Detik demi detik, jam, hari, minggu telah berlalu. Tak terasa kini usia pernikahan Gus Alwi dan Nana sudah berjalan dua bulan lamanya.
Semakin hari hubungan keduanya semakin membaik. Minggu-minggu ini adalah minggu tersibuk Nana, karena minggu depan ia sudah di hadapkan dengan ujian kenaikan sekolah.
Ustadz Arkan kini sudah tahu status Nana dan Gus Alwi. Ustadz Arkan merasa bersalah karena telah berani melamar istri dari Gusnya itu.
"Assalamualaikum." salam ustadz Arkan menghampiri Nana.
"Waalaikumsalam." jawab Nana yang terus menunduk.
"Bagaimana? Apakah kamu menerima saya? Saya menunggu jawabanmu!" ujar ustadz Arkan bersemangat.
"Assalamualaikum, ustadz Arkan." salam seorang lelaki menghampiri keduanya.
"Waalaikumsalam, ada apa Gus?" tanya Ustadz Arkan.
"Maaf saya memotong pembicaraan kalian, saya minta tolong untuk ustadz ikut dengan saya. Saya ingin bicara." ujar Gus Alwi.
"Baik, Gus."
"Kita bicara di taman belakang saja, kamu juga ikut Na." ujar Gus Alwi mengajak ke taman belakang, karena disana tempatnya sepi, sangat jarang ada santri yang masuk ke kawasan itu.
Mereka bertiga pun berjalan dengan didahului oleh Gus Alwi dan ustadz Arkan lalu diikuti Nana di belakangnya.
"Afwan, bagaimana Gus?" Tanya Ustadz Arkan setelah sampai di taman belakang.
"Sebelumnya saya minta maaf karena telah mengganggu. Tapi ada satu hal yang harus saya luruskan sebagai bentuk tanggung jawab saya." ujar Gus Alwi dengan nada tegas tapi santai.
Ustadz Arkan mengerutkan kedua alisnya. "Apa itu, Gus?"
"Jujur amarah saya memuncak ketika melihat dan mendengar secara langsung ada yang melamar istri saya di depan suaminya sendiri."
KAMU SEDANG MEMBACA
HEY GUS, LOVE YOU.
RandomHidup di pesantren dan menikah dengan seorang Gus bukanlah sebuah impian bagi seorang Nana Aksana. Impianya justru berbanding terbalik dengan apa yang terjadi dengannya sekarang. Nana Aksana Putri, adalah seorang remaja yang hidup dengan kebebasan h...