08. (Not Our) Wedding Day

58 9 1
                                    

Setelah mendapat pesan dari Kian, perempuan yang hari ini memakai dress dengan model Off Shoulder dengan warna Burgundy kesayangan nya itu langsung sibuk memeriksa make up nya. Cora sudah beberapa kali bertemu dengan Kian, namun rasanya kali ini seperti sedikit berbeda. Dia pikir ada yang salah dengan cara kerja jantung nya hari ini, terlalu cepat hingga membuat Cora panik sendiri. Begitu bell berbunyi Cora langsung ngibrit membuka pintu apartemen nya. Dia memperhatikan laki - laki di hadapan nya yang jauh dari apa yang Cora bayangkan. Kian berdiri di depan pintu nya dengan menenteng baju yang akan dia pakai lengkap dengan sepatunya. Entah kenapa Cora merasa ada yang lain dengan laki - laki yang biasanya menyebalkan ini.

“Hai,” Sapa Cora. Mencoba mencairkan suasana yang tiba - tiba menjadi lebih sunyi dan tidak nyaman.

Kian tersenyum dan melangkah masuk begitu Cora mempersilahkan laki - laki itu, “Sorry ya, jadi harus ganti di tempat lu gini.”

Cora kembali duduk di depan meja rias nya, melanjutkan kembali aktivitas memanaskan rambutnya dan membentuk gelombang agar terlihat lebih bervolume, “Gapapa kali, santai aja. Habis ada acara dulu sebelum kesini?”

Laki - laki yang lagi sibuk mengganti baju di kamar mandi milik Cora itu tidak langsung menjawab pertanyaan Cora seperti biasanya, butuh beberapa menit untuk akhirnya Kian membuka suara, “Iya, abis dari rumah tadi.”

Melihat signal yang kurang baik dari cara Kian merespon, Cora memutuskan untuk mengalihkan pembicaraan ke topik yang lain. Cora bercerita tentang film yang baru saja dia tonton semalam. Film yang sempat Kian rekomendasi kan saat mereka masih bermain peran sebagai Grace dan Kenji. Saat menonton film nya entah mengapa otak Cora kembali memutar ke moment pertama kali mereka bertemu. Membangun pembicaraan sebagai orang lain namun berakhir mereka membicarakan diri mereka yang asli. Kadang Cora mempertanyakan mengapa dia selalu bertemu dengan Kian tanpa sengaja, tidak mau melambung jauh dengan pikiran nya sendiri makanya Cora berkali - kali bermonolog kalau pertemuannya dengan Kian hanya kebetulan yang pas di setiap kejadian.

Cora selesai dengan rambutnya, begitu juga Kian yang selesai berganti baju menggunakan setelan jas berwarna hitam yang membalut kemeja hitam panjang di satu lapisan sebelumnya. Laki - laki itu duduk di meja rias Cora, memperhatikan Cora yang sibuk memasang anting nya di depan lemari kaca, “Ra,” Panggil Kian.

“Ya?” Cora menengok.

“Bisa tolong styling rambut gue gak?” Tanya Kian. Lagi, Cora kembali merasa getaran aneh di dalam tubuh nya. Dia merasa seperti di gelitik oleh ratusan tangan dan di ajak terbang tinggi hingga merasakan geli di setiap sudut tubuhnya.

“Bisa, sebentar gue pake anting satu nya dulu.”

Cora berdiri tepat di hadapan Kian yang duduk mendongak memperhatikan setiap gerakan tangan Cora yang sibuk mengatur posisi helai rambutnya. Melihat Kian sedekat ini membuat Cora sadar bahkan laki - laki memiliki bulu mata yang lentik, mata berwarna coklat sedikit lebih terang dari orang kebanyakan, alis yang melengkung indah menyempurnakan wajah Kian, serta wangi parfum Kian yang bisa Cora nikmati seharian. Cora mengambil kaca kecil di meja rias nya, “Gimana?”

“Makin ganteng aja gue,” Sahut Kian, asal. Berbuah senyuman manis si perempuan.

Setelah satu jam perjalanan akhirnya mereka sampai di gedung paling Cora benci. Bahkan hiasan bunga berpadu warna putih dan pink pastel itu tidak membantu perasaan benci Cora dengan gedung ini. Gedung yang menjadi saksi mantan kekasih nya mengikat janji selamanya dengan selingkuhannya. Tidak habis pikir hanya karena Kian menawarkan akan menjadi plus one nya, Cora rela menginjakkan kaki nya disini. Cora menarik menghembuskan nafasnya berkali - kali meyakinkan diri kalau datang ke acara ini bukan suatu kesalahan. Kian meraih jemari Cora, “You good?”

Invisible StringTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang