...o0o...
"Dek? Bagaimana? Apa adek-.."
Belum sempat polisi itu bersuara, gadis yang gugup itu sudah menjawab terlebih dulu."G-gak pak. Saya baru pulang kerja jam enam pagi tadi." jelas si gadis pelan.
Pak Polisi nampak terdiam sebentar lalu mengangguk mengerti. "Baiklah. Mohon di minta bantuannya jika adek melihat orang dengan ciri-ciri yang sama. Sebaiknya langsung kabari pihak Kepolisian atau Kepala desa," polisi melempar pandangan tak yakin ke sekeliling. "Baik kami permisi."
Setelah saling mengangguk dan membuang senyuman hambar, pintu pun perlahan tertutup. Akhirnya, pikirnya pelan.
Baru saja sang gadis merasa lega sambil membuang nafas berat, tiba-tiba badannya langsung di dorong tembok dengan posisi leher tercekik.
"Lo gak bakat bohong." Ucap Zarfan tepat di depan wajahnya.
Matanya terbuka lebar dengan kaki yang nampak sedikit gemetar mencerminkan ketakutan yang sangat mendalam. Jika tak terhalang daging, Zarfan mungkin saja dapat mendengar suara detak jantung si gadis yang semakin cepat setiap detiknya.
Munculnya air mata di wajahnya menggambarkan ketakutan yang sangat mendalam darinya. Zarfan tersenyum, muncul niat jahil tuk sedikit menggoda gadis yang lehernya sedang ia cekik sekarang ini. Dengan sengaja Zarfan mengencangkan cekikan tangannya pada area leher sang gadis.
"S-sakit!" Rintih si gadis yang lebih terdengar seperti desahan manja yang membelai telinga Zarfan.
"Nama lo." Kata Zarfan dengan suara berat.
Gadis itu nampak menggenggam tangan Zarfan pelan, meminta dengan tatapan sayu agar lelaki di depannya ini berbaik hati dan sedikit melonggarkan tangannya. "Nov-ia,"
Zarfan melepas genggamannya dari leher Novia, bukan berniat membebaskan melainkan dengan cepat memutar kembali tangannya, mengambil katana tajamnya untuk di todongkan tepat di leher jenjang gadis itu. Sekali lagi Novia menarik nafas berat sambil berusaha menempelkan tubuhnya sedekat mungkin dengan dinding.
"Sekali lo gerak, sedetik lagi lo tinggal nama." tekan Zarfan.
Novia menjawab cepat sambil menutup mata. "i-iya!"
"Gue Zarfan, buronan yang mereka cari." kata Zafran memperjelas.
"A-aku tau." Zarfan tersenyum menang sambil menatap Novia, ujung matanya tak sengaja melihat plastik putih berisi kapas dan beberapa obat yang sendari tadi di genggam gadis pendek di depannya ini. Gadis ini ingin mengobatinya?
"Gue gak bakal lama di sini, lebih baik lo nurut dan jadi tuan rumah yang baik, oke?" Zarfan menekan perkatannya dengan sedikit mendekatkan katana itu pada leher mulus yang ada di depannya.
"I-iya," Novia terdiam, bahkan untuk mengngguk saja ia sudah tak bisa, takut-takut lehernya akan tersayat. "T-tolong jauhin itu, a-aku gak akan teriak sumpah!"
Novia sudah sangat lelah bekerja semalaman, ditambah ia juga harus segera bersiap untuk masuk kelas satu jam lagi. namun bukannya istirahat, saat pulang dia malah menemukan tubuh lelaki yang terabing di lantai kamarnya dengan senjata samurai itu terikat di pundaknya.
Niatnya yang baik ingin menolong untuk mengobati, sekarang malah jadi bumerang yang mengancam nyawanya. Kini Novia sudah benar-benar lelah dan hanya ingin duduk, bukan menempel pada dinding dengan benda tajam yang berada satu inci dari lehernya.
Beruntung Zarfan mau bekerja sama dengan menjauh dan memasukan katana itu kembali ke sarungnya saat melihat Novia tenang. Setelah itu Novia menunduk lemas memegangi lehernya yang hampir terluka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sen Benimsin
Teen FictionCeritanya masih on going ya.. [Rabu, 13, Maret, 2024] ...o0o... "Sen Benimsin." "Itu bahasa apa lagi, Zar? aku gak ngerti." "Turki." "Artinya?" "Kamu milikku." ...🖤... "Sekeras apapun lo coba kabur, gue bakal tetap bisa nemuin lo dimanapun itu. Me...