Halo, terima kasih sudah datang dan membaca bab keenam dari cerita Seven Eight Story. Apakah kamu sudah siap?
Mohon maaf bila ada typo dalam paragraf, kalimat, dan dialog nya. Jangan lupa untuk tekan 🌟 dan berikan komentar di masing-masing paragraf, kalimat, dan dialog nya, terima kasih atas dukungan dan semangatnya all!
🎀Happy Reading🎀
Sore hari yang cerah. Sinar matahari menyorot dengan terik. Kicauan burung terdengar di langit. Hembusan angin menerpa dengan lembut. Beberapa dedaunan berserakan di jalan raya, tersapu oleh kendaraan yang berlalu-lalang di jalan.
Ryu masuk ke dalam rumah dengan menenteng tas sekolahnya. Menaruh helm di rak khusus, melepas sepatu dan kaos kaki yang ia kenakan, serta menaruhnya di rak sepatu. Ia berjalan menuju kamarnya. Menaruh tas di atas kursi belajarnya. Lalu, ia menjatuhkan tubuhnya yang lelah di atas kasur. Matanya memancarkan kelelahan dan mengantuk. Berguling-guling beberapa kali, ia pun memutuskan untuk duduk sejenak. Beberapa menit berlalu dengan lamunan dari Ryu. Kemudian, ia beranjak pergi menuju kamar mandi dengan sepasang pakaian ganti.
Waktu berlalu, pintu kamar mandi terbuka dan muncullah Ryu dengan aura segar sehabis mandi. Ia menggantung handuk mandi di tempat gantungan, lalu pergi keluar kamar menuju dapur.
Di dapur, Ryu membuka kulkas dan mengambil botol yang berisi air. Lalu, ia mengambil 1 buah roti bolu dan beberapa makanan ringan. Tangannya bergerak menutup pintu kulkas, membawa semua hal yang ia ambil ke pelukannya dan berjalan menuju ruang keluarga untuk menonton televisi.
Ryu duduk lesehan di bawah karpet, mengambil remote di atas meja dan menyalakan televisi untuk menonton sebuah serial drama yang penuh drama. Ryu menatap televisi sambil makan makanan ringan yang ia ambil dari dapur. Saat bosan dengan serial nya, ia mengganti channel televisi dan menonton kartun si kembar.
Jalan raya ramai akan kendaraan yang berlalu-lalang. Tak hanya itu, para pejalan kaki dan penjual keliling juga turut meramaikan. Disalah satu pusat perbelanjaan di pusat kota, terlihat seorang gadis yang tengah sibuk memperhatikan sekelilingnya. Dia hanya seorang diri di antara keramaian orang-orang.
Sampai akhirnya, ia memutuskan untuk mendatangi toko pakaian. Disana ia disambut dengan ramah dan sopan oleh pelayan. Ia mengangguk sopan sebagai balasannya. Ruangan yang besar, dipenuhi oleh berbagai macam-macam jenis pakaian. Rak-rak gantung yang tersusun dengan rapi mulai dari deretan depan hingga deretan belakang. Suasananya sangat ceria dan sangat memanjakan mata. Karena terlalu fokus, ia bahkan tidak memperhatikan sekelilingnya, hingga ....
Bruk ....
Tak sengaja ia menabrak seseorang. Gadis itu sedikit bernapas lega, karena tidak melihat pakaian-pakaian yang dibawa oleh orang yang tak sengaja ia tanpa jatuh ke lantai. Ia pun mendongak, matanya membelalak saat netranya bersinggungan manik mata dari orang yang ditabraknya secara tak sengaja.
Tubuh tinggi dan tegap. Wajahnya yang tertutup oleh masker, namun manik matanya sangat cerah. Topi berwarna hitam menutupi rambutnya yang berwarna hitam juga. Kaos oblong berwarna putih yang dilapisi oleh sweater tanpa lengan berwarna biru muda. Tas selempang berwarna biru dengan ukuran medium tersampir di bahu kanannya. Aura di sekelilingnya penuh dengan positif dan kecerahan, seperti bunga matahari ... tidak tidak, lebih tepatnya seperti sinar matahari.
"M-maaf, maafkan aku ya, aku tidak sengaja menabrak mu. Sekali lagi aku minta maaf," ucapnya dengan wajah panik.
Laki-laki tersebut tersenyum dibalik maskernya, "Tidak apa-apa, aku memaafkan mu. Lain kali lebih berhati-hati ya," ujarnya dengan nada lembut.
Gadis itu berkedip, dan berkata, "Baik, baik, terima kasih sekali."
"Sama-sama, sampai jumpa," balas laki-laki tersebut sambil mengangguk sekilas sebagai tanda kesopanan.
Memandang punggung laki-laki yang perlahan menjauh itu dengan pandangan yang sulit diartikan, matanya menyipit dan keningnya berkerut, "Kenapa, kenapa terlihat tidak asing di ingatan ku?" ucapnya pelan.
Seorang wanita paruh baya berjalan menghampiri anaknya yang tengah tertidur di ruang keluarga, dengan televisi yang masih menyala. "Ya Allah, Ryu! Hei, bangun! Bangun! Anak perempuan tidur sore-sore, enggak baik! Ryu, bangun nak," ucapnya sambil menggoyangkan lengan anak perempuannya itu.
"Iya bu, ini Ryu bangun," jawab Ryu dengan suara serak khas bangun tidur.
"Bangun, sore hari jangan tidur mending nyapu sana, belum di sapu tadi," balas Bunda Ryu sebelum pergi dari ruangan keluarga menuju ke dapur.
Ryu hanya mengangguk-angguk mengerti, lalu pandangan menangkap sosok anak laki-laki yang berdiri bersandar di tembok dengan tampang tengilnya.
"Ngapain kamu ngelihat lihat," ucap Ryu dengan ketus kepada adiknya itu.
"Enggak ada apa-apa mbak," jawab Raydan seadanya.
Ryu cemberut, dan berkata, "Dasar, mending kamu bantuin nyapu sana nanti aku yang ngepel lantai."
Raydan menggelengkan kepalanya menolak, lalu menjawab, "Enggak mau, aku mau nge-game."
"Nyebelin ya! Nanti enggak aku kasih hotspot pas paketan internet mu habis!" ujar Ryu dengan mendelik tajam kearah adiknya.
"Enggak apa-apa, aku bisa minta ke bunda," jawab Raydan tidak mau kalah.
"Awas ajak pas makan minta di ambilin!" seru Ryu dengan jengkel.
"Biarin, pokoknya ambilin." ujar Raydan kekeh.
"Enggak, emang aku apaan?! Ambil sendiri sana!" tolak Ryu dengan mentah-mentah.
"Tak bilangin bunda nanti."
Ryu mengangkat dagunya dengan sombong. "Bilangin aja, enggak takut. Palingan kamu juga yang kena marah," balasnya yang membuat Raydan memberengut kesal. Anak laki-laki tersebut pergi menuju dapur dengan langkah kesal.
Ryu memutar matanya malas. "Punya adik enggak bisa diajak kompromi dan kerja sama," gerutunya sambil tangannya bergerak membereskan kerusuhan yang ia perbuat selama menonton televisi dan tertidur.
Setelah beres, Ryu menaruh semuanya di atas meja dan mulai menggulung karpet tersebut, menyandarkannya ke tembok. Ryu berjalan menuju dapur dengan makanan ringan yang ia bawa tadi, di sana ada Raydan yang sedang makan dengan lahap dan lauknya ayam goreng, membuat Ryu memutar matanya malas.
"Ayam goreng terus yang di makan," ucap Ryu kepada adiknya yang tidak di gubris oleh sang empu, membuat Ryu kesal setengah mati.
Dengan perasaan dongkol, Ryu mengambil mendoan di atas meja makan dan dua buah sosis goreng di piring Raydan.
"Mbak Ryu, sosis aku!" seru Raydan.
Ryu memutar matanya sekali lagi. "Pelit amat sih, Ray, ambil dua aja juga. Masih banyak juga tuh sosis di piring mu," ucapnya.
Setelah itu, ia mengambil sapu di pojok ruangan untuk menyapu lantai.
Bersambung....
Bagaimana menurutmu dengan bab ini?
Dan, jangan lupa follow Instagram @sheisnonasastra ya.Sampai jumpa di bab selanjutnya, teman-teman!
KAMU SEDANG MEMBACA
[09] SEVEN EIGHT STORY
Fantasy📌 BACA BAB PROLOG DAN JIKA SUKA MAKA LANJUTKAN. [Fiksi Remaja] - [Fiksi Penggemar] - [Fantasi] - [Teenfiction] - [Family] Di tulis pada Sabtu, 2 Maret 2024. Di publikasikan pada Kamis, 11 April 2024. "Ketika angan-angan yang fana tiba-tiba hadir, m...