"Nana!"
"Apa sih, bang" pemandangan apa ini? Bahkan gue baru saja bangun dan ngambil wudhu sudah harus dihadapkan dengan manusia berpeci diteras rumah?
Detik dimana Adzan berkumandang, gue mengedipkan mata. Tak biasanya Biyan datang sepagi ini?
"Ambilin sarung, gue mau ke mesjid"
"Ambil sendiri napa sih" gerutu gue sambil berjalan masuk. Tepat saat Bunda dan Ayah yang baru saja keluar dari kamar, untuk mengambil wudhu.
"Ambilin!"
Mau tidak mau! Dasar Jihan kampret!
"Masih subuh udah teriak teriak"
"Anak Ayah tuh" sindir gue, sebelum akhirnya meraih sarung yang biasanya di gantung dibelakang pintu kamar Jihan.
"Tumben bangun duluan, Dek?"
"Ntar dipotong lagi uang sakunya!" Seruan suara gue mungkin terdengar sampe luar, bahkan saat gue mau ngelempar sarung itu ke Jihan aja dia udah lebih dulu mengerutu.
"Itu sholatnya ga ikhlas, cuma demi uang satu"
"Sok tau banget, udah sana keburu telat jama'ah-nya"
"Dari tadi nungguin lo lama, mlekom" ucapnya sambil melangkah keluar gerbang.
"Yang bener, abang!"
"Assalamualaikum!"
"Waalaikumsalam" gue memelankan suara saat lampu didepan rumah Biyan menyala.
Keluarga Biyan saja baru bangun, tumben pria itu udah lebih dulu bangun? Biasanya saja masih molor dan bangun dzuhur atau gue aja yang akhir akhir ini sering telat subuh?
"Adek ayo jama'ah"
"Iya, bunda!"
Gue ga tau apa yang selama ini gue tekanan sama diri gue sendiri. Sesuai omongan Jihan yang bilang ini semua demi uang saku, atau memang karena gue udah terbiasa dengan rutinitas ini?
Gue akui, keluarga gue ga seagamis itu. Cuman sejak kecil, Ayah selalu ngajarin kalo lebih baik sholat mepet dari pada engga sama sekali. Tapi selagi bisa diawal kenapa engga?
Ya walau habis itu gue milih buat tidur lagi sih, tapi buat hari ini gue kayanya ga terlalu ngantuk. Mungkin karena kemarin habis isya' langsung tidur kali ya?
Tepat saat gue baru saja keluar bawa derijen buat nyiram tanaman, Jihan dan Biyan pulang. Tentu dengan Jihan yang acak adut dan Biyan yang masih rapih seperti awal berangkat tadi.
"Pake cinta, biar tumbuhnya sehat"
"Sini gue siram juga lo biar sehat" sindir gue sambil melirik ke arah mereka berdua.
"Buatin kopi item dong"
"Lo nyuruh gue?" Ucap gue sambil terus menyiram tanamanan yang belum kena air.
"Gue ga ada nyuruh kunti disebelah lo ya"
"Jirih amat!" Desis gue, dengan sekali lagi terpaksa gue masuk dan membuat dua gelas kopi hitam panas. Tentu untuk Jihan dan Biyan yang katanya akan main game di teras. Kayanya ini akan jadi rutinitas baru Jihan! Tapi ga papa juga karena sepet lama lama kalo cuma ngeliatin temennya Jihan doang.
Sebelum gue bener bener naruh dua gelas kopi itu, Jihan sudah mulai berkutat dengan gamenya. Sementara Biyan? Bahkan pria itu baru saja ingin duduk setelah mengembalikan peci dan sarung. Tersisa kaus hitam dan celana cargo army yang dia pakai.
"Lo minum kopi kan?"
"Thanks" Biyan mengangguk.
Tapi kayanya, biskuit lebih menarik dari pada kopi buatan gue. Gue emang sempet ambil setoples biskuit juga buat jadi temen ngopi.
"Bang kemarin Sarah kesini" gue kembali melanjutkan aktivitas gue yang belum selesai, sambil bicara dengan manusia penuh ego seperti Jihan.
"Ngapain?"
"Sekarang gue tanya, lo uninstall WA apa gimana sih?"
"Kagak!"
"Dia ada WA ga lo bales, bego"
"Iya ya? Ntar gue buka"
Jihan itu bego sekaligus tolol, tapi kalo gue boleh bilang, Sarah yang lebih dari itu. Bisa bisanya suka sama modelan kaya Jihan.
Sudah berapa kali Sarah datang hanya untuk menanyakan dimana Jihan, karena tidak membalas pesannya hampir dua hari penuh. Padahal ya kerjaan dia cuma main game sama main motor aja? Sesimple itupun susahnya minta ampun buat ngabarin sebentar?!
Oh ayolah, bahkan gue gedhek sama ni anak!
"Gimana, Yan? Sekolah lo seru ga?"
Kali ini gue sedikit memasang telinga.
"Lumayan cepet sih adaptasinya" gue bisa lihat kali ini Biyan sudah memposisikan ponselnya.
"Adek gue gathel ya"
"Dih enak aja!" Seru gue.
"Gathel tu kuping, nguping mulu kerjaan lo!"
Gue bisa lihat Biyan tersenyum. Seperti biasa, manis. Berbeda saat tersenyum bersama teman temannya atau menyahuti panggilan Bundanya. Kali ini Biyan tersenyum disela bermain game. Bukankah itu, ah bahkan gue ga tau harus deskripsiinnya gimana lagi!
"Oh ya katanya Bu Sella pensiun?"
"Hooh" kali ini gue kembali bersuara. Melangkah kembali masuk setelah semua tanaman tersiram.
"Dia ngajar matkul seni, dikelas lo ada ga?" Senggol Jihan.
"Permintaan sih, kayanya gurunya bukan itu"
Buat saat ini kayanya energi gue udah cukup habis, walau cuma nyiram tanaman aja sih. Tapi gue memilih buat tidur walau ngelihat bunda sibuk nyiapin sarapan dan ayah yang ngurusin ikan peliharaannya di kolam belakang rumah.
Bahkan gue melewatkan sarapan sama Biyan karena kata Jihan susah di bangunin.
'°•°'
KAMU SEDANG MEMBACA
𝑨𝒃𝒊𝒚𝒂𝒏 - Jeongwoo (On Going)
Ficción General'Apa aku milikmu yang paling mudah kau singkirkan?' ©Hak cipta [UPDATE RANDOM DAY]