🍀 Jangan Sakit 🍀

2.3K 221 120
                                    

Jadi anak teknik itu seru, menantang, dan menguji adrenalin. Menjadi bagian dari teknik juga terdengar keren. Namun, ini bukan hanya bagaimana citra Arumi berubah setelah masuk teknik. Ini tentang Arumi yang menjadi lebih tangguh setelah masuk teknik.

Sejak kecil, Arumi bukan termasuk gadis feminim yang suka main boneka barbie, ia lebih suka mainan anak laki-laki. Menurutnya warna hitam lebih bagus dari pada warna merah jambu.

Bikin sakit mata aja, pikirnya.

Sampai SMA ketika Ibunya menyarankan masuk jurusan IPA saja, Arumi menolak. Ia ingin sekolah di sekolah kejuruan, ibunya kembali memintanya masuk jurusan tata boga. Kali aja kesempatan itu membuat Arumi jadi lebih cewek.

Ibunya hobi masak, pintar masak pula. Pikirnya, bakat itu akan turun ke putri satu-satunya yang ia miliki. Namun, Babeh telah melihat bakat lain yang dimiliki putrinya.

Sedari dulu, Arumi gemar sekali naik sepeda. Sampai saat sepedanya rusak, ia perbaiki sendiri seolah dirinya adalah seorang montir. Lalu, Babeh melihat semuanya. Ada ketertarikan lain yang putrinya inginkan, dan itu bukan dalam hal memasak.

Suatu hari, Babeh mengajak anak gadisnya berbicara. Saat itu, Arumi tengah dilema akan melanjutkan sekolah menengah atas dimana.

Sore itu di kamarnya, Babeh masuk dan duduk di tepi ranjang di samping Arumi.

"Babeh tau apa yang elu mau," ungkapnya, Arumi lantas memiringkan kepalanya ke arah Babeh.

"Bukan masak-masak kayak yang Emak lo bilang." Lanjutnya lagi.

Arumi mendongak.

"Apa yang Babeh tau?"

"Lo seneng 'kan kalau lagi main betul-betulin sepeda? Motor Babeh aja mau lo bongkar kemaren." Babeh berujar sinis, membuat Arumi tergelak dan tertawa.

Sambil memukul pelan perut Babeh yang buncit.

"Ada sekolah mesin bagus sekitar sini. Besok kita daftar ke sana," ujar Babeh dengan yakinnya.

Arumi menatap Babeh, tatapan yang tak bisa ia jabarkan.

"Beh, tapi nanti Arin bakal makin keliatan kayak cowok. Babeh emangnya gak malu punya Arin-"

Arumi menjeda kalimatnya, melirik takut Babeh yang mulai melotot tak terima.

Babeh menggelengkan kepalanya.

"Jangan sampe elu punya pikirin kayak gitu, Rin. Babeh bangga sama lu, Arin anak Babeh yang paling cantik. Satu kampung, sejakarta, cuma Arin yang paling cantik." Tuturnya, Arumi ingin menangis, air matanya yang berlinang di pelupuk mata bahkan hampir turun ke pipi.

Kemudian, Babeh menarik anak gadisnya ke dalam pelukan hangatnya.

"Babeh gak peduli apa kata orang, Babeh cuma peduli sama apa yang Arin mau." Ucapnya, sambil mengusap lembut surai legam milik Arumi.

"Cuma Babeh yang ngerti Arin." Tuturnya tak begitu jelas, sebab sambil sesenggukan menangis.

Lantas, dari arah pintu Ibunya datang. Beliau telah mendengar semuanya.

"Eh eh, ape nih peluk-peluk gak ngajak?"

Arumi langsung melepas pelukan dengan Babeh nya. Lalu, menatap Ibunya sambil bertanya-tanya.

"Mak, Arin mau masuk mesin."

"Kalau itu yang bikin elu bahagia dan nyaman. Emak bisa apa, selain dukung dan doain?"

Setelah berkata demikian, Arumi memeluk kedua orangtuanya.

Beruntung ia dilahirkan dalam keluarga penuh pengertian, harmonis, dan hangat.

KKN BenefitsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang