16. Back.

5.6K 388 576
                                    

Satu kebohongan besar yang telah Jessly katakan kepada Athalla adalah, tidak menyukai bunga Anggrek. Karena pada dasarnya bunga itu selalu mengingatkannya kepada Asa, tetapi terlepas dari itu semua Jessly tidak pernah telat untuk selalu membawa bunga itu ke tempat peristirahatan terakhir Asa.

Dulu, Asa lah yang selalu memberinya bunga Anggrek kepadanya. Bahkan bunga itu masih hidup dengan baik di halaman belakang mansionnya, dan sekarang, ini semua sudah menjadi tugas Jessly.

Jessly juga tidak menyangka bahwa Suami kecilnya, menyukai bunga tersebut. Entah kenapa, banyak kebetulan yang dirinya temukan pada Athalla. Dan Sejujurnya itu membuat Jessly merasa sedikit aneh.

Tak terasa tiga hari telah berlalu usai kepergian Athalla. Tanpa sadar, ternyata selama ini Jessly sudah terbiasa dengan kehadiran ataupun perlakuan Athalla padanya. Contohnya, saat sarapan ataupun makan malam, sesaat sebelum tidur ataupun ketika bangun di pagi hari. Athalla kerap kali menggoda atau bahkan bertingkah menyebalkan kepada Jessly, tetapi itu juga yang membuat mansion terasa lebih hidup.

Kini Jessly tengah berada di bandara dengan pakaian formal dan kaca mata yang dipakainya. Sesekali kedua manik-matanya melihat jam sebelum kemudian menelusuri sekitar, mencari sosok pemuda yang sedang dia tunggu. Hingga beberapa menit kemudian, suara familiar pun terdengar di indra pendengar.

"TANTE!"

Jessly mengalihkan pandangan, menatap Athalla yang tengah tersenyum lebar seraya melambaikan tangan kepadanya. Kemudian pemuda itu mulai melangkahkan kaki menuju dirinya dengan koper yang pemuda itu seret.

Melihat Athalla yang terlihat begitu antusias. Sebuah pertanyaan terlintas begitu saja di benaknya.

Apakah pemuda tersebut sebahagia itu?

Begitu sampai di hadapan Jessly, Athalla langsung melepaskan koper dan memeluk Jessly erat. Menyembunyikan wajahnya di ceruk leher istrinya sembari menghirup aroma yang kini menjadi candunya dan berbisik tepat di telinga. "Athalla sangat merindukan, Tante."

Terlalu dramatis, tetapi kali ini Jessly membiarkannya.

Jessly menepuk pelan punggung Athalla sebelum melonggarkan pelukan itu dengan pelan. "Sekarang kau bisa melepaskanku."

Mendengar itu Athalla semakin memeluk erat Jessly. "Tante tidak merindukan Athalla?"

Jessly menghela napas pelan. "Aku merindukanmu, tetapi sekarang lepaslah. Bukankah kau harus segera beristirahat?" ucapnya, mencoba membujuk Athalla. Dan benar saja, usai mendengar itu sudut bibir Athalla langsung tertarik ke atas kemudian melepaskan pelukannya.

"Tante benar-benar rindu dan menghawatirkan Athalla?" tanya Athalla memastikan.

Ketika Jessly membenarkannya, Athalla lantas mengambil koper dan menggenggam tangan Jessly. "Kita pulang!" serunya, kemudian mulai melangkah pergi.

"Ah, sial. Aku tertinggal," umpat Bella dengan napas yang tidak beraturan. Perempuan itu menatap Athalla yang sudah menjauh bersama wanita yang di duga saudara dari pemuda tersebut dengan tatapan kesal.

Bukan tanpa sebab Bella menyimpulkan demikian. Karena sebelumnya, Bella sempat mendengar ketika Athalla memanggil wanita tersebut dengan panggilan, Tante.

Sesungguhnya Bella merasa kesal karena telah ditinggalkan. Padahal, ia dan Athalla pergi bersama.

Namun di sisi lain, ia juga merasa senang karena telah tiba di kampung halamannya. Rasanya, sudah lama sekali sejak perempuan itu berkunjung ke rumah nenek dan kakeknya.

•••

Begitu sampai di mansion, Athalla langsung merebahkan diri di sofa dengan paha Jessly sebagai bantalan. Seperti biasa, menatap wajah Jessly adalah candu baru bagi Athalla.

Sesekali Jessly akan mengelus pucuk kepala Athalla pelan sembari mendengarkan celotehan pemuda tersebut. Tentu pada awalnya Athalla lah yang merengek, meminta Jessly untuk mengelus pucuk kepalanya.

"Semenyenangkan itu?" Jessly menanggapi Athalla dengan sebuah pertanyaan.

Athalla mengangguk, kemudian meralatnya dengan gelengan pelan. "Menyenangkan, tetapi akan lebih menyenangkan jika Tante pergi juga." Athalla menggeserkan kepala agar lebih dekat dengan perut rata istrinya. "sepertinya Athalla sudah sangat terbiasa dengan kehadiran, Tante. Athalla bahkan baru tahu ternyata ada rasa hilang ketika Athalla tidur sendirian," lanjutnya mengeluh.

"Di sana, Athalla sudah bersikap patuh, Tante. Athalla juga sudah memastikan untuk bersikap profesional." Athalla memegang tangan kiri Jessly dan memindahkannya ke atas pipi sebelah kiri sementara tangan kanan Jessly tetap setia mengelus pucuk kepala dirinya.

Jika sudah begini, sudah dipastikan bahwa bocah itu tengah meminta sebuah pujian kapadanya. Senyum samar pun terukir di sudut bibir wanita itu, sebelum berucap. "Bagus, bocah. kau sudah bersikap baik." Jessly berusaha untuk memuji Athalla.

Athalla tersenyum tipis, lama keduanya terdiam hingga perlahan pemuda itu mulai menutup kedua kelopak mata. Namun, kedua matanya kembali terbuka setelah merasakan usapan pada rambutnya berhenti. Athalla menatap lurus ke atas. Bisa ia lihat istrinya itu mulai menutup kedua kelopak mata.

Dengan perlahan, Athalla menjauhkan diri dari Jessly dan berpindah duduk di samping wanita itu. Jika Athalla teliti kembali, tepat di kelopak mata bagian bawah istrinya terdapat warna sedikit kecoklatan. Dan Wanita itu terlihat sangat kelelahan.

Dengan inisiatifnya, Athalla pun mengangkat Jessly perlahan-lahan dengan gaya Bridal kemudian mulai melangkah menuju kamar. Sesekali pemuda itu akan menenangkan Jessly agar tidak terbangun.

Setelah sampai di kamar, Athalla merebahkan Jessly dengan perlahan dan menarik selimut hingga batas dada. Kemudian menempatkan pantatnya di ujung ranjang sambil menatap wajah tenang istrinya. Tidak ada ekspresi dingin ataupun tegas, yang ada saat ini adalah wajah tenang milik Jessly.

Jika wajah yang selalu datar ini lebih sering tersenyum, akan secantik apa wajah istrinya itu? Dan akan ada berapa banyak pria lagi yang akan mendekati istrinya? Sial, memikirkan itu sungguh membuat Athalla menjadi kesal.

Mengingat tipe ideal Jessly yang sangat jauh dengan dirinya saja sudah membuat pemuda itu gelisah. Istrinya itu suka pria yang lebih dewasa, lebih tinggi darinya, mempunyai otot yang bagus, pria dengan tanggung-jawabnya, sekaligus pria yang berpikir dengan logikanya.

Minusnya, tidak ada satupun yang sesuai dengan Athalla. Mengingat Jessly lebih tinggi darinya saja sudah membuat harga dirinya tergores. Apalagi pria dewasa dengan logikanya. Bahkan saat ini saja dirinya masih bersikap labil dan kekanakan.

Athalla sadar bahwa dewasa itu sangat diperlukan, tetapi tidak semudah itu untuk ia lakukan. Athalla butuh proses. Proses untuk sekadar bisa mengendalikan emosionalnya.

"Athalla akan berusaha, tetapi, Tante. Bisakah kau menunggu prosesku itu?"

Kemudian setelah puas menatap wajah istrinya, Athalla pun ikut merebahkan diri di samping Jessly dan membawa tubuh Jessly ke dalam dekapannya. "Selamat tidur, istriku."
















27.03.2024

Hello, Bee. Kembali lagi bersama Author Wi!

Tidak bosan mengingatkan untuk follow akun untuk spoiler:
Ig: Wattpad.kimochim_
Ig: Wattpad.Wii_
Tiktok: Author wattpad.

Terimakasih, untuk spam dan votenya. Jangan bosen-bosen, ya? Boleh, rekomendasiin cerita ini ke temen atau media sosial kalian 🐝

200 komen dan 100 vote lagi!

Spam [Next] di sini 👉

Spam [🐝] di sini 👉

ATHALLA; My Little HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang