SHANUM (7)

20 5 1
                                    

Hayy-hayy bolo-bolokuu!
Piye kabare rek? Wes siap durung moco cerito iki? Nek uwis ayo langsung wae diwoco nggih bolo

Selamat Membaca

.
.


Tak lama kemudian, mobil ambulans tiba. Sang sopir memarkirkan mobil tak jauh dari tempat kejadian. Dua perawat turun dari ambulans dan mendorong emergency bed/brankar seraya berlari. Dengan sigap dua perawat dan Shanum mengangkat dengan hati-hati tubuh korban ke brankar.

Selepas tubuh korban berhasil masuk ke dalam mobil ambulans, Shanum meminta izin pada ibunya. "Ibuk, aku ikut di mobil ambulans itu nggih?"

"Nggih Nduk, sing ati-ati. Ngko, ibuk nyusul mawon," jawab Gayatri.

(Iya Nak, yang hati-hati. Nanti, ibu nyusul saja.)

Shanum berlari dan masuk ke dalam mobil ambulans. Terlihat, dua perawat itu sedang mengecek nadi tubuh korban dan memasangkan alat-alat medis di tubuh korban itu.

Shanum yang duduk di samping tubuh korban sedang sibuk memanjatkan do'a.

"Mbak? Orang tua korban ini dimana ya?" tanya salah seorang perawat itu.

"Maaf, orang tua korban sudah meninggal."

"Ayah atau ibu nya Mbak?"

"Dua-duanya," jawab Shanum singkat.

"Astaghfirullah. Lalu, mbaknya ini siapa?"

"Saya yang suka menemani dia saat dirumah. Dia ini yatim piatu, saya terkadang sedih melihat keadaannya," jawab Shanum menundukkan kepala lalu mengusap sudut matanya yang basah.

Shanum mendongakkan kepala. Ia tak sengaja melihat salah satu perawat laki-laki yang sedari tadi tidak membuka suara. Ternyata, ia sedang menatap dirinya.

Sadar yang ditatap membalas tatapannya, perawat itu mengalihkan pandangannya.

"Maaf Mbak."

"H-hah? Untuk?"

"Kita sudah sampai di rumah sakit."

Shanum pun memastikan. Dan Ya! Benar apa yang dikatakan oleh perawat laki-laki itu, yang entah siapa namanya.

Dua perawat itu segera menurunkan brankar dari mobil. Dengan sigap, Shanum dan dua perawat itu mendorong brankar.

Selepas itu, tubuh Lila dibawa ke salah satu ruangan dan akan ditangani oleh dokter terpercaya.

"Mohon tunggu diluar ya Mbak," pinta salah satu perawat yang ingin menutup pintu ruangan itu.

Shanum memutuskan untuk duduk di kursi depan ruangan itu. Ia lalu merogoh saku gamisnya dan mengambil tasbih digital. Ia lalu memasangkan tasbih itu di jari telunjuk tangan kanan.

Saat dirinya lelah, ia hanya butuh tasbih dan mulai berdzikir. Di sela-sela kegiatan dzikirnya, tiba-tiba penglihatannya memburam dan seolah berputar. Ia juga merasakan ada sesuatu hangat yang mengalir di hidungnya. Shanum pun mengecek dengan menempelkan jari telunjuknya di hidung.

Ternyata, ia mimisan. Kepalanya semakin pening, ia menahan sekuat tenaga. Shanum tidak mau merepotkan orang lain, apalagi ini di tempat umum. Disana, tidak ada orang yang ia kenal.

SHANUM Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang