𝘏𝘢𝘱𝘱𝘺 𝘙𝘦𝘢𝘥𝘪𝘯𝘨
🦋🦋🦋
Seorang gadis berseragam putih abu-abu berjalan di tengah lorong yang sudah sepi. Ia berjalan dengan menundukkan kepala dan sesekali mentap sekitar. Berharap agar tidak ada yang mengenali dirinya. Bukan tentang kedatangan gadis itu yang terlambat ke sekolah, karena ia datang bersamaan dengan bel yang berbunyi. Melainkan sesuatu yang ada di wajahnya yang membuat ia tidak ingin dilihat oleh orang lain.
Gadis itu menambah kecepatan berjalannya saat dirasa sekitar memang sepi. Rambutnya yang tergerai, ia majukan ke depan untuk menutupi wajahnya. Ia berbelok ke kiri yang berlawanan dengan arah kelasnya. Ia memang berniat untuk pergi ke tempat lain terlebih dahulu sebelum ke kelasnya.
Lima langkah setelah gadis itu berbelok, ia tidak sengaja membentur sesuatu yang keras. Benturan itu membuat gadis itu mundur dan akan jatuh ke lantai jika tidak segera ditangkap oleh orang yang di depannya. Pinggang gadis itu dipegang erat oleh lengan kekar. Ia mendongakkan kepala untuk melihat siapa yang menabraknya dan membantunya agar tidak tidak.
Seorang lelaki dengan wajah yang datar terpampang di depan wajah gadis itu. Jarak yang tidak begitu jauh membuat keduanya dapat merasakan napas masing-masing. Gadis itu membulatkan kedua matanya melihat laki-laki yang ia sangat kenal. Ia tidak menyangka jika orang yang akan melihat ia dengan keadaan seperti ini adalah laki-laki yang sekarang masih menahan berat tubuhnya.
"Kenapa?"
Suara yang berasal dari laki-laki itu membuat si gadis tersadar dari keterpakuannya akan wajah di depannya. Ia segera berdiri dan mundur beberapa langkah. Kedua tangannya membenarkan posisi rambutnya agar laki-laki itu tidak melihat apa yang ia sembunyikan.
"Lo kenapa gak masuk kelas, Ner?"
Laki-laki yang ada di depan gadis itu adalah Nero. Sang Ketua OSIS yang menjadi incaran para siswi di sekolah ini maupun sekolah lain. Nero masih dengan wajah datar menatap gadis di depannya.
"Kenapa?" Nero kembali mengulangi pertanyaan yang belum terjawab.
Gadis di depan Nero menggigit bibirnya dengan pandangan menatap sekitar. Menatap hal lain asal bukan wajah Nero yang menampilkan ekspresi seperti menahan amarah. Menurut pendapat pribadi gadis itu setelah mengamati wajah Nero.
"Jawab gue, Sya!" Nero mencengkeram lengan kiri gadis di depannya. Gadis yang ternyata adalah Sisyana.
"Gue gak apa-apa, Ner. Bener," Sisyana segera menjawab cepat pertanyaan Nero seraya menahan sakit akibat cengkeraman yang dilakukan Nero.
"Sa-sakit, Ner. Lepas!" Sisyana mencoba melepaskan cengkeraman Nero dengan sesekali ringisan keluar dari bibirnya.
"Sorry," Nero segera melepaskan cengkeramannya setelah sadar apa yang ia perbuat.
Sisyana mengelus-elus lengan kirinya yang terdapat warna merah bekas cengkeraman tangan. Mengelus dengan sesekali meniupnya, berharap rasa sakit yang ia rasakan menjadi lebih baik.
"Ikut gue!" Nero menarik tangan kiri Sisyana dengan lembut.
Nero tidak ingin jika ia kembali membuat bekas yang lain pada Sisyana. Nero membalikkan badannya dan berjalan dengan cepat. Ia tidak peduli lagi dengan tujuan awalnya yang keluar kelas. Berjalan tidak begitu jauh dari tempat Nero dan Sisyana bertemu.
Berhenti saat berada tepat di depan sebuah pintu berwarna putih. Pintu dengan papan persegi panjang kecil bertuliskan "UKS" di atasnya. Tempat tujuan Nero yang ternyata juga menjadi tujuan awal Sisyana sebelum ke kelas.
Nero membuka pintu UKS yang tidak terkunci dan melihat ke dalam. Melihat jika di dalamnya masih kosong. Menandakan jika petugas yang bertugas hari ini belum ada di ruangan tersebut. Ia segera masuk dan menarik Sisyana menuju sebuah ranjang UKS yang tidak begitu jauh.
Nero mendudukkan Sisyana di pinggir ranjang dan berbalik pergi untuk mencari kotak obat. Kotak obat yang berada di lemari berkaca. Nero segera membuka lemari kaca dan mengambil kotak obat. Ia juga mengambil kain dan baskom yang ada di ruangan itu.
Nero mengisi baskom dengan air putih di kulkas kecil yang ada di ruangan itu. Kulkas yang mang disediakan pihak sekolah untuk tempat obat yang memang dikhususkan di kulkas dan kulkas kecil untuk petugas menaruh air atau makanan saat menjaga UKS. Nero berjalan kembali ke tempat Sisyana berada setelah barang-barang yang dicari sudah ia dapatkan.
Nero duduk di depan Sisyana setelah menarik kursi mendekat ke arahnya. Memasukkan kain ke dalam baskom yang berisi air dingin. Memerasnya setelah kain menyerap air dingin. Meletakkan dengan perlahan di pipi kiri Sisyana yang terdapat memar merah. Memar yang terlihat seperti sebuah tamparan.
Memar yang ada di pipi Sisyana yang membuat gadis itu menutupi wajahnya. Bukan karena ia merasa malu. Melainkan karena ia tidak ingin mendapat tatapan kasihan dari orang lain. Ia tidak ingin dianggap lemah.
"Apa dia yang melakukan ini?" Nero bertanya di sela-sela ia mengompres pipi Sisyana.
Sisyana sontak menatap ke wajah Nero yang masih fokus dengan kegiatannya mengompres. Wajah yang tidak menampakkan ekspresi dan membuat Sisyana bertanya-tanya. Apa yang sedang dipikirkan oleh Nero.
"Gue anggap diem lo sebagai tanda iya," ucap Nero yang tidak mendengar jawaban dari Sisyana. Hanya pandangan mata yang menatapnya dan keterdiaman gadis itu yang menjadi balasan atas jawaban yang ia ajukan.
"Bukan! Gu-gue gak sengaja jatuh," Sisyana menggelengkan kepala cepat setelah Nero menjauhkan kain kompres dan menatapnya lamat.
"Lo mending tetep di sini. Gue bakal izinin lo ke guru kalo lo lagi sakit," Nero kembali mengompres pelan pipi Sisyana. Mengabaikan ucapan gadis itu yang berusaha mengelak.
Suasana sunyi hadir di antara keduanya. Membuat Sisyana bingung harus melakukan apa di tengah kesunyian ini. Ia menatap sekitar dan sesekali menatap Nero yang masih setia mengompresnya dengan ekspresi wajah yang sama.
"Ehem. Lo kenapa gak masuk kelas?" Sisyana mencoba memberanikan diri memutus kesunyian yang ada di ruangan.
"Dipanggil pembina OSIS," Nero menjawab tanpa menatap ke arah Sisyana.
"Ada perlu apa pembina manggil?" Sisyana menatap ke arah Nero.
"Lo lupa? Proker OSIS waktu dekat bakal dilaksanain," Nero mengangkat sebelah alisnya menatap Sisyana. Menghentikan gerakan mengompres.
"Sorry. Gue lupa," Sisyana meringis malu. Ia melupakan agenda yang akan diselenggarakan oleh OSIS.
"Selesai. Lo sekarang baring ke ranjang. Istirahat gue bakal ke sini," Nero berdiri merapikan kain dan baskom yang ia gunakan untuk mengompres.
Nero meletakkan baskom yang berisi air dingin dan kain ke wastafel yang ada di ruangan. Ia kembali ke ranjang Sisyana dan membuka kotak obat. Mengambil obat paracetamol satu butir dan menutup kotak obat kembali.
"Lo jangan tidur dulu. Gue mau beli air putih di koperasi deket ruang guru buat lo minum obat ini. Sekalian mau izinin lo," Nero menunjukkan paracetamol yang ia ambil tadi kepada Sisyana.
Sisyana menganggukkan kepala mengerti setelah melihat obat di telapak tangan kanan Nero. Nero segera meletakkan obat itu ke meja samping ranjang setelah melihat anggukan kepala Sisyana.
"Gue pergi dulu," pamit Nero sebelum melangkahkan kakinya keluar ruangan dan menutup pintu.
Meninggalkan Sisyana yang menatap diam Nero hingga yang ditatap menghilang di balik pintu. Sisyana menolehkan kepalanya menatap sebutir obat yang berada di atas meja. Menatap dengan ekspresi campur aduk.
"Gue gak tau harus seneng atau sedih liat lo perlakuin gue kayak gini," ucap pelan Sisyana dengan tatapan mata yang mulai berkaca-kaca.
🦋🦋🦋
Up up up
Jangan bosen nunggu cerita ini ya🥰
Jangan lupa tinggalin jejak
See u next part
KAMU SEDANG MEMBACA
Metamorphosis
Teen FictionWARNING!!! PLAGIAT DILARANG MENDEKAT!!! 🦋🦋🦋 Metamorphosis Kisah empat remaja yang menjalani kerasnya kehidupan Persahabatan, cinta, musuh, keluarga, sedih dan senang bersatu menjadi bumbu dalam kehidupan 🦋🦋🦋 Cus baca dan kepoin kisah mereka ...