DIA, SAHABATKU!?

30 5 3
                                    

Gevariel pov

Sang mentari mulai muncul. Membuat insan yang ada di bumi merasa terganggu akibat sinar yang merusak mimpi indah mereka. Aku terbangun dari tidurku, karena suara alarm yang terdengar sangat keras. Felicia memasangkannya untukku, agar aku langsung terbangun jika mendengarnya. Perlahan-lahan aku membuka mataku, menampilkan warna mataku yang berbeda dengan yang lain. Mataku berwarna silver, aku melirik jam alarm yang ada di atas nakas, lalu aku mematikannya dengan malas.

Aku menatap langit-langit kamar cukup lama, kemudian bangkit dari tempat tidur. Dengan rasa malas, aku berjalan menuju kamar mandi setelah mengambil handuk yang ada di lemari.

"Tuan muda Gevariel, baju anda telah saya setrika," ucap pelayan, mengetuk pintu kamarku, yang terdengar jelas di telingaku, walaupun aku sedang mandi.

"Ya! Masuk saja, dan taruh saja di kasur!" teriakku dari dalam kamar mandi. Pelayan itu membuka pintu kamar, dan menaruh seragamku di atas kasur.

"Sudah saya taruh, Tuan muda. Kalau begitu, saya pamit dulu," ujarnya, menghadap pintu kamar mandi, membungkukkan badannya. Jangan heran, kenapa aku bisa tau jika pelayan itu melakukan seperti itu, walau aku di tempat yang berbeda darinya. Itulah, kekuatanku. Aku bisa mengetahui suara, apa yang seseorang lakukan, apa yang ia bicarakan. Dari jarak jauh.

"Ya! Silakan!" jawabku dengan teriak. Kemudian pelayan itu pergi dari sana, menutup pintu kamarku. Setelah selesai mandi, aku mengambil seragamku yang ada di kasur, dan memakainya.

Aroma vanila tercium di hidungku, aroma yang ku sukai selain matcha dan musk. Aku menatap bayanganku di kaca yang lengket dengan lemari, dan mengambil sesuatu di meja nakasku. Lalu menggunakannya untuk merapikan rambut-rambut yang berantakan. Kemudian, aku meletakannya dan mengambil dasi yang berlogo SMA Aquarius yang berwarna coklat.

Saat hari senin dan selasa, aku harus memakai seragam hitam-putih, celana atau rok hitam, dan ber jaz warna merah maroon. Seragam hari rabu dan kamis, atasan cream, dan bagian bawah berwarna coklat susu. Jumat dan sabtu, atasan putih bersih, bawah biru langit, dan boleh ditambahkan dengan jaket, cardigan, dan lainnya. Kalian boleh memakai jaket, cardigan, dan lainnya, tapi, hanya di hari jumat dan sabtu. Selain hari itu, wajib memakai jaz. Jika tidak, maka akan di denda, dan dikurangi poinnya.

Setelah aku memasang dasi, aku menyemprotkan beberapa bagian seragam dengan parfum Aigner Black.

"Kak? Kau sudah bangun?" ucap seseorang di balik pintu kamarku. Aku segera mengambil tas dan sepatu, membuka pintu.

"Ada apa, Fazil?" tanyaku balik, aku menatap salah satu adekku datar, ia menatapku dingin.

"Aku disuruh bibi untuk mengecek kau apakah kau sudah bangun atau belum," jawabnya, kemudian ia berbalik badan dan meninggalkanku. Aku pun mengikutinya, setelah aku mengunci pintu kamarku.

"Pagi, semua!" seru si anak bungsu--Lia, ia melemparkan senyuman manis kepada semua yang ada di meja makan. Setiap pagi, Lia selalu begitu, ia berseru menyapa kepada kami semua. Bahkan kepada, Fayz, Farel dan Rakha--sepupu kami.

"Pagi!" balas Eli mewakili mereka semua, aku berhenti menuruni tangga, dan menatap Lia sekilas, sebelum aku bergabung dengan mereka. Aku menarik kursi yang bersebelah dengan Fazil dan Eli, lalu menduduki kursi berwarna putih itu, dan menaruh tasku di bawah. Aku menatap sarapan cukup lama, aku tidak suka dengan selai rotinya. Roti panggang dengan selai cokelat, dan roti panggang dengan selai strawberry, lalu minumannya teh hijau.

Aku melirik Eli, dia sangat suka roti dengan selai strawberry, mataku kini beralih menatap seseorang di hadapanku, Faid. Kemudian aku melirik ke arah bibi yang sedang sibuk dengan sarapannya. Baiklah, ini saatnya aku beraksi. Untung saja aku sudah mengambil tempat bekal tadi pagi.

JERITAN ANAK PERTAMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang