Hide the Birth: Kehamilan yang Terungkap

764 7 0
                                    


"Ma, aku mau nginep ke rumah Lena."

"Lagi?"

Sisil mengangguk saja sembari memakan roti tawar selai kacangnya dengan tidak berselera. Ia hanya mengigit kecil roti itu kemudian mengunyahnya lama.

"Kenapa nggak Lena aja yang nginep ke sini?" Sisil tidak bisa menjawab, ia mengabaikan pertanyaan Mamanya. "Yaudah terserah kamu. Kalo ada apa-apa kabari Mama."

Sisil mengangguk lagi. Ia merasa sedikit lega saat Mamanya tampak bersiap untuk pergi, jujur saja ia merasa sesak hanya karena kehadiran Mamanya.

Raya berpamitan pada anaknya, berpesan untuk tidak lupa makan.

Sisil lega saat Mamanya menghilang dari dapur. Ia menaruh rotinya begitu saja di piring, kemudian bersandar di kursi sembari mengusapi perutnya yang kencang. Sejak semalam ia merasa tidak nyaman karena perutnya lebih keras dari biasanya dan kencang.

"Sil?"

Sisil terlonjak kaget, ia menegakkan kembali duduknya.

"Mama udah lihat rekap nilai kamu bulan ini. Jelek banget. Kedokteran nggak bisa nerima kamu kalau nilai kamu kaya gitu. Jangan bikin Mama kecewa."

"Hmm."

"Belakangan kamu aneh. Mama perhatiin kamu berubah. Something wrong? Apa pun itu, buat Mama yang penting nilai kamu terus meningkat."

Sisil menggeleng, ia menunduk dalam. Ia sedikit membungkuk sembari memeluk perutnya, seperti menyembunyikan sesuatu.

Raya curiga, tapi tidak punya waktu karena jam prakteknya akan segera dimulai. Ia memutuskan untuk mengabaikannya kemudian berpamitan pada Sisil. "Jangan bikin Mama kecewa. Tau kan apa yang bisa Mama lakuin kalo kamu udah bikin Mama marah."

Raya kemudian sungguhan pergi, meninggalkan Sisil yang termenung di meja makan sendirian.

*

"Bu saya izin ke toilet-"

"Udah tiga kali kamu izin ke toilet? Kamu menghindari pelajaran saya?!" Guru matematika yang terkenal galak itu tampak marah. Pasalnya Sisil memang terlihat tidak fokus dan berkali-kali izin ke toilet.

"Mules, Bu. Diare."

Guru itu setengah tidak percaya, tapi melihat Sisil yang wajahnya pucat dan berkeringat, ia membiarkan saja muridnya itu pergi.

Sesampainya di toilet Sisil langsung buang air kecil. Ia juga melepas jaketnya, membuka empat kancing kemeja seragam bagian bawahnya. Barulah setelah itu Sisil bisa bernafas lega.

Pernafasannya terhambat, dadanya sesak. Perutnya kencang dan sekarang nyeri. Ia menunduk, menatap perut yang harusnya sangat besar itu namun mengempes dengan paksa karena ia menggunakan korset berlapis. Sisil mengambil nafas dengan kesulitan karena sesak.

Sisil yakin ia akan segera melahirkan. Ia juga yakin, nyeri yang ia rasakan selama beberapa menit sekali ini adalah kontraksi. Sakit di perutnya berbeda dengan sakit yang ia rasakan dua minggu belakangan, Sisil yakin ini bukan kontraksi palsu. Maka dari itu ia beralasan pada Mamanya untuk menginap di rumah Lena, padahal Sisil yakin ia bisa saja melahirkan malam ini atau besok pagi, sehingga ia harus bersembunyi untuk melahirkan.

Sisil refleks berteriak mengaduh saat tiba-tiba merasakan nyeri yang lebih kuat. Ia meremas roknya.

Jangan di sekolah, please.

"Shhhhh akhhh."

Jam pulang sekolah masih lama, Sisil harus bertahan.

Ia merapihkan pakaiannya lagi, Sisil harus kembali ke kelas atau guru matematika itu akan semakin curiga dan menyusulnya kesini.

birth collectionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang