10. Raja, Ratu

14 12 0
                                    

Hampir dua jam Zarah menutup mata dan berbaring di ranjang sempit yang ada di rumah paman Oman. Jika dia sendiri, mungkin Zarah akan segera tidur itu karna dia suka suasana desa dan rumah Oman yang menenangkan ini, tapi lagi, dia harus tidur di samping Zainal. Gadis itu berbalik kanan dan ke kiri sambil mengerutu kecil karna matanya enggan tertidur. Lagi, gadis itu berbalik ke arah Zainal dengan mata terpejam.

"Ada apa? Kau perlu ke kamar mandi?" tanya Zainal yang memejamkan mata. Siapa yang bisa tidur saat Zarah terus bergerak tanpa henti.

Zarah meringis kecil, dia kira Zainal telah tidur. Gadis itu bangkit terduduk sambil menatap Zainal yang masih terpejam.

"Kau ingin menemaniku?" tanya Zarah berniat untuk wudhu karna matanya benar-benar tak bisa tidur namun ia juga takut untuk keluar sendiri karna kamar mandi rumah ini berada di luar rumah dan terletak jauh di belakang halaman.

Zainal membuka matanya. Pria itu segera bangkit dan pergi membuat Zarah ikut di belakanhnya. Tak lama, Zarah kembali dengan wajah basah. Setelah selesai, mereka memutuskan untuk kembali ke dalam rumah.

"Kau bisa kembali lebih dulu," tanya Zarah cepat saat melihat kamar anak-anak perempuan pintunya sedikit terbuka.

Zainal mengangguk lalu pergi menghilang dibalik pintu.

Zarah segera bergegas mengapai satu lilin di meja lalu membawahnya masuk ke dalam kamar. Di hitungnya barisan anak-anak perempuan yang tertidur lelap dan mendapatkan satu tempat kosong. "Kemana dia di tengah malam begini?" tanya Zarah segera keluar.

Gadis itu melangkah menuju pintu yang dapat menghubungkanya dengan Tajhar. Saat tiba di sana, ia menemukan ada lilin menyalah di ruang jahit yang tadi dia datangi. Dengan ketukan pintu pelan Zarah masuk membuat gadis remaja di dalam sana tersentak kaget.

"Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Zarah menatap gadis itu.

Gadis kaget itu bernafas legah. Dia kira yang datang tadi adalah Bibi Sinta. "Aku ingin menyelesaikan jahitan ini," ucapnya.

Zarah memadamkan lilinya lalu ikut duduk. "Kau akan menjahit semua ini?"

Gadis itu mengangguk cepat. "Aku ingin menjualnya di pasar dan membeli daging. Lalu memasaknya dan makan dengan yang lain. Sudah sangat lama kami tidak makan daging," ucap gadis itu terus menjahit.

"Tapi sepertinya kau tidak akan bisa menyelesaikanya dalam satu malam," ucap Zarah menatap tumpukan kain yang hampir menjadi baju itu.

"Aku bisa membantu," jelas Zainal masuk dan duduk di samping Zarah.

"Tuan tau menjahit?" tanya gadis itu. Anak-anak lain sering memanggilnya Ameena.

Zainal mengeleng cepat. "Kalian bisa mengajariku," ucapnya cepat mengambil satu jarum yang ditusukan dalam bola kapas dan mencoba memasukan benangnya dalam lobang jarum. Tanpa menunggu intruksi apapun Zainal mengapai pakaian berwarna coklat dan mulai ingin menjahitnya.

"Kau akan menjahit baju coklat itu dengan benang biru?" tanya Zarah cepat. Dan dengan polosnya Zainal mengangguk.

Ameena tertawa kecil. "Tuan harus mengambil benang yang warnanya sama dengan baju itu. Agar jahitanya rapi," jelasnya membuat Zarah mengangguk cepat.

Zainal mengedipkan mata canggung. Dengan deheman malu pria itu mengambil benang coklat dan mulai memasukanya ke dalam lubang jarum. Pria itu juga sesekali mencuri pandnag ke arah Zarah dan Ameena yang mulai menjahit. Walaupun terlihat jelas Zarah juga tak mahir dengan aktivitas ini.

"Hati-hati dengan tanganmu," ungkap Zarah menatap Zainal.

Zainal meringis sambil menghempas-hempaskan tanganya yang tertusuk jarum. Pria itu kembali meringis saat melihat darah segar keluar dari sana dan menetes ke tikar.

The Blade From Kairi (Islamic Kingdom)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang