Halo, terima kasih sudah datang dan membaca bab kelima dari cerita Seven Eight Story. Apakah kamu sudah siap?
Mohon maaf bila ada typo dalam paragraf, kalimat, dan dialog nya. Jangan lupa untuk tekan 🌟 dan berikan komentar di masing-masing paragraf, kalimat, dan dialog nya, terima kasih atas dukungan dan semangatnya all!
🎀Happy Reading🎀
Bulan bersinar dengan terang. Beberapa kendaraan berlalu-lalang di jalan raya. Remang-remang dari cahaya lampu menyoroti. Suara-suara serangga bergema mengisi keheningan malam. Terdengar langkah kaki yang bergema di kesunyian.
Kemudian, muncul seorang gadis yang berjalan seorang diri di lorong suatu koridor. Setiap langkah yang ia ambil penuh dengan kehati-hatian. Mata sesekali melirik ke kanan dan kiri, memperhatikan sekelilingnya. Ia menghentikan langkahnya, saat berada di persimpangan. Entah kenapa, manik matanya menatap penuh minat rasa penasaran kepada pintu berwarna abu-abu yang terletak di sudut lorong. Tempatnya tidak terang, tidak seram seperti di film-film horor, dengan cahaya remang-remang ataupun kegelapan.
Matanya berkedip, saat indra pendengarannya sayup-sayup mendengar suara piano yang dimainkan. Entah kenapa, ia tiba-tiba merasa merinding. Namun, rasa penasaran masih memenuhi isi kepalanya. Lalu, dengan langkah ragu-ragu ia berjalan mendekat. Suara piano yang dimainkan mulai terdengar lebih jelas. Di samping pintu, terdapat sebuah jendela transparan yang dapat langsung menembus ke dalam ruangan. Mengintip dari sela-sela jendela, matanya seketika membelalak tak percaya.
Di sana, ada seorang laki-laki dengan rambutnya yang lumayan panjang. Tubuhnya lumayan tinggi, standar asia. Berkulit putih pucat, sangat terlihat kontras dengan kaos oblong berwarna hitam yang dikenakan nya, di padukan dengan dengan celana cargo berwarna abu-abu. Tangannya yang ramping, menekan tus tus piano dengan lihai. Gadis itu tanpa sadar terhanyut dalam alunan melodi irama yang dimainkan oleh laki-laki tersebut. Pandangan kagum tak lepas dari manik matanya pada laki-laki tersebut.
"Siapa dia? Terlihat enggak asing bagi ku," ucapnya sambil mengerutkan keningnya, "jadi penasaran aku sama wajahnya," lanjutnya sambil menggaruk-garuk pipinya yang tak gatal.
Gadis itu mengalihkan pandangannya kembali, namun yang ia lihat, laki-laki yang memainkan piano tersebut tengah bersiap-siap untuk pergi keluar dari ruangan tersebut. Spontan, ia pun berbalik untuk bersembunyi di balik tembok yang tak jauh dari sana. Mengintip dengan pandangan ragu dan was-was, memperhatikan punggung laki-laki yang baru saja keluar dari ruangan tersebut.
Perlahan, ia mulai keluar dari tempat persembunyiannya dan mulai mengikuti setiap langkah yang laki-laki itu ambil. Namun, sepertinya ia ketahuan, terlihat dengan laki-laki tersebut yang membalikkan badannya secara tiba-tiba, membuatnya tidak ada waktu untuk bersembunyi kembali. Sedangkan laki-laki tersebut mengangkat sebelah alisnya dan tersenyum di balik masker yang ia kenakan.
Gadis itu berdiri, diam mematung bak patung. Rasa canggung, malu, dan kikuk menjadi satu. Degup jantungnya berdetak dengan kencang dan telapak tangannya mulai berkeringat. Ia tersenyum dengan canggung, dan sorot matanya menampilkan permintaan maaf.
"A-aku, aku ... tolong aku dari situasi ini!!!" batin gadis itu berteriak.
Sinar matahari yang menembus kaca jendela menyorot langsung ke wajah seorang gadis yang tak lain adalah, Ryu. Bulu matanya yang lentik bergetar, lalu kelopak matanya perlahan terangkat, menandakan bahwa ia terbangun dari tidurnya dengan mimpi yang menggantung. Matanya sepenuhnya terbuka, dan mengerjap pelan menyesuaikan cahaya yang masuk ke dalam retina nya. Ia merenggangkan kedua tangannya kesamping, lalu menopang dagu dengan pandangan sayu dan malasnya.
"Mimpi yang menggantung lagi dengan orang yang berbeda. Artinya apa, ya? Mana orangnya seperti enggak asing aja gitu, tapi lupa ... menyebalkan sekali," gumamnya dengan pelan.
Ryu menutupi wajahnya, "Kenapa mimpinya sangat memalukan dan canggung sekali," ucapnya dengan wajah panas, kedua pipinya merah merona.
***
Sohee menyodok lengan Ryu menggunakan jari telunjuknya, "Ryu, Ryu, kamu sudah baca cerita ini belum?" tanyanya sambil memperlihatkan sebuah cerita di layar ponselnya.
Ryu melihat, kemudian menggelengkan kepalanya dan berkata, "Aku belum baca Sohee. Emangnya ceritanya bagaimana?"
"Ceritanya seru tau, jadi tuh ... Wawan si tokoh utamanya kan meninggal tapi dia balik lagi gitu. Dia meninggal di kos-kosan," ucap Sohee dengan semangat.
"Kelaparan sampai meninggal?" tebak Ryu yang mendapat respon spektakuler dari Sohee.
Sohee bertepuk tangan dengan pandangan kagumnya, "Iya Ryu! Dia kelaparan sampai meninggal. Si Wawan ini kan anak panti asuhan, nah terus tuh dia keluar dari panti, ngekos pas masuk kuliah. Terus ibu-ibu kosnya tuh nagih si Wawan karena udah nunggak 2 bulan. Si Wawam di kasih waktu 2 hari, tapi di hari ketiganya ini, dia meninggal. Terus dia balik ke umur 17 tahun. Sebelum dia meninggal, dia kan suka tanaman. Nah, tanaman pohon apel yang di kampusnya kan sering dia datangi tuh, dia rawat juga. Sedangkan pohon apelnya itu ada jin penunggunya. Karena si Wawan baik, dia di kasih keajaiban. Pas dia balik ke usia 17 tahun, tangan kanan Wawan bisa bikin hal-hal baik, tapi tangan kirinya sebaliknya, bisa bikin hal-hal buruk," jelasnya dengan panjang lebar dan penuh rasa excited.
"Oalah begitu, terus udah tamat kah kamu bacanya?" tanya Ryu sambil menatap ke arah Sohee.
Sohee menggelengkan kepalanya dan berkata, "Belum, aku baru baca beberapa bab. Nanti aku ceritain lagi kalau aku udah selesai bacanya, hehehe."
"Oke, informasikan ya."
Sohee memberikan acungan jempol kepada Ryu, "Siap!" ucapnya, lalu tiba-tiba ia mencondongkan tubuhnya ke arah Ryu, dan berbisik, "oh ya, Ryu nanti pulang sekolah beli seblak yuk. Seblak yang kamu rekomendasikan ke aku kemarin, yang katamu dekat sama rumah nenek mu itu," lanjutnya mengajak Ryu.
"Boleh, kamu hari ini bawa motor?" tanya Ryu kepada Sohee.
"Ho'oh, aku bawa motor. Parkir di lapangan utara tuh," jawab Sohee sambil menunjuk ke arah luar jendela, tempat parkiran motor khusus matic berada.
"Tapi, aku enggak bawa helm, Sohee." ujar Ryu sambil tersenyum kikuk.
"Tenang, aku bawa helm dua kok," balas Sohee sambil mengangkat kedua alisnya dengan tampang bangga.
Ryu menggelengkan kepalanya melihat tingkah Sohee, dan berkata dengan pandangan mencurigakan, "Sohee, kenapa kamu terlihat seperti sudah merencanakan untuk beli seblak ya," ucap Ryu sambil menyipitkan matanya ke arah Sohee.
Sedangkan sang pelakunya dengan kikuk memberikan senyuman malu, "Hehe, kamu kayak enggak tahu aku saja, Ryu," ujarnya tertawa hambar.
Bersambung....
Bagaimana menurutmu dengan bab ini?
Dan, jangan lupa follow Instagram @sheisnonasastra ya.
Sampai jumpa di bab selanjutnya, teman-teman!
KAMU SEDANG MEMBACA
[09] SEVEN EIGHT STORY
Fantasy📌 BACA BAB PROLOG DAN JIKA SUKA MAKA LANJUTKAN. [Fiksi Remaja] - [Fiksi Penggemar] - [Fantasi] - [Teenfiction] - [Family] Di tulis pada Sabtu, 2 Maret 2024. Di publikasikan pada Kamis, 11 April 2024. "Ketika angan-angan yang fana tiba-tiba hadir, m...