01. A Year After That Happened

116 18 2
                                    

"Ra, kan gue bilang lu ikut Blind Date aja. Gak ada salahnya kok." Kata Grace.

Setahun setelah kejadian dimana Cora seakan berada di bawah, bawahnya tanah. Perempuan yang sudah mewarnai kembali rambutnya menjadi hitam itu memang tidak ada niat untuk memulai kembali hubungan dengan orang baru. Setelah kejadian Cora diselingkuhi oleh mantan pacarnya, rasanya semua ketakutan tentang hubungan percintaan itu menyelimutinya. Selama dia berpacaran dengan Bryson, dia memberikan segala usaha baik yang bisa dia lakukan. Tidak jarang Cora rela menemani Bryson lembur di kantor agar mereka memiliki waktu bersama. Bahkan mereka sudah di tahap ingin melanjutkan ke jenjang yang lebih serius, setengah baju Cora pun berada di apartemen milik mantan pacar nya dulu. Namun, menghadapi fakta bahwa laki - laki yang dia cinta dengan begitu banyak usaha itu masih tetap tertarik dengan wanita lain, itu jelas menghancurkan seluruh dunia Cora dan seisi nya.

"Enggak ah, apa fungsinya sih ikut acara begitu?" Kata Cora. Tangannya masih sibuk membuat kopi Latte pesanan pelanggan Cafe.

"Biar dapet pacar?"

Cora berhenti sejenak dari kegiatan tangannya dan menatap ke arah Grace, "Gue gak mau punya pacar." Tanpa melihat ke arah sahabatnya itu, Cora tau bahwa Grace mengehela nafas mendengar jawaban Cora.

Terhitung sudah ke empat kali nya Grace menawarkan Cora untuk ikut acara Blind Date yang tidak pernah membuat Cora penasaran. Grace memang pernah ikut Blind Date walaupun hubungannnya hanya bertahan tiga bulan, namun katanya itu bukan pengalaman buruk juga. Namun tetap saja, Cora tidak tertarik lagi untuk memulai hubungan percintaan.

Grace menyuruput kopi nya, "Btw, lu betah ya kerja disini," Katanya.

"Betah lah, ada gue," Sahut Vion. Salah satu Barista di Cafe Marigold, tempat Cora bekerja sepuluh bulan belakangan ini.

Perempuan dengan rambut blonde dan poni tipis yang baru saja dia potong kemarin itu menyipitkan mata ke arah Vion, "Ye pede aja lu." Katanya, "Lu gamau resign, Ra?"

"Hush! Gak baik tau ngehasut orang buat resign," Tegur Vion.

Cora tertawa mendengar percakapan singkat antara Grace dan Vion, kemudian menggelengkan kepalanya, "Enggak ah, susah tau cari tempat kerja yang nyaman sama lingkungan lu."

"Tuh denger, Cora nyaman disini."

Grace memutar bola matanya malas kemudian menenggak kembali kopi yang tersisa di gelas nya hingga tidak tersisa, "Bye, Gue ada rapat jam dua, Meet me at seven yaa, Cor?"

"Oke. Goodluck bebs."

Setelah Grace pergi Cora kemudian melihat ke arah Vion yang juga melihat ke arah nya Cora, "Susah ya yang begitu di deketin." Celetuk Vion, yang berhasil membuat Cora tertawa kencang.

Jam kerja Cora akan selesai pada jam lima sore, namun dari tadi dia di tahan pergi karena katanya pemilik Cafe akan berkunjung kali ini. Cora tidak tau banyak tentang bagaimana wajah nya si pemilik Cafe, namun dari bisikan antara karyawan dia tau kalau pemilik nya masih muda, sempat bersekolah diluar negeri, dan memiliki bisnis yang banyak. Oh, dan yang selalu Vion sebut adalah si pemilik Cafe ini jutek dan tegas.

"Kayanya gak jadi dateng si bos besar," Sahut Flona, salah satu karyawan di Cafe.

"Yah, gue balik kalo gitu deh. Udah sejam nunggu, ini beneran gak dateng sih harusnya," Kata Cora, tangannya kemudian bergegas memasukkan beberapa barang yang ada di dalam lokernya ke dalam tas. Jam sudah menunjukan pukul enam lewat dua puluh lima menit. Grace akan mengomel karena Cora akan telat datang ke tempat janjian mereka, "Gue balik ya Flo, Semangat shift malem!" Kata Cora, kemudian meninggalkan tempat dia biasa istirahat.

Seperti biasa jalanan ibu kota akan sangat ramai di jam pulang kerja. Rasanya ada beribu mobil dan motor yang bergegas ingin kembali ke garasi peristirahatannya. Cora bergegas jalan ke dalam MRT. Dia berjanji akan bertemu dengan Grace di salah satu Cafe yang Grace sudah lama bicarakan, katanya Cafe tersebut Cozy.

Sejujurnya Cora sedikit kecewa mengetahui bahwa bos besar Cafe Marigold tidak jadi datang, karena dia sangat menunggu moment ini. Dari awal dia masuk sampai hari ini, dia belum sama sekali melihat bagaimana perawakan bos nya. Jadi Cora memendam rasa penasaran itu.

Begitu sampai di Cafe, Cora tidak kecewa. Nuansa kayu dan beberapa tumbuhan di sekitar Cafe memang membuat suasan Cafe menjadi nyaman. Seakan disuruh untuk menetap lama.

"Grace," Panggil Cora, "Eh kenapa muka lu kok pucet gitu?"

Grace menempelkan kedua telapak tangannya di hadapannya, "Gue mohon."

"Mohon apa? Sumpah lu kenapa sih?"

"Plis jangan marah," Kata Grace.

Cora semakin memasang wajah curiga ke sahabatnya itu, "Ya apa?"

"Gue sakit perut," Sahut Grace. Tangannya memang sedari tadi memegangi perut nya, postur tubuhnya sedikit menunduk menahan sakit.

"Maag lu? bawa obat gak?"

"Duh bukan, gue harus ke toilet. Tapi," Kata Grace, menatap Cora penuh harap kalau sahabatnya habis ini masih akan tetap jadi sahabatnya, "Gue ada Blind Date disini."

"HAH?" Teriak Cora kencang, lalu refleks langsung menutup mulutnya, "Dimana? disini?"

Grace mengangguk, "Dia udah di parkiran, lu gantiin gue ya plis?"

"Wah gila lu ya?"

Perempuan yang duduk di hadapannya saat ini langsung mengambil tangan Cora yang dia taruh di atas meja, menggenggam tangan sahabatnya itu, "Please, Everything is great with him. Tapi gue gak bisa ngedate sama dia terus tiba - tiba kentut depan dia?"

"Cancel aja?"

Grace mengerutkan alisnya tidak terima, "No freaking way! kalo dia ngejauh abis ini gimana? gue gamau dia ngejauh."

"Gue juga gamau ketemu dia?" Sahut Cora.

"Cuma sekali ini aja plis, gue beneran sakit perut banget Ra."

Cora mengacak - ngacak rambutnya frustasi. Dia tidak peduli beberapa orang melihat ke arah nya karena baru saja menghilangkan efek curly dari hasil catok rambut setengah jam itu, dia beneran frustasi.

"Dia baik kok, sumpah!"

"Give me info about him," Setelah Cora ngomong itu, senyum Grace mekar. Lalu dia mengeluarkan note dari dalam HP nya, menunjukan nya kepada Cora, "Gimana bisa gue inget ini semua?"

"Relax! ini basic, lu pasti bisa lah mengimbangi obrolan sama dia."

Cora menatap lemas ke arah Grace, "You can do this Cora, Thank you!" Kata Grace, kemudian mencium pipi Cora sekilas dan menghilang dari balik pintu toilet.

"I hate you, Grace," Gumam Cora. Matanya tidak lepas menatap pintu Cafe. Setiap laki - laki masuk ke dalam Cafe dia menebak apakah itu tempat kencan Grace hari ini. Bagaimana juga dia akan bersikap seakan - akan dia adalah Grace, karena pada dasarnya dia dan Grace jauh berbeda. Grace adalah perempuan ceria, Cora yakin Grace akan bisa berbincang dengan semua kalangan karena sahabatnya itu sangat ramah. Sedangkan Cora, dia bahkan tidak peduli dengan yang terjadi di sekitarnya, dia berbicara hanya dengan orang yang benar - benar sudah dikenal. Bagaimana bisa dia duduk di Cafe yang berada di tengah ibu kota dan akan menjalankan Blind Date dengan orang asing?

•••••

Invisible StringTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang