*
*
*
*"Aku sudah berusaha tidak mendengar, tapi sayangnya aku mempunyai telinga" -Anwa Fildzhah
31. | Mati?
Anwa pulang ke rumah dengan kondisi yang tidak baik baik saja, setelah kejadian Yara meloncat dari lantai dua, ia langsung di seret ke ruang bk untuk menerima hukuman. Banyak makian dan hinaan tertuju padanya tanpa di beri ruang untuk membela diri, rambutnya acak acakan, pakaiannya juga terlihat lusuh saat sempat di keroyok siswa-siswi.
Plakk
Wajah Anwa tertoleh ke samping saat Gaska malah menampar nya, "buat ulah lagi kamu!! Ga punya hati! Tega kamu celakain Yara?! Belum cukup kamu buat ibunya Yara meninggal?!!" Kelakarnya, "dasar sampah!! Buat maluu aja kamu!!"
Anwa menoleh ke arah Gaska dengan sorot mata yang hancur, "bukan Anwa pa-"
"Masih ga mau ngaku kamu!!"
"Yara loncat sendiri!!" Teriaknya histeris, ia bahkan tidak tau cara untuk membela dirinya saat ini.
"Ngarang cerita hah!! Banyak saksi yang lihat kamu dorong Yara, ga ada orang lain selain kamu di sana!!"
Anwa terisak lagi dengan tangisnya, tidak ada yang ia rasakan sekarang selain ketakutan. "Pa... Tolong percaya Anwa kali ini aja.. Bukan Anwa pa.. Yara tadi loncat sendiri.. Bahkan sebelum itu Yara cekik Anwa pa, Anwa ga bisa nafas, Anwa kesakitan Yara juga hampir buat Anwa jatuh.. Tapi Yara malah mutar balik keadaan, dia loncat sendiri pa.. Anwa ga bersalahhh!!!"
Laki laki itu berdecih, tatapan matanya semakin tajam menatap Anwa dengan amarah.
Plak
Satu lagi tamparan mendarat di pipi mulus Anwa, bahkan luka di dahinya belum sembuh kini Gaska malah kembali menamparnya membuat cairan merah kental itu keluar dari sudut bibir Anwa. Semua terdiam, bahkan Fadia dan Mehul hanya diam menyaksikan. Mehul menatap Anwa dengan tatapan kosong, sedangkan Fadia pikiranya hanya bingung antara percaya atau tidak.
"Ga bersalah kamu bilang?! Kamu hancurin hidup Yara dan kamu bilang kamu ga bersalah?!"
Anwa memejamkan matanya, merasakan perih di wajahnya, ia menghela nafas singkat. "Kalau hidup Yara hancur, aku apa? Berantakan? Hidup Anwa juga hancur pa.. Papa ga pernah kasih ruang buat aku bela diri sendiri!!" Pekik nya, sebenarnya siapa anak perempuan ayahnya ini? Anwa atau Yara?
◇◍𝓐𝓶𝓮𝓻𝓽𝓪◍◇
Faswan duduk di kursi depan ruang ICU, kedua tanganya gemetar. Bahkan bajunya kini masih terdapat noda darah Yara, pandangannya kosong nenatap lantai rumah sakit. Dadanya terasa amat sesak, tidak ada yang bisa ia lakukan selain menunggu dokter dan tim medis menangani Yara, tapi ia berharap jika kondisi Yara tidak terlalu parah.
Suara langkah kaki yang kian mendekat ke arah Faswan membuat cowok itu menoleh, ia mendapati ayahnya berlari terburu buru, Faswan yakin jika ayahnya ini baru datang dari kantor. Bisa ia lihat stelan baju yang biasa ayahnya gunakan untuk bekerja itu.
"Mana Yara? Dia kenapa?" Tanyanya dengan terengah-engah karena berlari cukup jauh.
"Yara jatuh dari lantai dua" Gumam Faswan telak.
Tubuh Abripraya atau yang sering di panggil Abri itu seketika lemas, ia teruduk di kursi rumah sakit sebelah Faswan. "Kamu ga jagain adik kamu hah?!" Sentaknya yang mulai emosi, ia menoleh ke arah putra sulungnya itu, perasaanya sangat terkejut sekaligus matah, "jangan bilang kalo Anwa yang lakuin ini?" Tanyanya lagi, ia tidak mendapat respon dari Faswan membuatnya yakin jika Anwa lah penyebabnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
AMERTA [END]
Teen Fiction"Jika aku pergi semua akan berakhir, benar bukan?" -Anwa Fildzhah Anwa dipertemukan dengan takdir yang mengharuskannya mengikuti semua perintah Yara seumur hidupnya. "Terimakasih sudah selalu ada, terimakasih juga sudah membuat aku kecewa, karena d...