9

4.1K 406 26
                                    

Dalam hidupnya hanya ada satu hal yang selalu harus ia lakukan yaitu kerja keras. Jena pikir hanya dengan bekerja keras ia bisa memiliki hidup yang baik, lebih baik dibandingkan dengan kehidupan pertamanya.

Sayangnya karena pemikiran yang seperti itu Jena malah tidak menghargai dirinya. Banyak orang bilang bahwa dirinya cantik, cantik dalam artian apa? Semua orang punya kecantikan mereka masing-masing. Bahkan bunga bangkai pun memiliki kata cantik meski tertutup bau nya yang tak sedap.

Tetapi untuk kali ini Jena mengakui bahwa dirinya cantik, tokoh Jena ternyata di gambarkan sangat cantik oleh penulisnya, meski hanya peran sampingan.

"El.. ini aku?"

"El?" Jena menoleh ke arah Mikael yang terdiam di belakangnya.

Mikael meneguk ludahnya, "sangat cantik." Bisiknya lirih dengan mata tajam nya yang senantiasa menatap Jena.

"Kau selalu cantik di mata ku Jena, cantik."

Jena malu pipinya bahkan merona, fokus Mikael kini pada bibir merah Jena yang sedikit mengganggunya.

"Emh?" Jempol Mikael mengusap bibir merah itu hingga kini warnanya memudar, "warna ini lebih cocok untuk mu dibandingkan merah."

Jena hanya merespon gelengan pelan, "tunggu sebentar aku akan membawa pakaian ku yang tertinggal di tempat ganti." Jena langsung pergi setelah ingat bahwa pakaiannya masih berada di tempat ganti.

"Sialan!"

Mikael mengusap wajahnya kasar, "aku sudah tak sabar... dia semakin menarik banyak lebah untuk hinggap. Jena.. Jena..!"

Wajah Mikael seketika berganti berseri saat melihat Jena yang berjalan mendekat ke arahnya, "aku sudah selesai."

"Jena?"

"Ya, ada apa El?"

"Apa aku tampan?"

Hah?

Jena melotot sungguh tak menyangka dengan pertanyaan yang baru saja di lempar Mikael padanya, apa tadi tampan? Rasanya ingin sekali Jena berteriak 'kau sangat tampan El sangat tampan! Wajah mu itu adalah gambaran paling sempurna penulis!'

Tapi Jena hanya bisa mengatakan, "kau bertanya jawaban yang sudah pasti El." Sambil melengos meninggalkan Mikael yang terkekeh senang.

***

Hari menjelang malam Jena baru saja membuang sampah sambil memilahnya di pembuangan, memisahkan botol, sampah plastik, dan sampah rumah tangga di tempat yang seharusnya.

Saat pintu lift akan tertutup dari jarak yang lumayan dekat seseorang terlihat kesulitan membawa 3 kotak kardus di depannya, refleks Jena menekan tombol di sampingnya agar pintu lift tetap terbuka.

"Hoh? Terima kasih." Pria itu meletakkan kotak itu di lantai.

"Penghuni baru?" Tanyanya dan Jena menoleh dan mengangguk.

"Satu minggu yang lalu."

Pria itu mengangguk, "nama ku Elias salam kenal."

Jena menyambut uluran tangan itu, "Jena."

"Eh ternyata kita satu lantai, berapa nomor kamar mu?"

Sedikitnya Jena merasa risih karena sikap friendly Elias yang cukup tak akrab baginya. Elias yang menyadarinya pun langsung di serang perasaan tak enak, "ah maafkan aku membuat mu tak nyaman."

"Tapi jujur saja aku tidak bermaksud buruk, tetangga baru."

Jena tersenyum tipis, "tidak masalah..."

Ternyata kamar apartemen mereka hanya berbeda satu kamar sungguh sebuah kebetulan.

Setelah memasuki unit apartemen nya Jena bersiap-siap untuk memasak makan malam sebelumnya ia mengganti pakaiannya dulu hanya dengan kaos kebesaran dan celana pendek selutut.

"Hari ini aku mau masak apa ya?" Jena menatap lemari pendingin yang masih banyak bahan masakan.

Setelah setengah jam berkutat dengan bahan masakan akhirnya 3 hidangan tersaji rapih di atas meja makan, beef teriyaki, sayur soup, dan udang tepung crispy tak lupa sambal pedas yang menggugah selera.

Saat akan duduk tiba-tiba pintu apartemen nya terbuka ternyata itu adalah Mikael, wajahnya terlihat lelah dan lesu. Mungkin pekerjaan di kantor sangat menumpuk.

"El? Kemari lah kebetulan kau datang aku baru saja selesai memasak untuk makan malam, kau pasti lapar bukan?"

Mikael mendekat lalu menumpukan kepalanya di bahu Jena, "aku lelah Jena, aku lelah."

Jena melingkarkan tangannya memeluk tubuh tinggi besar Mikael seraya menepuk-nepuk punggungnya.

"Aku tau kau lelah jadi jangan memaksakan diri mu dan beristirahat ung?"

"Aku akan ada untuk mu, bahu ku bisa kau pinjam untuk tempat bersandar mu."

Mikael semakin nyaman sampai menenggelamkan wajahnya pada perpotongan leher Jena, "bisakah aku tidur di sini malam ini?"

"Tentu saja ini rumah mu juga, kau bebas tinggal di sini El."

Tbc.

Unhealing WoundTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang