EX

9.6K 19 0
                                    

Sekar mengerjapkan matanya mencoba menyesuaikan cahaya yang masuk ke penglihatannya. Terang lampu membuat kepalanya pusing. Sejanak, Sekar masih memproses apa yang terjadi di dalam kepalanya sampai kemudian perempuan itu tersadar ia tidak sedang berada di kamarnya sendiri. Ruangan ini asing sekali. Ranjang besi, lemari tua, meja kayu, dan kursi plastik yang ada di ruangan ini tidak ia kenali sama sekali. Aroma dan atmosfir ruangan ini begitu asing.

Sekar meraba perutnya. Ia menghela nafas panjang karena merasa aman saat besar perut dan gerak kecil dari sang bayi masih bisa ia rasakan.

"Sadar juga akhirnya."

Sekar terperanjat. Matanya mencari sosok dari suaru itu.

"Alex?"

"Hai. Nice to see you again," sosok di sudut ruangan itu berkata riang dengan tangan yang terlipat di depan dada.

Alarm tanda bahaya dalam tubuh Sekar berdenting nyaring. Sekar mencoba bangkit, namun gagal. Sesuatu membelenggu tangan dan kakinya.

"Mau kemana sih, cantik?"

"Kamu apain aku?!" Sekar membentak. "Lepass!"

Alex melangkah mendekat hingga jaraknya dengan Sekar tidak lebih dari satu meter. Alex melarikan jemarinya di surai Sekar. Ia belai kepala perempuan yang ia cintai itu lembut. "Akh!" Sekar berteriak saat belaian Alex berubah menjadi jambakan.

"Lo yang apain gue!" Alex menghardik Sekar. "Tega lo sama gue?"

Sekar tidak berkutik. Jambakan Barra semakin mengencang. Mata Sekar berair menahan pedih. "Lex, lepass."

Alex melepaskan jambakannya setelah puas. Pria itu mundur beberapa langkah. Tubuhnya ia sandarkan pada lemari tua. Ia amati Selar lekat-lekat, tidak bosan sama sekali meski sebelumnya ia juga telah melakukan kegiatan itu selama berjam-jam ketika Sekar belum terbangun. Alex rindu pada Sekar. Tapi hatinya sakit. Pengkhianatan Sekar membuat rindu Alex tidak lebih besar daripada rasa benci dan dendamnya.

"Kayanya lo udah nggak pantes dipanggil tuan putri lagi deh," Alex berdecih saat teringat masa-masa dimana ia selalu memanggil Sekar dengan tuan putri. "Lo sekarang lebih cocok disebut pengkhianat."

Sekar menggeleng. Ia tatap Alex dengan tajam. Perempuan itu berusaha menyembunyikan rasa takutnya.

"Lo tuh kalau bukan pengkhianat apa? Bukannya nunggu pacarnya bebas dari penjara malah nikah sama orang lain. Sampe hamil lagi."

"Mau kamu apa? Apa pun mau kamu aku turutin."

Alex tertawa. "Lo. Gue mau lo," Alex mendekat lagi. Kembali disentuhnya surai Sekar. "Gue mau lo, Kar."

"Aku udah nikah, Lex. Aku lagi hamil dan bentar lagi melahirkan. Aku udah punya keluarga kecil yang-"

"Shhh." Alex menempelkan telunjuknya pada bibir Sekar. "Diem. Gue nggak peduli. Mulai sekarang lo milik gue lagi. Lupain suami lo. Gue bisa kasih lebih dari pada dia. Gue benci sama apa yang lo lakuin ke gue. Tapi gue masih cinta sama lo. Biar gue yang wujudin impian lo tentang keluarga kecil itu."

Sekar berdecih. "Lex, denger. Aku udah bahagia sama suamiku. Pulangin aku ke dia. Aku nggak akan laporin kamu ke polisi asal kamu pulangin aku sekarang juga. Dan," Sekar mengantung kalimatnya. "Kamu harusnya sadar. Kita memang nggak bisa bersatu. Semuanya udah berubah sejak kamu masuk penjara. Aku nggak mau ayah dari anak aku adalah mantan narapidana."

Kesabaran Alex habis. Kemarahannya tersulut seperti bensin yang diberi api. Kelembutan yang pria itu simpan untuk Sekar ia buang jauh-jauh. Sekali tarik, Barra mampu menyobek dress yang Sekar pakai menjadi dua. "Pengkhianat harus dikasih pelajaran."

birth collectionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang