"Maksud lo apa nuduh gue?! Jelas-jelas gue ga ada di rooftop!"
"Ga usah ngehindar! Gue ada buktinya anjing!" sahut Araav tepat di wajahnya, Gev tak bisa berbuat apa pun. Ini fitnah. Semua ini fitnah. Gev tak dapat mengelak, Araav tadi memutar video tentang dirinya dan seorang siswa sedang berada di rooftop, keduanya saling berbicara, namun tak lama setelahnya, siswa tersebut jatuh dari rooftop karena Gev mendorongnya. Bagaimana bisa dia berada di rooftop sementara dia sendiri berada di halaman belakang?
"Masih mau ngehindar lagi, hah!? Lo punya masalah apa sih!? Kemarin lo ngedorong mas Gilang ke kolam ikan, lalu mas Rasya lo dorong dari lantai tiga! Sekarang!? Sekarang lo dorong anak pak wakil dari rooftop!" Gev terkejut, mengernyitkan alisnya, jadi itu sebabnya semua siswa menatapnya tajam. Tapi kenapa dia sendiri tak tau berita itu? Tentang Gilang kelas XII IPS 3 yang kecemplung ke kolam ikan di halaman belakang sekolah, dan tentang Rasya kelas XII IPS 2 yang terjatuh di lantai tiga. Tidak, Gev tak melakukan ini semua. Ini semua fitnah. Ini semua tuduhan.
"Bukan gue yang ngelakuin ini semua! Gue aja ga tau kalau ada berita tentang kedua kakak kelas yang masuk rumah sakit! Gue ga tau sama sekali! Berita itu ga ada di hp gue! Gue ga ada masalah apa pun sama mereka! Gue ga tau semuanya! Gue ga ngelakuin itu, dan gue ga tau kedua berita itu!"
"Jangan mengelak, Gev! Buat apa lo mengelak sementara bukti ada di tangan gue!?" Gev terdiam, benar-benar terpojok akan ucapannya. Dia benar, dia punya bukti, tetapi Gev tak melakukan hal seperti itu, bahkan jika berurusan dengan nyawa. Tak ada gunanya jika Gev terus mengelak, berusaha membela dirinya bahwa ia tak melakukannya, namun apa dayanya? Araav mempunyai bukti kuat sehingga semua orang memercayainya.
"Gue udah laporin ketiga berita ini ke Ayah gue, Pak Kepala Sekolah! Bilang aja kalau lo benci sama mas Gilang sama mas Rasya karena mereka populer kayak lo! Bilang aja lo ga suka kalau ada yang nyaingi lo!"
"Gue ga pernah ngerasain itu sedikit pun!! Gue ga peduli kalau gue populer! Gue ga mengharapkan gue jadi populer!" jawabnya cepat, semua siswa yang melingkari mereka bersorak sarkas begitu mendengar jawaban Gev.
"Lo udah ngelakuin yang berurusan dengan nyawa tiga kali, Gev. Mas Gilang sekarang masih ada di rumah sakit, air kolam ikan itu ada zat berbahaya di sana. Sedangkan mas Rasya masih koma di rumah sakit, dia banyak kehilangan darahnya, dan itu karena perbuatan lo!!" Gev terbungkam, ia tak dapat mengelaknya, tak ada satu pun siswa yang berpihak kepadanya. Semuanya berpihak kepada Araav.
"Gue harap Pak Kepala ngeluarin lo dari sekolahan! Kalau nggak, siswa di sini semakin terancam!" seru salah satu siswa. Semuanya menyorakinya, setuju dengan ucapannya. Siswa-siswi menyoraki Gev, entah itu dengan kata-kata kasar, sarkas, bahkan menghinanya. Gev terdiam, tak bisa berbuat apa pun, yang hanya bisa ia lakukan ialah diam.
"Gue kira lo siswa yang baik, tapi ternyata iblis!"
"Lo kalau ada masalah bicara baik-baik lah! Jangan langsung buat mereka masuk rumah sakit goblok!"
"Keluar dari sini! Gue ga mau masuk rumah sakit!"
"Kalau ga keluar, minimal mati aja lah."
"Benar! Kalau lo ada di sini, semua siswa bisa-bisa masuk rumah sakit! Bahkan meninggal!"
"Lo ga guna, tau nggak!!"
"Ganteng, pintar, tinggi, ketua taekwondo, wakil basket. Tapi sayangnya iblis! Uuppss!" Semuanya tertawa, menghina dirinya. Gev menunduk, diam-diam dia mengutuk Araav, tatapannya kosong, mendengar perkataan mereka yang persis dengan apa yang keluarganya ucapkan kepadanya.
"MATI SAJA DASAR IBLIS!"
"KEHIDUPAN KAU DI SINI TAK ADA GUNANYA!"
Gev teringat jelas di memorinya, tentang ia dikata-katain oleh keluarganya sendiri, bahkan kedua orang tuanya sendiri. Air matanya jatuh. Gev selalu diperlakukan seperti ini oleh orang-orang sekitarnya, padahal dia sendiri tak punya salah apa pun. Keluarga, bahkan sekolah. Gev takut jika dia benar-benar akan dikeluarkan di sekolah, orang tuanya akan memarahinya habis-habisan, bahkan mungkin akan menghukumnya habis-habisan. Aura Gev perlahan-lahan berubah, menatap Araav dingin dan tajam, matanya berwarna merah. Reverse kini mengambil alih. Araav tersentak, sementara beberapa siswa yang di belakang Araav bergetar ketakutan.
KAMU SEDANG MEMBACA
JERITAN ANAK PERTAMA
FantasíaSeorang kakak yang dibenci kelima adek kandungnya, dan bahkan lebih dari itu. Mereka menjauhinya, dan mengasingkan dirinya sendirian, meninggalkan dirinya sendiri di dalam kegelapan. Disaat ia berumur 16 tahun, ia tidak menganggap mereka sebagai ad...