"Dek, kamu janjian sama siapa?"
Gue menoleh saat suara Jihan memenuhi ruangan. Terlebih Ayah dan Bunda yang baru saja menyantap sarapan mereka.
"Ngga ada" gue menggeleng dibarengi menatap Ayah.
"Katanya temen kamu" Jihan kali ini duduk bergabung untuk makan, mengabaikan gue yang justru terburu buru keluar.
Pandangan gue tertuju tepat pada seorang yang berdiri didepan pintu. Pria dengan jaket hitam kebanggannya dan jangan lupa motor ninja merah yang terparkir dihalaman rumah.
"Gib, ngapain?"
Gibran kali ini menoleh saat suara gue terdengar sedikit, bingung?
"Berangkat bareng"
"Tapi lo ga ada ngomong sebelumnya?"
Gibran menggeleng pelan.
"Dek, ajak masuk aja" gue dan Gibran menatap Jihan yang baru saja datang.
Gue memutuskan untuk sedikit memaksa Gibran ikut sarapan. Bahkan sempat beberapa saat lalu pria itu menolak. Namun akhirnya Gibran mengiyakan kemauan gue.
Dalam keadaan ruang makan yang biasanya canggung, justru pria itu sering membuka topik obrolan bersama Ayah terutama Jihan.
Tentang sepak bola, selera musik, atau bahkan hewan peliharaan seperti saat ini.
"Kamu juga pelihara ikan?"
Gibran tersenyum, mungkin ini adalah senyum pertama yang sedekat ini bisa gue lihat dari Gibran. Atau memang sebelumnya pria itu jarang sekali tersenyum?
"Papah yang suka pelihara, aku cuma bagian ngasih makan aja, om"
Aku? Bahkan dia terlihat lucu saat menggunakan kata itu. Jauh berbeda dengan kepribadian Gibran yang dingin.
"Lain kali kamu lihat juga punya om, ikannya udah gendut gendut"
"Tinggal panen aja itu mah" sindir gue di tengah keasikan obrolan mereka. Cemburu? Tentu saja! Bahkan gue jarang punya percakapan secair ini dengan Ayah. Selebihnya Bunda dan Jihan hanya tergelak saja melihat ekspresi wajah gue yang kesal.
"Ikan kayak gitu mah bukan buat dimakan, Dek"
"Terus di tunggu matinya aja, yah?"
"Sudah sudah, sana kamu berangkat, nanti telat" Bunda kali ini menyela.
Bahkan gue baru tau kalau kedinginan dua kutub ini bisa mencair jika saling bertemu. Padahal setau gue, sesama kutub itu justru saling tolak menolak kan?
Setelah percakapan panjang bersama Ayah, sekarang Gibran ada di motor bersama gue. Menikmati udara pagi dengan suara knalpot motor Gibran yang membangunkan seisi komplek.
"Gue ga ada berharap lo bakal kesini lagi, tapi jangan pake motor kaya gini kalo mau kesini"
Gibran sejenak menoleh, sebelum kembali fokus dengan laju motornya yang tak cepat juga tak lambat.
"Kenapa?"
"Knalpot lo brisik!"
Gibran terkekeh. Tapi bukannya menjawab dia justru diam, meneruskan perjalanan tanpa sepatah katapun. Apakahnya energinya sudah habis karena menanggapi Ayah tadi?
Tepat saat memasuki gerbang. Semua mata tertuju pada kita berdua, gue ga akan terkejut karena hal seperti ini sudah biasa terjadi. Bukan pas gue ada di boncengan motor Gibran doang. Tapi siapapun yang sudah dan nanti akan ada di posisi ini juga.
Termasuk Laras, gadis itu bahkan seakan menatap tak suka saat gue dan Gibran melewatinya bersama sahabatnya itu. Sama halnya dengan Gibran yang cuek, gue berusaha untuk itu.
![](https://img.wattpad.com/cover/364367765-288-k871218.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
𝑨𝒃𝒊𝒚𝒂𝒏 - Jeongwoo (On Going)
Художественная проза'Apa aku milikmu yang paling mudah kau singkirkan?' ©Hak cipta [UPDATE RANDOM DAY]