Aku terbangun di sebuah ruangan serba putih. Ah, tempat ini lagi. Berdiri di atas lantai putih yang dingin, aku menatap sekitar dengan bingung. Kenapa aku di tempat ini?
"Kamu tidak bosan terus bertingkah seperti ini?"
Suara robot yang familiar membuatku menoleh. Aku terkejut menatap diriku sendiri sedang berdiri di sana. Menggunakan pakaian serba hitam, menatapku dengan tatapan datar.
"Kamu... kenapa aku..."
"Ah... maksudmu tubuh ini?" ujarnya seraya menunjuk wajahnya, "aku hanya program, ini hanya bentuk supaya kamu bisa melihatku."
"Program? Maksudnya... kamu yang selama ini ngasih misi dan hal-hal itu ke aku?" Dia melangkah mendekat tanpa ekspresi sedikitpun, bahkan ucapanku sama sekali tak ia gubris. Sepertinya tebakanku benar, dia adalah sistem itu.
Dia semakin mendekat tanpa berkata apapun membuatku takut. Tanpa kusadari, semakin dia mendekat, aku semakin melangkah mundur.
"Be-berhenti!" aku berteriak panik, tetapi ucapanku benar-benar tidak ia pedulikan, "Aku bilang berhenti!"
Aku menarik napas dengan tajam saat gerakannya begitu cepat dan tanpa aba-aba dia sudah berada di depanku. Ia berbisik tepat di samping telinga kananku, suara robotnya membuat bulu kuduk meremang.
"Kamu pikir, kamu sudah mengetahui segalanya? Apakah aku membosankan bagimu sehingga kamu tak lagi ingin berjuang?"
Tubuhku membeku. Bagaimana mungkin dia mengetahuinya? Aku... aku memang merasa bahwa sistem ini menjadi membosakan. Terus-menerus memberikan misi kepadaku secara paksa. Lalu meskipun aku menyelesaikan misiku dia memberikan hadiah bersyarat.
Membosankan. Menyusahkan. Aku benar-benar muak dengan sistem ini.
Bahkan, dalam cerita komik pun, seseorang bisa memilih ingin melakukan sesuatu atau tidak. Aku membenci sistem egois ini.
Deru napas yang dingin menyentuh permukaan kulit leherku, "Tidak, kamu salah. Itu kamu." Iris matanya yang biru melirikku, "kamu yang membosankan, Lily. Hanya karena kamu tidak ingin melakukan sesuatu, bukan berarti itu buruk untukmu. Pemalas."
Rasanya, sesuatu menghantam dadaku sehingga aku jatuh terduduk. Aku tidak bisa memikirkan apapun selain rasa sakit di dadaku. Tanganku mencengkeram dadaku yang sesak. Aku berusaha bernapas disela-sela batuk.
Bernapas. Hanya, bernapas. Tolong bernapas dengan baik.
Diriku yang lain hanya melihatku terbatuk parah. Ia berjongkok, menyeka rambutku yang tergerai dan menyelipkannya di belakang telinga. Jarinya yang dingin menyeka sisa air mata di ujung mataku.
"Menyerah seperti ini tidak cukup untuk membuat keadaan membaik. Tubuhmu lemah, tapi aku tidak menyangka bahwa jiwamu juga lemah. Padahal...." Ia menghela napas, tak lagi melanjutkan ucapannya.
Dia melepaskan tangannya dari wajahku, berdiri dengan tatapan datarnya tetap terpaku kepadaku. Menyerah ya...
Aku sering memikirkan hal itu. Selalu sakit, selalu merepotkan orang lain, selalu bergantung pada orang lain. Aku sering mencoba untuk menyerah.
Sejujurnya aku lelah. Mungkin dia benar.
"Karena kakaknya seperti ini, mungkin adiknya pun sama lemahnya. Haruskah kuhapus dia saja?"
Menghapus... adikku?
Mataku melebar saat mendengarnya menyebutkan adikku. Aku menatapnya tajam. Memangnya siapa dia menilai adikku seperti itu?! Dia hanyalah sistem, dia tidak tahu apapun tentang adikku!
Mungkin, adikku benar-benar pemeran utama sebuah novel. Mungkin, aku hanyalah pemeran pendukung dari novel sialannya itu. Mungkin saja, sistem itu benar-benar bisa mengatur cerita hidup adikku.
Namun! Jika dia benar-benar bisa menghapus sebuah karakter, aku tidak ingin adikku menghilang!
"Kalau... kalau kamu mau... aku aja! Jangan sentuh... adikku!"
Dia berbalik, "Aku berikan satu kesempatan lagi, kali ini lakukan yang kuperintahkan dengan benar."
"Kamu pikir heuk... aku mau nurut gitu aja?" aku masih mencoba menenangkan napasku yang tersendat. Rasa sakit mulai menghilang namun aku masih merasakan akibat dari hantaman keras itu.
"Jika kamu tidak ingin hidup adikmu hancur, silahkan saja."
Air mataku mengalir begitu saja saat mendengar ucapan tanpa ada satupun emosi itu. Adikku.
Listya. Adikku yang cantik dan mungil. Aku selalu merasa lega karena dia begitu kuat dengan sifatnya yang sehangat mentari. Dia selalu memanggilku Kakak dengan suaranya yang menggemaskan.
Aku memang selalu berpikir untuk menyerah. Namun, hanya adikku. Melihat betapa kuatnya dia, senyuman yang selalu terukir di bibir kecilnya meski dirinya terluka sedikitpun, membuatku selalu merasa... ini bukan saatnya bagiku untuk menyerah.
Membayangkan bahwa hidupnya akan hancur hanya karena dia adalah pemeran wanita sebuah novel. Terlebih, semua itu karena aku. Aku....
"Seenggaknya kasih aku aturan yang jelas dasar Sistem Bodoh!"
Aku terengah-engah setelah meneriakan kalimat itu dalam satu tarikan napas. "Aku... hiks aku bakal ngelakuin apapun buat Listya... tapi... kasih tau aku caranya! Aku cape terus-terusan mikirin kemungkinan apa yang harus aku lakuin. Aku takut apa yang kulakuin itu salah."
"Aku ini masih 17 tahun!"
Aku melepaskan teriakanku begitu saja. Tak ada siapapun di tempat ini. Hanya aku dan diriku.
Karena teriakanku itu, dia terperanjat dan kembali menatapku.
"Oh, kupikir aku sudah memberikan semuanya dengan jelas?" dia memiringkan kepalanya, seolah tidak mengerti, "apakah kamu tidak bisa berpikir?"
"Apa katamu?!"
Dia meletakkan tangannya pada dagu lalu mengangguk, "Mungkin aku terlalu berharap lebih padamu," bisiknya pelan tapi aku masih bisa mendengarnya, memangnya apa yang dia harapkan dariku?
Aku hanyalah gadis berusia 17 tahun yang sakit-sakitan dan bukan seorang cenayang yang pandai menebak-nebak.
"Baiklah, aku tidak mengerti tapi akan kuperbaiki. Namun, aku akan memberikanmu sedikit hukuman."
"Apa?"
Dia menunjuk dahiku lalu mendorongnya pelan, "Aku tidak suka dibilang bodoh oleh orang yang lebih bodoh dariku."
Setelah itu, kegelapan mulai menyelimuti dengan kata-katanya yang terngiang dibenakku.
"Jangan pernah memikirkan hal itu lagi atau aku benar-benar membuatmu menyerah atas hidupmu."
***
Author's Note:
Jangan lupa vote yaa ✨ Biar aku tahu kalo kalian suka sama cerita ini dan makin semangat ngelanjutinnya 🤩
Btw,
Siapa yang inget nama MC kita ✋Siapa yang harus scroll dulu baru inget ✋
KAMU SEDANG MEMBACA
That Female Lead is My Sister
Teen FictionAdikku yang cantik ternyata female lead di sebuah novel?! Pantas saja dia OP T_T Di masa depan, dia akan bertemu dengan male lead. Bersaing dalam memperebutkan juara umum di SMA menjadi awal hubungan mereka. Lalu mereka kuliah dan hubungan mereka se...