18

204 22 3
                                    

"saya ingin melamar kamu, mari kita taaruf." ujar seorang lelaki.

"Hah? Maksudnya tadz?"

"Mari kita bangun rumah tangga bersama. Izinkan saya untuk bertemu dengan orang tua mu." ujar lelaki itu lagi.

Seorang perempuan mendekati keduanya. "Assalamualaikum, kak? Di cariin umi di Ndalem." ujar perempuan itu.

"Waalaikumsalam."

"Maaf ya Ustadz Arkan saya disuruh umi buat bawa kak Nana." ujar perempuan itu lagi.

"Hah? Iya Mon, ayo." ujar Nana, ya perempuan yang mengajaknya ke Ndalem adalah adik iparnya, Aminah.

"Saya tunggu jawaban nya 2 hari lagi." ujar ustadz Arkan.

"Assalamualaikum." mereka berdua pergi tanpa menunggu jawaban dari ustadz Arkan.

Setelah dirasa dekat dengan Ndalem dan keadaan sekitar sepi, barulah Nana mau buka suara. "Mon, maaf, ustadz Arkan tiba tiba aja bilang gitu." ujar Nana menunduk.

"Kak? Kakak gasalah kok kak. Aku tau, aku aja yang berharap lebih sama ustadz Arkan, padahal beliau udah ada kode-kode kalau beliau suka sama kakak." ujar Aminah.

Sakit? Tentu. Dirinya melihat seseorang yang setiap malam ia langit kan namanya melamar perempuan lain di depan matanya.

"Jujur gue gak expect bakal gini Mon. Tapi lo tenang aja, gue kan udah jadi istri kakak lo." ujar Nana tersenyum menenangkan.

Nana tahu bahwa adik iparnya itu mengagumi ustadz Arkan. Dan Nana juga yang menyemangatinya bahwa ustadz Arkan juga suka dengan adik iparnya, Aminah.

Aminah tersenyum. "Oh iya mon, umi ngapain panggil kita sore-sore gini?" tanya Nana.

"Sebenarnya yang manggil bukan umi kak, tapi kak Alwi." jawab Aminah.

"Oh? Iyakah? Ada apa ya?"

"Kangen kali sama istrinya." celetuk Aminah.

"Bisa aja."

"Aku yang bakal berdiri paling depan setelah kak Alwi buat lindungin pernikahan kakak, kalo semisal hubungan kakak hancur karena Ustadz tadi." ujar Aminah, ia tau Aminah tidak ingin sebut nama karena apa.

"Hust ngomongnya."

Setelah sampai Ndalem, Nana di perintahkan umi untuk langsung masuk ke kamar Gus Alwi saja.
Nana langsung menurut, ia berjalan ke arah kamar Gus Alwi.

"Assalamualaikum." salam Nana diluar pintu kamar Gus Alwi.

"Waalaikumsalam, masuk." ujar Gus Alwi.

Entah perasaan Nana saja, atau memang benar. Aura dingin sangat terasa disini. Bukan, bukan karena suhu di ruangan ini. Tapi karena nada bicara suaminya.

Gus Alwi yang sedang membaca kitab, melirik singkat istrinya lalu kembali fokus.

'Lah? Dia yang nyuruh buat kesini. Dia juga yang diemin.' batin Nana

"Ekhem." dehem Nana.

Berhasil, Gus Alwi melirik Nana walau hanya mengangkat sebelah alisnya.

"Capek deh, Gus yang nyuruh buat kesini. Gus juga yang nyuekin." ujar Nana mendudukan diri di tepi kasur, berseberangan dengan duduk nya Gus Alwi di sofa.

"Kenapa bisa?" Tanya Gus Alwi menyimpan kitabnya.

"Hah? Bisa apanya? Kalo ngomong bisa langsung ga?"

"Kenapa bisa kalian berduaan seperti itu." ujar Gus Alwi.

HEY GUS, LOVE YOU.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang