Sahabat saat patah hati bagi Gia adalah membaca buku favoritnya. Satu buku tentang pangeran yang juga patah hati namun menemukan kebahagiaannya dalam sebuah petualangan mendebarkan menaklukkan sekaligus melatih seekor naga yang mencari hati supaya bisa merasakan lagi apa itu emosi. Gia baru saja diputuskan oleh pacarnya. Itu setelah beberapa minggu di-ghosting. Waktu sang pacar meminta untuk bertemu, Gia mendapatkan harapannya lagi tentang hubungan itu. Yang dia dapat justru dia diputuskan, tanpa kata, hanya sebuah isyarat melalui gestur melepas stiker pada ponsel masing-masing. Stiker nama masing-masing.
Pedih rasanya. Gia uring-uringan seperti mengalami PMS abadi. Teman sebelah kamarnya sampai mesti membuat jadwal untuk menemaninya menangis. Tapi itu membawanya ke sebuah keajaiban baru. Dia sudah lama tidak membaca buku, karena kepalanya terlalu penuh oleh kenangan sang mantan. Empat belas hari setelah dia diputuskan, Gia mulai mengambil buku itu.
Dia menarik napas. Bersiap bertemu sang pangeran dalam buku.
Ritual membacanya dia atur ulang. Menyiapkan teh kamomil sepoci, sepiring kecil biskuit dan kukis, serta semangkuk indomie rebus pakai sawi dan telur setengah matang. Kebetulan sedang hujan, situasi yang tepat untuk kombinasi semua itu.
Dia menghangatkan perutnya dulu dengan semangkuk indomie rebus. "Enyahlah kau mantan," itu bagai mantra yang dia ucapkan tiap kali menyeruput kuah panas. Gia mendapat inspirasi setelah mendengarkan sebuah podcast tentang kumpulan budak mantan yang berusaha melupakan mantan mereka.
Oke, indomie rebus rasa soto sudah ludes. Mulailah dia membuka sampul hardcover buku favoritnya. Buku ini khusus baginya karena dia selalu membacanya lantang. Apalagi sedang hujan, Gia mencoba mengalahkan gemuruh guntur.
Awalnya Gia tidak menyadari ada sosok lelaki muncul saat dia membaca lantang cerita. Ketika ada petir menyambar, kilatannya sempat membuat ruangannya gelap kemudian terang secara cepat. Dia kaget, "halo? Ada orang?"
Tak ada yang menyahut, dia membaca lagi. Kali ini lebih lantang. Gia kaget, dia melihat kaki di hadapannya. Otomatis dia berhenti membaca. Ditengoknya laki-laki misterius itu, tapi sudah hilang.
Gia membaca lagi, kaki itu muncul lagi. Astaga, dalam hatinya.
Gia terus membaca, karena sudah hapal di halaman itu, dia mendongak. Didapatinya seorang pangeran dalam buku persis seperti yang dibayangkannya, sedang memandanginya sambil tersenyum. Gia berdebar. Pangeran impiannya muncul di depan mata. Perwujudan yang sangat dia perlukan di saat patah hati ini.
Gia terbata saking terpananya. Karena terbata itu, sosok di hadapannya hilang muncul. Gia kini tahu.
Dia berhenti baca, pangeran itu akan hilang. Dia lanjutkan, pangeran itu akan muncul.
Gia butuh ditemani. Biar teman-temannya tidak perlu repot bergantian menemani setiap malam.
"Aku tahu," Gia punya ide. Dia tak mau kehilangan sang pangeran.
Direkamnyalah prosesnya membaca. Proses yang menyenangkan karena pangeran menungguinya. Mata birunya seperti hamparan langit yang siap merangkulmu saat dibawa terbang perasaan senang.
Rekamannya selesai. Gia menunggu hujan datang.
Dia putar rekaman itu menggunakan alat pelantang suara. Kini, dia tak perlu berbusa membaca untuk sekadar melihat sang pangeran. Dia kini bisa mengobrol hangat bersama pangeran. Rekamannya dia putar berulang-ulang.
Semakin lama... apa yang ada di buku cerita muncul semua.
Sekaligus naganya.

KAMU SEDANG MEMBACA
KURANG SERIBU
Kısa Hikayebiasanya kalau di sela-sela menulis intensif suatu proyek novel panjang, suka iseng muncul ide buat nulis kisah kisah pendek yang sableng. seperti yang pernah kutulis di kumcer Dongeng-Dongeng Pelintiran, LIDAH LEGENDARIS misalnya, di buku kumpulan...