3. sebuah fakta

23 6 2
                                    

Happy Reading


"Yuhuu gue menang lagi! Lo harus traktir gue Yog, gue gak mau tau."

"Tumben lo menang main PS lawan gue" Yogi menyentil pelan kening Bambang.

"Bilang aja gak terima! yuk ke kafe depan! Kudanil and Ujang kalian mau ikut gak?"

"Gak ada duit, lagi bokek" ucap Ujang dengan wajah sedihnya yang dibuat buat.

"Semua gue traktir hari ini" sargah Daniel yang masih duduk anteng disofa sambil memainkan laptopnya.

"Dua tiga,"

"Dua tiga nyenyenye, yuk gas!" Ujang yang hendak berpantun disela oleh Daniel yang langsung mengambil jaket dan mulai beranjak keluar markas.

Iya, malam ini mereka sedang berada di markas. Bukan markas geng motor, ini memang sengaja dibuat untuk mereka berkumpul bersama. Bangunan minimalis yang cukup jauh dengan kota, dikelilingi pemandangan yang indah. Layaknya rumah, markas ini memiliki fasilitas yang tak bisa dibilang murahan. Markas ini bagaikan rumah kedua empat serangkai itu. Di markas terdapat dapur, ruang kumpul, gym, kolam renang, dan masing masing kamar pribadi mereka yang didalamnya sudah ada kamar mandi.
Mereka sudah menabung sejak SMP untuk membuat markas ini.

"Tumben lo nraktir niel"Ucap Yogi yang langsung mengikuti Daniel.

"Biasa, abis menang balapan kemarin" kekeh Daniel.

Daniel memang suka balapan, walaupun mereka berempat bukan anak geng motor tetapi kemampuan dalam mengendarai motor sudah tidak bisa diragukan lagi.

🦋🦋🦋

"Kalian mau makan apa?" tanya Bambang yang mulai mencatat pesanan mereka satu persatu.

"Samain aja semua" Daniel berkata diikuti ujang yang mengangguk anggukkan kepalanya pertanda setuju.

"Gue gak sama, gue mau pesen banyak makanan biar kenyang!" sargah Bambang.

"Kalo makan lo nomor satu" ujar Ujang.

"Iya dong, kan kalau yang nomor satu pantun itu elo!" Bambang yang mengucapkan itu langsung tertawa terbahak bahak diikuti oleh Daniel.

"Lucu lo gitu?" sinis Ujang.

"Woe Yogi, dari tadi diem baek, lo lagi lihat apa sih? Serius amat!" Ujang menggeplak pelan bahu Yogi, Daniel dan Bambang yang awalnya sibuk dengan kegiatan masing masing mengikuti arah pandang Yogi.

Rahang Yogi mengeras, tangannya mengepal sampai kuku kukunya memutih.

"Itu mamanya Yogi kann!?" Bambang membekap mulut Ujang yang tidak bisa dikontrol itu.

"Kecilin bisa Jang?" Daniel menatap sinis Ujang.

Mama Yogi berada di meja yang tak jauh dari meja mereka, berdua dengan sosok lelaki seumuran dengan papanya. Mamanya terlihat sangat bahagia tertawa lepas dan sesekali menyuapi lelaki itu makan.

"Anjing! Gue benci sama perusak kebahagiaan keluarga gue!" Ucap Yogi sambil menggebrak meja dan langsung pergi meninggalkan tiga sahabatnya yang masih melongo tak percaya akan tingkah mama Yogi.


"Biar gue samperin" Bambang yang hendak mengikuti Yogi ditahan oleh Daniel.

"Biarin, dia lagi butuh waktu sendiri"

YOGITA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang