*
*
*
*"apapun masalah atau sehancur apapun itu, jangan pernah menjadikanya sebagai alasan untuk meninggalkan sholat" -Luna Trisha
32. | Sorot Mata Hancur
Tempat yang gelap, hanya di sinari rembulan yang temaram. Suara langkah kaki terdengar menggema seisi kolidor, nafas cowo itu tersenggal, ia mulai kewalahan mencari seseorang yang tak kunjung ia temukan. Bahkan seragam sekolah itu masih melekat di tubuhnya, dengan kancing yang di buka, memperlihatkan kaos oblong berwarna hitam. Cowok itu menyisir surainya ke belakang, ia baru saja dari roftoop tapi Anwa tidak ada di sana.
Vilas mencoba berpikir tempat mana lagi yang di datangi Anwa di saat seperti ini. Kelas? Tidak mungkin, itu mudah di tebak, tapi mungkin saja Anwa di sana. Sejak tadi Vilas tidak mencari di kelas mereka, cowok itu menghela nafas berat, lalu mulai berlari lagi menuju kelas 12.
Setelah beberapa saat Vilas sampai di depan pintu MIPA I, cowok itu membuka pintu dengan pelan, ruangan ini hanya di hiasi dengan kegelapan sebelum sinar rembulan menembus kaca jendela, samar samar Vilas melihat seseorang duduk di kursi dengan terdiam.
"Anwa? Itu lo?" Ucapnya menghampiri gadis itu dengan perlahan. Ia terkejut bukan kepalang saat tau jika Anwa di ikat di kursi itu, dengan cepat Vilas membuka ikatan tali yang sangat kuat. Bahkan tali itu menyebabkan beberapa luka di tangan Anwa, "Lo ngapain di sini hah?!" serkah dengan melepaskan lilitan tali dari tubuh, tangan dan kaki Anwa.
"Jawab gue Anwa!!"
"Selain buta warna, sekarang lo juga bisu hah!!?"
"Anwa gue ngomong sama lo"
Anwa mendongak, menatap Vilas dengan sorot mata yang entah ke berapa kalinya hancur, tidak bisakah seseorang tidak membentak dirinya? Lemah, Anwa hanyalah gadis lemah yang mengemis belah kasih seseorang.
Vilas berjongkok di depan Anwa, ia ikut merasa terenyuh dengan kondisi Anwa saat ini, cowok itu memegang rambut Anwa yang sekarang tidak panjang lagi. "Siapa yang potong rambut lo?" Tanyanya melihat rambut Anwa di potong secara acak.
Anwa hanya terisak, lidahnya terasa keluh, ia masih ketakutan untuk saat ini. Gadis itu hanya menggelengkan kepalanya, tidak tau lagi apa yang harus ia katakan.
Vilas merasa dunianya hancur, "tenang, lo ga usah takut lagi okeh? Gue disini, gue anter lo pulang, lo bisa jelasin saat lo mau" Ujar Vilas mencoba menenangkan Anwa, ia merasa bersalah teramat besar, seharusnya ia tidak menyelamatkan monster yang membuat Anwa hidup dengan bayang bayang penyesalan dan sengsara.
◇◍𝓐𝓶𝓮𝓻𝓽𝓪◍◇
Di lain sisi, Mehul berjalan mondar mandir di depan teras rumah. Tanganya sibuk memegangi ponsel yang ia tempelkan di telinga, sedari tadi sudah puluhan panggilan tak terjawab untuk Anwa. Masih baik Gaska tidak ada di rumah, jika iya mungkin Anwa akan mendapat masalah besar. Fadia tidak berhenti gelisah sejak tadi di ruang tamu, ia mengkhawatirkan Anwa yang sampai malam ini tidak pulang ke rumah, ia bahkan sempat memarahi Mehul karena tidak pulang membawa Anwa.
Cowok itu terus menyumpah serapahi Anwa, ia terus menelpon Anwa. Padahal panggilan berdering tapi kenapa adiknya ini tidak mengangkat teleponnya?
Suara deru sepeda motor terdengar, membuat Mehul menghentikan aktivitasnya. Ia memperhatikan dengan raut wajah datar saat Anwa turun dari motor Vilas, gadis itu langsung berjalan tertatih membuka gerbang dan memasuki kediamannya, sedangkan Vilas hanya melirik sekilas ke arah Mehul yang melirik nya balik, kemudian kembali melajukan motornya.
"Bagus, setelah buat orang rumah khawatir, dengan santainya lo pulang larut malem sama cowo?" Ujar Mehul dengan melipatkan kedua tanganya.
Anwa hanya menundukkan pandangan, apalagi ini? Tidak cukupkah ia mendapat makian hari ini? Ia sudah terlalu hancur. "Ma-maaf" Cicitnya, ia tidak tau jika jam sudah menunjukkan pukul 10 malam, sudah berapa lama ia berada di sekolah?
KAMU SEDANG MEMBACA
AMERTA [END]
Teen Fiction"Jika aku pergi semua akan berakhir, benar bukan?" -Anwa Fildzhah Anwa dipertemukan dengan takdir yang mengharuskannya mengikuti semua perintah Yara seumur hidupnya. "Terimakasih sudah selalu ada, terimakasih juga sudah membuat aku kecewa, karena d...