MANA MUNGKIN

11 4 1
                                    

"Gev! Bagaimana kabar lo sekarang?" sahut North. Gev meliriknya sekilas.

"Menurutmu?" jawabnya ketus, "Kenapa kau bertanya?" lanjutnya, North yang bertanya seperti itu kepada Gev, kini menyesal.

"Ga boleh?" Gev hanya meliriknya, tak menanggapi pernyataan darinya, dan fokus dengan handphonenya. Kemarin, Gev telah keluar dari rumah sakit, dan sekarang ia diperbolehkan oleh dokter untuk beraktivitas, yang tidak terlalu berat untuknya.

"Tangan lo masih sakit, Gev?" tanyanya sekali lagi.

"Kok, lo nanya yang gituan," sahut Rayyan--teman sekelas North.

"Biasanya lo ga pernah nanya ke orang lain yang ga penting bagi lo. Tapi, kok, lo..."

"It's up to me," selanya. Saat ini, mereka berempat sedang duduk di kursi panjang yang ada di halaman belakang sekolah. Menikmati angin segar di sana. Untunglah saat ini jamkos, lantaran para guru mmepersiapkan lomba untuk besok lusa. Siswa-siswi yang mengikuti lomba non akademik, kini tengah sibuk latihan untuk lomba lusa besok.

"North, lo lomba apaan besok?" tanya Rayyan. Rayyan Sebastian Aditya. North menoleh ke arahnya.

"Gue, kan, ketos. Mana mungkin gue ikut lomba," jawabnya. Anka terkejut mendengarnya.

"Hah?! Kau ketua OSIS di SMA ini!?" serunya, mereka berdua kini menoleh serempak ke arahnya dengan raut wajah yang berbeda-beda. Tak heran bagi North, jika Anka tak tau bahwa dirinya ialah ketua osis di sana, karena Anka adalah siswa pindahan.

"Lo ga tau? Ish, ish, ish..keterlaluan," ucap Rayyan, North kini menatap ke arahnya.

"Maklum. Anak pindahan dia," jelasnya, Rayyan hanya mengangguk, lalu menatap ke layar handphonenya. Kini Rayyan kembali bertanya. "Sekolah kita, lawan sekolah apa?"

"SMA Antariksa sama SMA Cancer."

"Lombanya apa saja?" tanya Anka, North meliriknya sekilas.

"Lari, bulu tangkis, voli, basket, sepak bola, futsal, karaoke, pertunjukkan, puisi, sama taekwondo," jawabnya tanpa menoleh ke arahnya, Anka menimpalinya dengan anggukan.

"Ray, kau ikut lomba apa?"

"Gue ikut lomba sepak bola. Kalau lo?" tanyanya balik, Anka memikirkannya sejenak.

"Ini, pilihan siswa, atau, gurunya yang-"

"Pilihan siswa, dan wali kelasnya harus menyetujuinya. Nanti akan dilatih sama guru tertentu," potong North, Anka mengangguk.

"Aku mau puisi saja. Boleh, kan?" North mengangguk, "Boleh. Lo bisa puisi, kan?"

"Bisa! Aku dulu juara satu saat lomba puisi," ujarnya, North dan Rayyan menoleh ke arahnya secara bersamaan.

"Beneran?!" Anka mengangguk sembari tersenyum. Gev melirik mereka bertiga, ia melirik Anka cukup lama.

"Keren! Padahal puisi susah," ucap Rayyan.

"Iya jir. Puisi tu susah."

"Juara satu..lomba puisi?"

"Kayaknya..aku pernah lihat saat Anka tampil."

"Tapi..kapan?"

"Ka," panggil Gev, Anka menoleh ke arahnya.

"Ya? Kenapa? Mau pulang ke kelas?" Gev menggeleng. Ia terdiam selama beberapa detik.

"Bukan. Aku..ingat sesuatu tentangmu.." gumamnya, tentu Anka terkejut mendengarnya. Sehingga ia bangkit dari kursi, dan menatap Gev dengan tatapan berharap.

JERITAN ANAK PERTAMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang