Aku menghela napas untuk menenangkan diri.
"Um... karna dokter udah dapet permennya, saya pamit ya, Dok." Aku menoleh ke arah Listya yang sejak tadi menatapku tajam lalu kembali menatap iris hitam itu, "Adik saya udah nungguin, hehe."
Laki-laki itu mengangguk mengerti, "Iya, makasih ya permennya."
Rasa malu yang hampir pudar kini kembali naik ke permukaan. Aku tersenyum malu, "Sama-sama."
Segera, aku menggerakkan tuas kendali kursi roda untuk bergerak menuju Listya. Malunya! Malunya! Malunyaaaa!
Huhu, aku tidak berani menoleh ke belakang. Sungguhan. Apa pipiku masih merah? Dokter tidak menertawakan kebodohanku, kaaan?
"Orang itu bilang apa ke kakak sampe kakak kaya gitu?" ujar Listya sambil menyilangkan kedua tangan dan matanya memincing curiga.
"Bu-bukan apa-apa, kok!" aku mengalihkan pandanganku ke arah ayah yang sudah selesai dan berjalan kemari, "Oh! Ayah udah selesai. Ayo ayo, baterai kursi roda kakak mau habis. Bantuin dorong, ya hehe."
"Hm..." Listya masih menatapku curiga, tapi ia tetap berjalan ke belakangku dan mendorong kursi roda.
"Kalian tunggu di depan ya, ayah ambil mobil dulu dari parkiran." Setelah meninggalkan pesan kepada kami, ayah pergi menuju lift yang mengarah ke basement sambil menjinjing tas berisi berbagai keperluanku selama di rumah sakit.
Kami pun keluar dari rumah sakit dan menunggu di sana.
Ternyata, di luar lebih tenang daripada di dalam. Aku bisa merasakan angin berhembus lembut menerpa wajahku. Ranting pepohonan yang bergerak karena digerakkan angin.
Aku menghela napas. Meskipun hari sudah semakin siang, aku tetap merasa kedinginan. "Tya, bantuin kakak pake jaket, dong."
"Oh, oke." Gadis itu segera menaruh ponselnya ke dalam saku celana lalu mengambil jaket dari sandaran belakang kursi roda. Ia dengan hati-hati membantuku memakai jaket sekaligus tudungnya.
Aku merasa cemburu melihat pakaian yang dikenakan adikku. Kaos lengan pendek berwarna putih bergambar micky mouse di bagian dada, bagian bawahnya dimasukkan ke dalam celana pendek berwarna hijau army.
Sungguh terlihat nyaman. Aku ingin cepat-cepat sampai di rumah dan melepaskan diri dari pakaian kutub utara ini.
Hanya saja aku tak menyangka, ibu sudah stand by di rumah. Menunggu kedatangan kami—Listya lebih tepatnya—untuk melakukan rapat keluarga.
***
"Coba, adek ceritain kesalahan adek."
Di ruang keluarga, suasana tegang menyelimuti pasangan anak dan ibu. Mereka duduk berhadap-hadapan dengan tatapan sang ibu lurus menatap anak bungsunya.
"Kesalahan... Tya? Ini, luka Tya gara-gara latihan karate kok, Bu." Listya menyentuh plester di sudut alisnya yang menjadi bukti pertarungan kemarin.
"Beneran cuma latihan karate? Ibu tau loh semuanya, tapi ibu mau kamu yang cerita. Sekarang. Semuanya tanpa ada yang kelewat."
Deg!
Sofa kualitas terbaik yang Listya duduki, sama sekali tidak membantu mengurangi rasa tegang yang dirasakan olehnya. Takut-takut, gadis itu melirik ke arah ayah dan kakaknya yang berada di mini bar area dapur yang membelakangi ruang keluarga.
Ayahnya sedang memasak air untuk membuat kopi hitam, teh manis, serta coklat panas. Kakaknya sendiri dengan tenang menyesap air hangat. Tanpa mengindahkan tatapan minta tolong yang sejak tadi dipancarkan oleh Listya.
KAMU SEDANG MEMBACA
That Female Lead is My Sister
Roman pour AdolescentsAdikku yang cantik ternyata female lead di sebuah novel?! Pantas saja dia OP T_T Di masa depan, dia akan bertemu dengan male lead. Bersaing dalam memperebutkan juara umum di SMA menjadi awal hubungan mereka. Lalu mereka kuliah dan hubungan mereka se...