exiled

12.8K 35 0
                                    

Hujan tiba-tiba mengguyur saat tidak ada awan hitam sebelumnya. Anjani berlari kecil dari tengah-tengah kebun menuju pondok kayu tempatnya tinggal. Hujan semakin deras mengguyur, Anjani pasrah dirinya basah oleh hujan karena keadaannya yang tidak memungkinkan untuk berlari lebih kencang. Perut besarnya tentu menjadi penghalang gadis itu untuk berlari cepat.

Benar saja, Anjani basah kuyup.

Dalam sekejap hujan berubah menjadi lebih besar dan disertai angin. Gadis itu tidak bisa begitu saja masuk. Ada banyak hal yang harus ia amankan. Anjani melangkah serampangan untuk menyelamatkan jemuran pakainnya di emperan pondok. Juga hasil panen kebun yang sejak kemarin ia gelar di serambi pondoknya. Saat biasnya dalam keadaan hamil Anjani butuh waktu yang sangat lama untuk membereskan, sekarang karena dikejar hujan tidak sampai sepuluh menit semuanya telah berhasil Anjani amankan.

"Huhhhh," Anjani bernafas lega meski rasa sakit mulai menjalar di pingangnya. Perutnya juga sedikit kencang karena Anjani terlalu memforsir diri.

Mandi air hangat sepertinya adalah pilihan yang tepat.

Sesosok orang yang berlarian dari arah hutan melewati kebunnya menunda niatan Anjani untuk masuk.

"Kang Seno!" Anjani berteriak memanggil.

Sosok itu melambai ke arah Anjani. Berlari semakin kencang. Saat sudah sampai keadaan laki-laki itu sama dengan Anjani, basah kuyup.

"Kang kenapa nggak neduh dulu?" Anjani agak sewot. Pasalnya Seno memang mudah sakit kalau terkena hujan. "Nanti kalau sakit gimana?" Nada bicara Anjani berubah khawatir.

"Akang udah kangen banget sama, Jani."

Anjani berdecak. "Ayo masuk. Anjani siapin air hangat buat Akang mandi."

Seno menurut. Saat berlari membelah hutan tadi Seno tidak merasakan apa-apa. Laki-laki itu hanya ingin segera bertemu dengan Anjani. Tapi sekarang Seno mulai menggigil kedinginan.

Seno mengekori Anjani masuk ke dalam pondok. Anjani menyuruh Seno untuk duduk sedangkan Anjani merebus air untuk Seno mandi. Gadis itu juga meracikan teh herbal untuk Seno.

Dari tempatnya Seno dapat melihat pemandangan Anjani yang sangat sexy dengan kebaya tipis yang mulai tidak muat. Kebaya yang tipis dan basah itu memperlihatkan tubuh bagian atas Anjani. Suhu tubuh Seno berubah menjadi panas karena menginginkan Anjani.

"Mandi Kang. Air panasnya udah Jani tuang."

Seno menghampiri Anjani. Tatapannya lapar. Anjani belum sadar dengan keinginan Seno. Gadis itu membelakangi Seno, sibuk menyiapkan air untuk seno mandi agar tidak terlalu panas tapi hangat.

"Mandi Kang," ulang Anjani karena Seno hanya bergeming.

"Nanti aja."

Anjani siap untuk mengomel. Tapi Seno langsung memeluknya dari belakang. Sengaja Seno menempalkan tubuh bagian bawahnya ke bokong Anjani, menggeseknya naik turun. "Akang udah butuh Jani banget."

"Mandi dulu, Kang. Terus minum teh herbalnya. Abis itu Jani mau diapa-apain sama Akang."

"Maunya sekarang," gesekan kejantanan Seno di bokong Anjani semakin cepat. "Udah nggak nahan."

Seno mempertemukan bibir mereka memagutnya penuh nafsu. Seno tidak bermain lama dengan bibir Anjani. Benar katanya, Seno sudah tidak tahan. Dua minggu tidak menyentuh Anjani membuat laki-laki itu ingin segera melakukan penyatuan. Anjani tidak protes saar Seno melepas stagen yang dipakai Anjani, membuat jarik yang terpasang di tubuhnya jatuh berkumpul di kaki Anjani.

"Akh Akang!" Anjani berjengit kaget saat tiba-tiba Seno mengangkat tubuhnya. Refleks kedua tangan dan kakinya melingkar di tubuh Seno seperti koala. Seno memojokan Anjani pada tembok yang tersusun dari kayu.

birth collectionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang