"Dek, jangan berisik! Pak Ustadz lagi ceramah," peringat Rachel pelan pada seorang anak dengan kisaran usia lima belas tahunan.
Konon katanya, lewat apa yang masih bisa Rachel dengar dari anak-anak gadis itu, mereka mengagumi teman-teman KKN nya. Cowok-cowok yang duduk di seberang sana. Jamaah perempuan dan lelaki duduk bersebrangan cukup berjauhan namun berhadapan. Pak Ustad sendiri duduk di tengah di antara para jemaah.
Rachel puyeng, banget.
Anak-anak itu terus saja membicarakan betapa ganteng dan kerennya kakak-kakak KKN dari kota. Sambil menyimak Pak Ustadz dengan fokusnya yang mulai terganggu itu membuat Rachel memijat pelipisnya pelan.
"Komo nu itu, kasep pisan!"
("Apalagi yang itu, ganteng banget!")
"Yang mana? Yang pake koko putih?"
"Semuanya pakai koko putih, Ajeng!"
Kira-kira begitulah percakapan empat anak-anak gadis itu. Bukan hanya Rachel, tapi Arumi sama Farra pun dibuat pusing juga.
Bahkan si adek yang dipanggil Rachel itu mengabaikan teguran gadis berkulit pucat itu.
"Adek-adek, ngobrolnya dalem hati aja ya," Arumi meginterupsi, pelan namun bisa anak-anak gadis itu dengarkan.
Setelah dua kali kena tegur, barulah mereka diam. Saling bertatapan malu, melirik satu sama lain seolah saling bercakap lewat batin.
Farra menghela napasnya berat. Ada-ada aja. Coba saja kalau keempat anak gadis itu tinggal satu atap dan tahu kelakuan cowok-cowok berkoko putih itu, yang sialnya memang ganteng banget malam ini. Aura terpancar begitu menyegarkan mata yang melihatnya.
Mata Farra bergerak dan berhenti di satu titik. Pria berkoko putih dengan rambutnya yang disisir rapi itu terlihat begitu tenang dan pula tampan. Air mukanya begitu teduh, damai, dan bersahaja. Rahangnya tajam dan pipinya sedikit tirus, kulitnya putih membuatnya semakin bersinar.
Farra terkesima beberapa saat, sampai sebuah mata lain bersitatap dengan netra coklatnya. Gadis itu salah tingkah, langsung membuang wajahnya ke sembarang arah.
Farra berdeham pelan untuk menghilangkan rasa gugupnya. Aktivitasnya itu tak luput dari pandangan Arumi, ada sesuatu yang mengganjal di hati gadis itu. Ada sebuah pertanyaan yang tengah menanti jawaban."Pak Ustadz? adik-adik ini mau bertanya katanya, Pak Ustadz."
Rachel mengiterupsi, suaranya tampak lantang karena sudah tak tahan. Rupanya, anak-anak gadis yang duduk bergerombol tepat di sebelahnya itu telah menghabiskan stok kesabaran Rachel hari ini.
Rachel masa bodo ketika anak-anak gadis itu tampak begitu terkejut, apalagi ketika Pak Ustadz bertanya pada mereka apa yang ingin mereka tanyakan, anak-anak gadis itu dibuat membeku di tempatnya.
"Berisik ya Mbak Rachel?"
Rachel melirik ke sebelah, ada Laras putrinya Pak Kades yang ikut pengajian.
Rachel tersenyum kikuk dan mengangguk pelan.
"Iya, Mbak Laras."
"Ayas aja, Mbak."
Rachel mengernyitkan dahinya, "Kalau begitu kamu juga panggilnya Rachel aja, gak usah pake Mbak." Akhir kalimatnya disertai kekehan kecil khas Rachel.
Laras mengangguk-angguk setuju kalau begitu.
"Biasanya kalau ada pengajian, anak-anak gadis ini gak pernah dateng." Beber Laras, karena anak-anak KKN lah mereka pergi ke mesjid untuk ikut pengajian rutin.
"Oh, begitu ya?"
"Iya, karena kalian hadir disini jadi mereka ikut datang. Pengaruh anak- anak KKN memang luar biasa," puji Laras sambil tersenyum puas, lantas Rachel hanya bisa tersenyum kikuk bingung mau menjawab apa.
KAMU SEDANG MEMBACA
KKN Benefits
Teen FictionAda mitos KKN, katanya. Jika yang memiliki kekasih maka hubungannya akan kandas karena sejatinya yang ada di hati akan kalah dengan yang dilihat setiap pagi. Perlahan, apa yang telah dipertahankan akan runtuh juga, termasuk perasaan pada pasangan y...