Waktu mereka pindah kan sempet bagi makanan sama kita, bunda belum sempet balikin" Bunda menyentuh rantang yang sembari tadi dia pegang. Oh ternyata itu milik bundanya Biyan?

"Kenapa ga bunda aja yang balikin?"

Bukannya ngga mau, tapi setiap gue ketemu sama Biyan rasanya jadi agak canggung karena sikap dia yang cuek. Bahkan setelah satu bulan dengan mode tetanggan dan satu sekolahpun ngga pernah bisa ngebikin kita temenan kaya yang lain.

"Bunda bagian cuci piring aja" Bunda kali ini meletakkan rantangnya dimeja dan meraih piring kosong yang masih gue genggam.

"Lagian supaya akrab"

"Sama siapa?" Gue berdiri, menenteng rantang itu sebelum beranjak.

"Sama calon mertua"

Gue menghela napas, menatap bunda yang sudah lebih dulu masuk. Ekspresi apa yang harus gue tunjukkan? Bahkan saat kedua emak emak itu sering menjodohkan kita berdua, tidak ada satupun ekspresi yang bisa kita sama sama tunjukkan.

"Permisi!" Gue membuka gerbang rumah Biyan sebelum seseorang keluar dari dalam rumah. Lagian gue juga ga mau lama lama kepanasan diluar, terlebih gue akui suara gue ga cukup keras untuk terdengar sampe dalem.

"Bunda mau balikin rantang"

Sebenernya gue terkejut, tapi gue berusaha mengontrol ekspresi wajah saat ngelihat Biyan dari dekat. Masih dengan baju yang sama dan keberantakan rambut yang sama, namun kali ini picingan mata terlihat lebih jelas dari sebelumnya.

"Kok berat?"

"Kata bunda masak terlalu banyak"

"Siapa, Biyan?!"

Pria itu sejenak berbalik, ga tau siapa yang lagi dia lihat tapi gue bisa pastiin dia lagi ngelihat ke arah Bundanya.

"Nana, bawa makanan" ga salah kan omongan gue diawal tadi, kalo cuma keluarga gue sama Biyan aja yang manggil gue dengan sebutan 'Nana'.

"Mampir?"

Gue refleks menggeleng, "langsung aja, salam buat tante"

"Oke"

Panggilan itu terjadi karena saat hari pertama keluarga Biyan pindah, bunda panggil gue dengan nama itu cukup keras. Tepat saat Biyan lagi nganterin makanan juga dan gue yang nerima itu.

Ga terlalu ekspek bakal jadi keterusan, karena bisa gue akui kalo itu emang nama yang cuma orang rumah aja yang pake.

Atau mungkin suatu hari nanti, dia bakal jadi serumah sama gue? Oh bahkan ngebayanginnya aja gue hampir gila.

'°•°'

'°•°'

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
𝑨𝒃𝒊𝒚𝒂𝒏 - Jeongwoo (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang